[Hari ini ada kelas?]
Pesan singkat yang aku kirim ke nomor kontak Narendra yang sempat aku blokir.
[Iya.]
Ah, kenapa balasannya kini jadi sesingkat diriku? Dia marah?
Jariku mulai mengetik kembali, sekilas memandang ke arah adonan donat yang sedang aku biarkan mengalami proses pengembangan.
[Marah?]
Tanyaku singkat, apa adanya. Dari pada baper kebingungan karena balasan chat yang tidak seperti biasanya.
[Enggak. Ada apa?]
Lumayanlah, setidaknya mulai kasih respon yang baik.
[Kopi? Mau? Ada donat juga. Suka?]
Aduh, kenapa aku kaku gini ya. Iya kan? Aku sekaku ini ternyata.
[Maaf, enggak bisa. Hari ini aku benar-benar full time.]
Ah! Menghindar heh?
[Malam?]
Baik laaaah, sudah terlanjur aku kirim.
[Jam makan malam? Selepas isya?]
[Oke. Di rumah saya ya. Salam dari Almeera.]
[Baik. InsyaAllah saya datang. Waalaikumsalam, salam juga buat Almeera, semangat sekolahnyaaaa.]
Entah kenapa, aku merasa Narendra hanya sedang menjaga jarak dari diriku, buktinya saat menyampaikan pesan untuk Putri kesayanganku, dia kembali menjadi Narendra alay. Mungkinkah sikapku memang terlalu buruk?
"Mah... "
"Iya sayang? Sudah bangun ya?"
Almeera hanya mengangguk, berjalan gontai ke arahku kemudian memeluk tubuhku erat.
"Almeera rindu Bapak, sudah lama ya Ma." bisik Almeera pelan.
Aku tidak berani menjawab apapun, rasa sesak di dalam dada mengundang air mata ke arah mata. Jangan sampai aku menangis di depan putri kesayanganku ini.
"Mama mau goreng donat. Oh ya, nanti malam om Narendra mau makan malam di sini."
"Mama yang ngundang? Waah.. Tumben mama gini."
"Mama cukup merasa bersalah. Kamu keberatan?"
"Enggak dooong. Tanya deh, Ma. Om suka masakan apa. Biar nanti Almeera bantu masaknya. Hehehe."
"Cieee, semangat banget nie yeee."
"Hehehe, mama bikin Almeera malu deh. Almeera mau belajar buat nanti ya, Almeera tunggu sarapannya."
"Okee. Hari ini kita sarapan bubur ayam."
"Ah, kesukaan bapak." Bisik Putriku. Bubar semangat yang baru saja hadir kini kembali murung. Meskipun ada senyuman di wajah putri kesayanganku itu, tetap saja pandangannya tidak bisa berbohong.
"Almeera ke atas dulu, Ma."
Aku mengangguk pelan. Mencoba tersenyum tenang.
[Almeera tanya kamu suka masakan apa?]
Aku mencoba mengirim pesan singkat ke Narendra. Barangkali bisa kembali membuat binar semangat di bola mata kesayanganku itu.
[Olahan ayam. Udah bangun Almeera?]
[Udah dari tadi jam tiga, habis tahajud tidur lagi dianya. Bangun lagi subuh, Ini lagi baca materi buat pelajaran hari ini katanya. Kamu online terus?]
[Enggak terus, cuma seeing pegang android aja. Rajin banget ya dia. Sarapan apa?]
[Aku masak bubur ayam, terus ada donat isi pelangi buat bekal Almeera. ]
[Lezat banget. Bikin ngiler. Kebetulan aku suka bubur ayam.]
[Oh ya? Tipe apa? Kerupuk di aduk aduk sama bubur atau gimana?]
[Iya, di aduk aduk hahaha.]
[Suami aku tipe yang satunya. Tanpa di aduk. Mau sarapan di sini? Tadi Almeera sempet sedih gitu, keinget bapaknya dulu suka banget sama bubur ayam.]
[Siaaaaap. Mau banget. Aku otw ya, ini ambil kontak langsung ke situ.]
[Hati hati.]
Aku tersenyum geli. Sepertinya dalam waktu satu malam, hubungan penuh rasa kesal di antara aku dan Narendra jadi naik pangkat ke arah pertemanan.
Setelah meletakkan android di atas meja makan yang sudah rapi dengan hidangan sarapan, aku naik ke atas.
"Sayang?"
"Iya, Ma. Di balkon, Ma."
Aku melangkah menuju balkon. Di suguhi pemandangan gadis manis yang sedang asyik dengan buku di tangannya.
"Nanti om Narendra mau sarapan di sini, tadi kebetulan mama bilang kalau kita sarapan bubur ayam. Ternyata beliau suka, jadi mama tawarin buat gabung." Jelasku pelan. Hati hati.
Ternyata benar, kebahagian Almeera tidak hanya sekedar di senyumannya saja, tapi menyentuh ke matanya.
"Ciee yang sudah berteman. Hehehe"
"Jahil gini ya ekspresinya. Bentar lagi om sampai lo, kayanya enggak ada tiga puluh menit jarak rumah om Narendra. Tunggu di bawah gih."
"Iyaa dong, Ma."
Aku tersenyum bahagia. Asal demi kebahagiaan mu, Nak. Apapun akan mama lakukan.
"Maah? Terima kasih." sahut putriku pelan namun penuh makna itu.
Mas? Aku tidak salah kan?
