Sembilan Belas

"Assalamu'alaikum, Bu?" sapaku begitu sambungan telepon di angkat.

"Waalaikumsalam, Sayang. Lagi apa ini?"

"Ludira menganggu tidak ya? ini habis sholat subuh tadi."

"Enggak doong, Cucu Ibu lagi apa ya?"

"Lagi bantu masukin baju kotor ke mesin cuci, Bu. Maaf, Bu.. Hari ini Ibu ada agenda tidak ya?" tanyaku pelan.

"Tidak, Ra. Ini bapak ngajak Ibu buat bercocok taman di lahan belakang rumah, kemarin Narendra habis beli bibit sayur sayur."

"Saya sama Almeera mau silahturahim ke rumah Ibu."

"Ya Alloh, Alhamdulillah. Bapaaak!" Pekik kebahagian di ujung sana membuatku tersenyum meskipun rasa haru dan hatiku yang tersentuh ini membuat sedikit nyeri.

"Apa si, Bu. Teriak teriak." ucap Pak Basuki yang terdengar oleh telingaku.

"Nanti cucu kita mau pulang. Ibu masak apa ya Pak?" ujar ibu Basuki, seakan lupa bahwa aku masih terhubung di panggilan ini.

"Tanya saja sama Ludira atau Narendra, mau di masakin apa gitu." suara bapak yang tenang dan berwibawa itu menyadarkanku dari rasa haru biru.

Pulang? ah, terlalu berlebihan.

"Eh iya, aduh.. maaf ya Ludiraa. Kelewat bahagia sampai ibu lupa, mau jam berapa kesininya?"

"Jangan repot masak ini itu, Bu. InsyaAllah selepas sarapan kita berangkat. Terlalu pagi atau tidak ya, Bu?" tanyaku ragu, sebenarnya aku lebih memilih untuk datang sekitar pukul sepuluh. Namun putri kecilku itu bahkan meminta selepas berbenah kita berangkat. Rasanya tidak sopan jika harus bertamu di waktu sarapan.

"Sarapan di sini aja sekalian. Di jemput sama Narendra ya?"

Ah, Ibu. "Tidak bu, biar kita sendiri saja yang kesana,"

"Oke deh, tapi sarapan di sini saja ya? sekarang baru pukul segini. Lebih cepat lebih baik, syukur kalau nginap ya sayang."

Aku sedikit merasa bahwa Narendra ini cenderung mirip sama ibunya di banding bapaknya.

"Besok senin, Bu. Jadi maaf nggak bisa nginap." jawabku pelan.

"Kan bisa berangkat dari sini, sayaaang." ucap Ibu Basuki yang di susul suara deheman Bapak. Membuatku tertawa kecil.

"Ibu itu emang tipe di kasih jantung minta semuanya." Sahut Bapak keras.

Aku semakin tertawa lepas, aku yang sebatang kara dan setelah kehilangan Mas Dodi, kebahagian kecil seperti ini terasa mewah untukku.

"Bapak itu loo, sejelek jeleknya ibu... Bapak buktinya tidak bisa lepas dari ibu."

Aku berdehem, jangaaan sampai telingaku kembali menjadi bukti berapa romantisnya mereka berdua.

"Haha, jangan lupa ya sayang. Sarapan di sini atau di jemput Narendra."

"Iya, Bu. Kami usahakan sebelum waktunya sarapan sudah di sana. Tapi tolong biar kami berangkat sendiri saja."

"Duuh, nggak sabar ini ibu. Ibu tunggu yaaa."

"iya, sudah ya bu, Assalamu'alaikum."

"Waalaikumsalam."

Setelah mematikan sambungan telepon, senyum masih saja mengembang di wajahku. Tentu saja bukan karena Narendra, tapi kebahagiaan bernama keluarga yang baru saja aku rasakan.

"Mamaaa.. Tolongin Almeera angkat ini, Maa." teriak putriku dari ruang laundry.

Mengenal Narendra itu bukan hanya memberikan efek positif bagi putriku, efek negatif nya juga begitu terasa nyata. Ini dari anak perempuan yang kalem, sekarang bisa teriak teriak begini.

"Ada apa sih sayang? Perlu banget ya teriak teriak begitu?" tegur kau halus yang di jawab permintaan maaf serta senyum penyesalan yang malu malu.

"Susah gini, Ma. Ini berat bangeet."

Aku menoleh ke arah bedcover yang di cuci oleh putriku, "Kok nggak bilang mau nyuci inii." ucapku pelan sambil mengambil bedcover tersebut. "Tadi Almeera sudah bilang, tapi mama lagi asyik telepon."

"Oh ya? Maaf ya. Tadi mama habis menghubungi Eyang. Terus kata Eyang kita harus sampai di sana sebelum waktunya sarapan."

