Semenjak Almeera pulang dari rumah sakit, Narendra tidak pernah berkunjung ke rumah. Bahkan di kampus pun pria itu mulai kembali normal. Aku bahagia karena Narendra sudah mengikuti semua yang aku katakan. Tidak boleh ke rumah, tidak boleh terlalu lebay dan kekanak-kanakan, jaga jarak profesional. Bukan Narendra jika tidak mendapatkan solusi atas keinginan yang tidak terpenuhi, dia.. Narendra meminta untuk setiap hari bisa video call dengan putriku. Kapanpun dia mau. Dan terjadilah kesepakatan ini.
"Cek cok sama Mas Narendra, Mbak?" bisik Silvia sambil menyenggol tubuhku dengan lengannya. Belum lagi itu wajah kesannya kok gimana gitu sekali.
"Kenapa si itu muka? Iseng gitu ekspresinya."
"Hahaha, nahan tawa ih. Bukan iseng."
Suara Silvia tidak lagi berbisik seperti tadi, membuat beberapa teman temanku menoleh ke arah kami.
"Mbak ada something ya sama Mas Narendra?" tanya Silvia kepadaku.
Glek,
Aku menelan ludah gugup. Ini nih yang paling bikin aku malas, gosiiip.
"Gosip tentang mbak Ludira sama mas Narendra itu sudah terdengar sampai kampus sebrang, Looo." sahut Dewi menimpali.
"Gosip gimana???" tanyaku penasaran.
"Gosip kalau mbak sama mas Narendra ada sesuatu."
"Oooh, gitu."
"Mahasiswi pengagum Mas Narendra juga geger mbak, katanya di akun ignya mas Narendra ada fotonya mbak Ludira sama Dek Almeera."
Apaaa????
Kali ini aku terpengarah kaget. Menghentikan aktivitas ku dan menoleh ke arah mereka.
"Jangan pucat seperti itu, Dek." Ujar Mbak Susi penuh perhatian. Beliau memang lebih senior dari pada aku.
"Kita semua tahunya belakangan, makanya cuma bisa menjenguk dek Ludira di rumah. Jadi, saat foto itu naik ke permukaan dan ternyata sumbernya bukan dari akun mbak Dira, beberapa orang berbisik asyik." Jelas Silvia pelan.
Pikiranku mulai kacau, ini anak kenapa nekat sekali.
"Kolom komentarnya di non aktifkan sama Mas Narendra. Beberapa mahasiswa curiga kalian ada sesuatu karena kebetulan saat itu Mas Narendra memang tidak masuk kelas."
"Bukan hanya beberapa mahasiswa, kita sebenarnya juga sedikit membahas ini, Mbak." Lanjut Dewi pelan.
"Jadi?" Ucapku datar.
"Kami hanya khawatir kalau mbak Ludira sampai ambil cuti karena hal ini."
Ah, mereka memikirkan itu?
"Kok aku kaget gini ya, enggak nyangka aja kalau kalian yang notabenenya adalah pengagum Narendra bisa enggak gimana gimana." Kataku jujur yang hanya di balas senyum geli oleh mereka. Bahkan mbak Susi menggelengkan kepala.
"Kami heran aja, kenapa setelah dek Almeera sembuh kok kalian perang dingin."
"Bukan perang Dingin Dew, cuma saling menghindar begitu."
"Enggak sih, Sil. Mereka cuma kaya menjaga kemarin kemarin, dekat tapi profesional. enggak kaya dekat akrab gitu."
Aku mendengus. "Kalian mengghibah di depan orangnya langsung, Ih." ucapku pura pura kesal. Sebenarnya aku kagum, ternyata mereka tidak sesuai ekspetasi ku yang begitu menakutkan. Tidak se horor yang aku pikirkan.
"Hahahaha, bukan gibah deh. Kami kan berpendapat."
"Berpendapat apa?" tanya Narendra yang baru saja masuk ruangan. Memandang ke arah kami semua.
"Berpendapat kalau ternyata Pak Narendra Ludira Lovers. Hahahaha." sahut Dewi sambil tersenyum senang.
Aku menoleh ke arah Narendra, Marah. Sedangkan dirinya tersenyum malu seperti biasanya jika kami sedang menjadikannya sebagai bahan olok olokan.