*****
"Jadi om suka olahraga?" tanya putriku pelan, namun jelas sekali antusiasnya.
"Iya, tapi di dalam rumah. Almeera lebih suka baca buku ya?" tanya balik Narendra lembut, sedikit bergetar. Sekilas saat menoleh ke arahku, terlihat jelas mata yang berkaca kaca. Jadi benar, soal Narendra yang menangis kalau pertama berjumpa dengan Almeera.
"Iya hehehe. Mamah yang suka jogging. Kalau Almeera lagi enggak minta sarapan atau bekal yang menyita waktu, mama pasti menyempatkan diri buat jalan pagi."
Aku tersenyum. Tidak keberatan sama sekali dengan penjelasan tentang diriku. Dadaku benar-benar hangat saat melihat ke arah wajah merek berdua yang pernah kebahagiaan.
"Berangkat di antar sama siapa, Ra?"
"Pakai sepeda, Om. Biar lebih sehat."
"Oh gitu ya, mau om antar enggak hari ini?"
Aku menunggu dalam diam sambil menuangkan air putih di gelas Narendra dan juga gelas Almeera.
"Terima kasih," bisik Narendra sambil tersenyum. Aku hanya membalas dengan senyuman kecil.
"Makasih deh, Om. Lain kali aja ya, soalnya Almeera udah janjian sama Sintia buat berangkat bareng bareng." sahut Almeera pelan, setengah menyesal.
"Oke, lain kali ya... Kalau mama Almeera mengizinkan. Hehehe." sahut Narendra sambil tertawa pelan.
"Ma, Om. Almeera Berangkat dulu ya. Assalamu'alaikum." Ucap putriku antusias, sambil menyalami tanganku dan juga tangan Narendra.
"Waalaikumsalam, Hati-hati ya."
"Iyaaa." Jawab Almeera sambil berlari kecil.
"Enggak di anter di depan rumah?" tanya Narendra pelan sambil menatap heran ke arahku.
"Dia buru buru gitu, Rara kalau keburu buru emang nggak perlu di antar sampai depan pintu. Dianya udah lari kan?" Jelasku.
"Gitu ya, salim terus peluk gitu ya. Aku kok tadi enggak di peluk ya?"
"Nareeen. Please."
"Hehehehe, maaf mbak. emm... Makasih ya, buat kesempatan pagi ini. Enak banget loh ternyata masakan Bu Dosen."
"Terima kasih, pujiannya. Di jamin enak lah, orang geratis hehehehe."
"Ngeledek ya Bu Dosen. Berapa nih harganya?"
"Cuci piring boleh,"
"Siap komandan."
"Laksanakan."
Kami tertawa bersama. Lucu sekali rasanya. Percakapan non formal yang baru ini kami lakukan kembali setelah bertahun-tahun.
"Mbak?"
"Heem."
"Soal ucapan ku yang kemarin, maaf yaa. Soal janda."
Aku menghela nafas, "Sudah resiko. Oh ya... Bisa tunggu di depan, aku beresin ini dulu."
"Aku bantu ya."
"Nggak usah. Sana duduk depan aja." sahutku sambil tersenyum. Yang di balas dengan anggukan.
"Hari ini masuk pagi, Ren?" tanyaku pelan sambil berjalan ke arah Narendra berdiri mengamati deretan foto.
"Iya, mbak. Ke kampusnya Bapak dulu."Jawab Narendra pelan.
Aku mengangguk paham, ini anak emang bukan hanya ngajar di satu tempat saja. Bahkan undangan untuk mengisi acara bertebaran.
"Mbak? Almeera sudah cerita?" bisik Narendra pelan.
"Sudah, saya boleh lihat juga Ren?" tanyaku memastikan, sedari tadi Narendra seperti terhipnotis oleh foto bayi nya Almeera. Bahkan saat aku teliti lagi, seperti aja jejak air mata di matanya.
"Boleh, sebentar mbak."
Dadaku berdetak sangat kencang saat melihat dengan kepalaku sendiri, betapa miripnya kedua foto bayi itu.
"Ah, Ren. Hampir semua bayi memang sangat mirip kan." sahutku sambil tertawa getir, berusaha mengembalikan suasana yang mendadak ambyar ini.
"Heeem."
Aku menatap Narendra yang bukan lagi murung, jelas ada kesedihan dan luka yang menganga di wajah itu. Reflek, tanganku menepuk Narendra pelan. Mencoba menenangkan.
"Sorry, mbak. Sudah sepuluh tahun lebih namun nyatanya aku belum bisa menghilangkan kesedihan ini secara sempurna."
"Aku paham, Ren. Jadi? Kamu duda atau suami orang?" tanyaku terus terang. Serius, ini benaran sisi gelap Narendra Bagaskara. Putra bungsu tokoh terkemuka, Dosen muda ganteng yang prestasi nya berderet deret.
Narendra tertawa getir, "Duda. Duda rasa perjaka."
Hahahaha, kami tertawa lepas. Syukurlah. Kesedihan selalu membawa rasa sakit yang merambat ke mana mana.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 76 Episodes
Comments
Michelle Avantica
Eh Biasanya stagmennya 'Janda rasa perawan' eh skrg bisa juga 'Duda rasa perjaka' ya ..😁
2021-01-14
1
Isti Komah
kalo laki-laki mana ada perbedaan rasanya🤣
2020-12-01
1
Dewee
baru tau lho ada duda rasa perjaka
2020-10-18
2