"Horee Horeeee, Terima kasih mama."

"Terima kasih kembali sayang."

"Almeera siap siap aja kali ya maah?"

Aku mengangguk setuju dan putriku berlari ke arah kamarnya sendiri.

Ah, Sayangku. Betapa resah nya hati mama mu ini. Ini bukan hal sederhana bagi mama, sarapan di tempat orang lain? Terlebih keluarga Narendra? Apa tidak justru membuat harga diri mama jadi kurang baik.

****

"Dek, di rumah ini ada siapa aja ya?" tanyaku pelan begitu mobil yang aku kendarai masuk ke area parkir yang pak satpam tunjukkan.

"Ada Eyang kakung putri, terus om Narendra terus embak yang bantu masak sama bersih bersih ada tiga, terus pak satpam." jawab putriku mantap sekali, yakiin sekalii. "Ayo maa, turun. Itu Eyang kakung sama Eyang putri sudah di depan pintu." Ajak Almeera sambil menoleh ke arah pintu. Bergegas keluar mobil dan hal yang membuat ku kaget adalah putriku berlari ke arah dia orang yang tersenyum sangat lebar.

"Aduh, Almeera nggak sopan!" Ucapku di belakang putriku. "Eh--iya. Maaf."

Ibu Basuki memandang ke arahku, setelah melepaskan pelukannya di tubuh putriku, kini beliau memeluk tubuhku. "Jangan seperti orang asing, Ludira. Biarkan tidak ada jarak di antara kami." pinta ibu basuki setengah berbisik.

"Aku yakin dia adalah anak perempuan pingin sopan di antara sebayanya. Biarkan dia seperti ini bersama keluarganya, Ra." Ucap pak Basuki begitu putriku di tuntun masuk oleh Eyang putrinya.

Aku menoleh ke arah pria Sepuh yang masih terlihat segar bugar ini. "Tapi, Pak--"

"Selama ini kamu sudah mendidik dia dengan sangat baik, biarkan kami memanjakan Almeera sedikit. Saya yakin Almeera bukan gadis yang tidak cerdas dalam bersosialisasi." Potong Pak Basuki pelan.

Aku mengangguk saja, kalah dengan wibawa beliau yang memang begitu kuat. Mengikuti beliau saat beliau mengajak masuk kedalam rumah.

"Langsung ke kamar saja, Ayo sayang." Ajak ibu Basuki.

Aku mengerutkan kening tidak mengerti, menoleh ke arah Pak Basuki untuk mencoba mencari jawaban.

"Ayooo.. " Ulang ibu Basuki sambil menggandeng tanganku. "ibu sudah siapkan kamar kusus untuk kamu dan Almeera. Masih jadi satu sih, ibu pengennya Almeera punya kamar juga di rumah ini." Jelas ibu Basuki, namun tetap saja aku masih sedikit sulit mencerna semua ini.

"Apa tidak berlebihan yaa, Bu?" tanyaku pelan, begitu mendapat kekuatan untuk memberanikan diri bertanya setelah masuk kedalam kamar yang sepertinya memang sudah di siapkan jauh hari untuk putriku.

"Tidak ada yang namanya berlebihan jika menyangkut kalian. Jadi tolong, Diraa. Anggap kami benar-benar keluarga kalian."

Aku memeluk perempuan Sepuh ini, "Terima kasih, Bu. Ini sungguh terlalu berlebihan untuk kami. Lagi pula akan banyak persoalan di depan nantinya, Bu."

"Jangan memusingkan persoalan yang belum pasti, karena yang pasti adalah apapun yang terjadi, Almeera dan kamu adalah bagian keluarga Bagaskara. Tidak bisa di ganggu gugat."

Air mata baru tumpah di wajah ini, speechless akunya.

"Almeera lagi sama bapak di ruang perpustakaan. Kata Narendra dia suka sekali ya sama buku buku." ujar ibu Basuki, seperti membaca gerakan mataku yang mencari keberadaan putriku itu.

"Iya, Bu."

Aku masih syok tidak percaya, semua ini di luar ekspektasi ku. Aku hanya membayangkan akan menjadi tamu. Iya, tamu. Bukan justru di perlakukan layaknya keluarga yang lama sekali tidak pulang pulang.

Bagiku, ini tidaklah masuk akal.

