"Mas? Kenapa aku jadi galau gini ya? Soal Narendra, pria itu sungguh membuatku kesal. Semakin hari semakin menjadi tingkah lakunya. Padahal dulu, Narendra itu pria yang baik kan mas? Mas beberapa kali bertemu dengan dia aja bilang gitu, padahal mas bukan tipe orang yang bisa dengan mudah memuji orang lain. Mas? Aku rindu."
Malam ini, mataku terpejam dengan sendirinya. Aku menangis hingga tertidur. Terbiasa dengan kondisi seperti ini membuatku tidak lagi panik saat terbangun dengan mata yang pegal serta kelopak mata yang sulit sekali di buka.
Setelah memastikan kepalaku tidak lagi pusing, aku bangun dan berjalan menuju penyimpanan air hangat serta mengambil handuk muka. Mengompres kedua mataku. Hasilnya wajahku tidak begitu menyeramkan karena bengkak.
Dulu, awal nikah dengan mas Dodi. Aku selalu bercerita tentang semua keinginanku, alhamdulillah satu persatu di jadikan nyata sesuai ekspektasi oleh suamiku itu. Salah satunya, kamar tidur luas dengan kamar mandi di dalam.
Android ku bergetar saat aku selesai sholat tahajud. Meskipun sudah selesai, aku suka berlama lama memakai mukenah. Jadi tidak langsung mencopotnya.
Ah, ternyata pesan WhatsApp dari nomor yang asing.
[Assalamu'alaikum, Mbak. Mohon maaf sekali. Sungguh, Mbak. Tidak sedikitpun niat untuk membuat Mbak Ludira marah atau kesal bahkan ketakutan sampai pucat begitu. Soal Almeera, jujur mbak. Saya sayang banget sama Rara, sejak pertama kali bertemu Rara, saya sudah jatuh hati dalam artian yang berbeda. Andaikan Rara itu satu jenis kelamin dengan saya, mungkin akan lebih mudah dan tidak membuat mbak Ludira ketakutan begini. Mbak, Demi Alloh saya tidak memiliki ketertarikan secara fisik atau cinta sebagai pasangan terhadap Almeera. Saya sayang, saya cinta, saya perduli, layaknya seorang saudara laki-laki jika mbak akan semakin tidak enak jika saya bilang kalau lebih nyaman menganggap Almeera adalah putri saya. Mbak, jangan tambah marah. Jujur, banyak hal yang ingin saya sampaikan ke mbak. Mungkin mbak bisa tanya Almeera, bilang saya mengizinkan Almeera bercerita tentang apa yang saya katakan kepada Almeera saat saya pertama kali bertemu dengan Almeera.]
Aku menghela nafas, bimbang bingung juga pingin nangis. Aduh, kenapa usia emak emak kaya gini masih aja bisa galau. Mataku menatap lanjutan pesan Narendra.
[Semoga mbak Ludira bisa memahami maksud saya. Selamat malam, mbak. Selamat beribadah di sepertiga malam.]
Setelah selesai membaca pesan dari Narendra. Aku memutuskan untuk ke kamar Almeera. Menanyakan kebenaran yang sesungguhnya. Sebelum itu, aku mengirim pesan singkat ke Almeera saat membuka story WhatsApp Almeera.
[Sayang? ]
[Iya, Ma? Mama butuh sesuatu? ]
Setelah memastikan putri kesayanganku itu tidak tidur lagi setelah sholat tahajud, aku melangkah menuju kamar Rara yang berada di ujung ruangan lantai dua.
"Assalamu'alaikum, sayang."
"Waalaikumsalam, Ma. Masuk Mamaa."
Ternyata putriku sedang merapikan mukena yang sepertinya baju saja ia lepas.
"Mama mau ngomong penting, Ra."
"Iya, Ma."
Kami berdua duduk di atas tempat tidur Almeera. Entah karena wajahku yang terlalu tegang jadinya dia ikut tegang atau karena kalimat yang aku ucapkan.
"Ra, tadi on Narendra sudah kasih izin mama untuk dengar cerita tentang on Narendra dari Almeera." sahutku pelan.
"Ini aib on Narendra, Ma. Tapi kalau memang mama sudah dapat izin dari on Narendra, Rara bakalan cerita kok. Sebelumnya maaf ya, Ma. Jangan potong cerita Rara."
Aku mengangguk, sedangkan perasaanku semakin galau.