"Pak Satria juga Ludira Lovers." jawab Narendra kalem.
"Saya mah sadar diri, Pak. Saingannya berat makanya banting setir jadi Dewi Lovers saja. Hahahaha."
"Cieee Cieeee."
Plak,
Dewi, temanku yang agak tomboi itu memukul Satria menggunakan buku tulis. Satria meringis,
"Bar bar banget deh, Bu Dewi. Jadi perawan kok bar bar gini, mana ada yang mau. Kalah sama Janda hahaha janda semakin terdepan."
Aku membeku, aku selalu membenci kalimat seperti ini. Suasana juga jadi hening, hanya ada gema tawa Satria.
"Eh, Salah ya. Aduh... ini mulut kebiasaan banget."
"Enggak kok, Sat." ucapku mencoba tersenyum.
Setelah mengucapkan itu, aku berdiri dan melangkah menuju kamar mandi. Menghindari kecanggungan yang aku yakin menjadi atmosfer ruangan ini.
"Muluuuuttttt minta di setrikaaaaaa." Teriak Silvia keras. Masih terdengar hingga aku keluar dari pintu ruangan.
"Selamat siang, Bu Ludira." Sapa mahasiswi di lorong kamar mandi.
Ya, aku menuju kamar mandi yang bukan kusus untuk karyawan. Berharap bisa mencuri dengar gosip yang bertebaran di antara mahasiswi.
"Selamat siang juga, mbak."
"Mari, Bu."
Aku mengangguk, ternyata kamar mandi sedang kosong. Hingga beberapa saat aku di dalam kamar mandi, terdengar beberapa langkah kaki. Aku menunggu beberapa saat. Jika memang gosip tentang aku dan Narendra sudah menjalar ke seluruh kampus, maka mengingat banyak sekali pengagum Narendra, pasti beberapa mahasiswi akan membicarakan ini.
"Dosen kita beneran sama Bu Ludira yang dosen Ekonomi itu?"
"Pernah lihat sih, Pak Narendra suka ramah banget sama Bu Ludira. Bu Ludira nya cuek Bebek gitu. aku kira karena memang sikapnya Pak Narendra ramah. Eh, kemarin Beliau posting foto Bu Ludira sama anak perempuan."
"Iya sih, hati aku pataaah baca captionnya."
"Hahaha, lumayan deh. Aku jadi baper banget."
"Kalau mereka jadian beneran, aku rela enggak rela gini yaaa."
"Kenapa? Bu Ludira katanya baik kok."
"Jandeeee punya anak lagi. Aduuuhhh calon suaminya akuuuh kepincut sama janda."
"Janda terhormat kalau Bu Ludira. Bu Ludira tuh keren banget tahu."
"Kamu kok bisa bela terus, emang kenal?"
"Enggaklaaaah. Aku udah stalking yee, kepoin tentang Bu Ludira. Beliau cinta banget sama Almarhum suaminya. Buka deh ignya, kamu bakalan merasakan betapa kesedihannya begitu nyata."
"Lebay dooong."
"Enggak. Enggak sok curhat ala kita kalau galau. Cuman yah begitulah. Berasa banget sedihnya."
"Janda tetap janda. Punya saya tarik tersendiri buat menggoda bujangan kaya pak Narendra."
"Jangan sembarangan kalau ngomong. Udah yuk."
Aku masih terpaku, bahkan hingga suara langkah kaki tidak lagi terdengar oleh telingaku. Pro Kontra selalu ada kan? kita tidak bisa memaksakan semua orang harus mengerti apa yang kita rasakan sesungguhnya.
"Sampai maut memisahkan, aku akan terus mencintaimu dengan kapasitas yang tidak bisa di gambarkan dengan kata kata ataupun di ukur dengan sebutan luas tinggi besar. Kamu pemilik mutlak hatiku, ragaku, jiwaku dan pikiranku."
Aku rindu, Mas. Sangat sangat rindu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 76 Episodes
Comments
Oka Luthfia
jane salahe janda ki opo to ,kok di rendahkan bgt
2022-08-25
0
Isti Komah
aku rindu mas uluh uluh sedihnya🥺🥺
2020-12-01
1
Anna EL Djati
nyesek bngeet ya jadi ludira,bukan salahnya Dira juga mau janda😥
2020-10-11
2