Terpopuler

Comments

Isti Komah

Isti Komah

lope lope

2020-12-01

1

Nur Rosyidah

Nur Rosyidah

kok baru Nemu novel ini kemarin malam ya....aku syuuka author

2020-09-08

3

baesalis

baesalis

lanjut baca ya Thor

2020-07-09

1

lihat semua
Episodes
1 Satu
2 Dua
3 Tiga
4 Empat
5 Lima
6 Enam
7 Tujuh
8 Delapan
9 Sembilan
10 Sepuluh
11 Sebelas
12 Dua Belas
13 Tiga Belas
14 Empat Belas
15 Lima Belas
16 Enam Belas
17 Tujuan Belas
18 Delapan Belas
19 Sembilan Belas
20 Dua Puluh
21 Dua Puluh Satu
22 Dua Puluh Dua
23 Dua Puluh Tiga
24 Dua Puluh Empat
25 Dua Puluh Lima
26 Dua Puluh Enam
27 Dua Puluh Tujuh
28 DUA PULUH DELAPAN
29 Dua Puluh Sembilan
30 Tiga Puluh
31 Tiga Puluh Satu
32 Tiga Puluh Dua
33 Tiga Puluh Tiga
34 Tiga Puluh Empat
35 Tiga Puluh Lima
36 Tiga Puluh Enam
37 Tiga Puluh Tujuh
38 Tiga Puluh Delapan
39 Tiga Puluh Sembilan
40 Empat Puluh
41 Empat Puluh Satu
42 Empat Puluh Dua
43 Empat Puluh Tiga
44 Empat Puluh Empat
45 Empat Puluh Lima
46 Empat Puluh Enam
47 Empat Puluh Tujuh
48 Empat Puluh Delapan
49 Empat Puluh Sembilan
50 Lima Puluh
51 Lima Puluh Satu
52 Lima Puluh Dua
53 Lima Puluh Tiga
54 Lima Puluh Empat
55 Lima Puluh Lima
56 Lima Puluh Enam
57 Lima Puluh Tujuh
58 Lima Puluh Delapan
59 Lima Puluh Sembilan
60 Enam Puluh
61 Enam Puluh Satu
62 Enam Puluh Dua
63 Enam Puluh Tiga
64 Enam Puluh Empat
65 Enam Puluh Lima
66 Enam Puluh Enam
67 Enam Puluh Tujuh
68 Enam Puluh Delapan
69 Enam Puluh Sembilan
70 tujuh puluh
71 Tujuh Puluh Satu
72 Tujuh Puluh Dua
73 Tujuh Puluh Tiga
74 Tujuh Puluh Empat
75 Tujuh Puluh Lima
76 Tujuh Puluh Enam
Episodes

Updated 76 Episodes

1
Satu
2
Dua
3
Tiga
4
Empat
5
Lima
6
Enam
7
Tujuh
8
Delapan
9
Sembilan
10
Sepuluh
11
Sebelas
12
Dua Belas
13
Tiga Belas
14
Empat Belas
15
Lima Belas
16
Enam Belas
17
Tujuan Belas
18
Delapan Belas
19
Sembilan Belas
20
Dua Puluh
21
Dua Puluh Satu
22
Dua Puluh Dua
23
Dua Puluh Tiga
24
Dua Puluh Empat
25
Dua Puluh Lima
26
Dua Puluh Enam
27
Dua Puluh Tujuh
28
DUA PULUH DELAPAN
29
Dua Puluh Sembilan
30
Tiga Puluh
31
Tiga Puluh Satu
32
Tiga Puluh Dua
33
Tiga Puluh Tiga
34
Tiga Puluh Empat
35
Tiga Puluh Lima
36
Tiga Puluh Enam
37
Tiga Puluh Tujuh
38
Tiga Puluh Delapan
39
Tiga Puluh Sembilan
40
Empat Puluh
41
Empat Puluh Satu
42
Empat Puluh Dua
43
Empat Puluh Tiga
44
Empat Puluh Empat
45
Empat Puluh Lima
46
Empat Puluh Enam
47
Empat Puluh Tujuh
48
Empat Puluh Delapan
49
Empat Puluh Sembilan
50
Lima Puluh
51
Lima Puluh Satu
52
Lima Puluh Dua
53
Lima Puluh Tiga
54
Lima Puluh Empat
55
Lima Puluh Lima
56
Lima Puluh Enam
57
Lima Puluh Tujuh
58
Lima Puluh Delapan
59
Lima Puluh Sembilan
60
Enam Puluh
61
Enam Puluh Satu
62
Enam Puluh Dua
63
Enam Puluh Tiga
64
Enam Puluh Empat
65
Enam Puluh Lima
66
Enam Puluh Enam
67
Enam Puluh Tujuh
68
Enam Puluh Delapan
69
Enam Puluh Sembilan
70
tujuh puluh
71
Tujuh Puluh Satu
72
Tujuh Puluh Dua
73
Tujuh Puluh Tiga
74
Tujuh Puluh Empat
75
Tujuh Puluh Lima
76
Tujuh Puluh Enam

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!