"Jadi, saat Rara ketemu sama beliau, Ma. Rara tuh heran gitu, Ma. Beliau itu ngelihatin Rara sambil menangis, terus Rara dekatin. Ternyata kata beliau, beliau seperti melihat putri beliau yang dulu meninggal. Anehnya, tanggal lahir kita emang samaan, Ma. Jadi baper sedih gitu kan Rara."
Aku tercengang kaget. Hah? Narendra?
"Jadi dulu Om Narendra pernah nikah siri, karena usia Om Narendra masih sangat muda. Sekitar dua puluh tahun. Nah, kebetulan istri beliau melahirkan anak perempuan, tapi sayangnya hanya bertahan sepuluh hari. Adek bayinya meninggal. Gitu ceritanya, Ma."
Ah, terlalu mengejutkan sekali berita ini.
"Masa sih, Dek? Adek yakin? Om Narendra lagi enggak isengin kamu?"
"Serius, Ma. Adek aja dikasih lihat foto bayi nya on Narendra. Cantik banget si, Ma. Terus om juga bilang gini. Kalau besar, mungkin dia bakalan mirip banget sama kamu. Lesungnya juga sama sama di pipi kiri. Matanya juga besar. Ngomong gitu, Ma. Sambil tersendat-sendat gitu, Ma."
Tapi, apa iya? Selama ini aku enggak pernah dengar berita jelek soal Narendra.
"Sejak saat itu, Ma. Almeera jadi kasihan gitu ya sama si Om. Makanya kenapa Almeera dekat banget sama beliau walaupun pertama kali bertemu. Mama sempat heran kan? Dulu kan Almeera masih suka jaga jarak gitu kalau ketemu orang. Almeera tahu betul rasanya kehilangan."
Ah, sayangku.
"Eh, jangan sedih ya anak mama."
"Iya, Ma. Bapak enggak akan suka kalau Almeera sedih. Tapi di sini sakit, Ma." sahut putriku sambil memegang dadanya.
Ah, sayang. Mama justru lebih rapuh dari pada kamu.
"Makanya Almeera enggak pernah keberatan kalau si Om anggap Almeera putrinya. Bukan niat Almeera ingin menggantikan dedek bayi itu, cuma Almeera ingin melihat senyum bahagia si Om."
"Kamu baik banget deh. Anak mama memang luar biasa."
"Jadi mama jangan takut lagi ya."
"Iya. Nanti siang mungkin mama perlu ngobrol sama si Om itu. Bagi mama ini masih agak gimana gitu. Om Narendra itu sosok yang luar biasa sempurna bagi sebagian orang. Aneh gitu ternyata punya masa lalu yang uuh sekali."
"Iya sih, Ma. Besok mama ada jam pagi?"
"Enggak, mama masuk jam sebelas."
"Buatin Almeera donat isi pelangi dong, Maa. Buat bekal."
Aku mengangguk setuju. Mungkin, aku perlu membuatkan beberapa untuk Narendra sebagai permintaan maafku. Bagaimanapun, rasa takut yang tanpa alasan kuat ini benar-benar kurang tepat.
"Almeera mau tidur lagi, sayang?"
"Iya, Ma. Ini udah pasang alarm buat bangun sholat subuh. Tapi, keinget soal on Narendra jadi sedih gini, Ma. Boleh nggak, Ma? Almeera ngobrol sama Om pakai Android nya Mama?"
"Em, sebaiknya besok aja deh, Ra. Maaf ya."
"Iya, Ma. Enggak papa kok. Nanti Almeera kirim Fatihah aja buat Om sama dedek bayinya om."
"Duh, Kesayangan Mama baik banget. Istirahat ya, maaf mama ganggu Rara."
"Enggak, enggak pernah ganggu Rara. Rara sayang mama."
"Mama sayang Rara juga, tolong jangan cepat dewasa gini ya."
"Hehehe, Mama bisa aja."
Aku tersenyum, mencium kening putriku terus pamit kembali ke kamarku.
"Putri kita terlalu cepat dewasa, Mas. Kamu bisa lihat dari atas sana, Mas?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 76 Episodes
Comments
Intan Lpg
baca dialog'y Rara mirip sma anakku,klo meluk ibu'y smbil bilang "shofa saaayang ibu" dan doaku pun sma,semoga anak kecil ku jgn cepat tumbuh dewasa 😔😔
2021-04-02
0
Michelle Avantica
ooh berarti Narendra duda dong..but anak sekecil Almeera dewasa banget ya terharu gw 😢😢
2021-01-14
1
💐d@€ng🌸
Donat isi Pelangi🤔🤔🤔
jadi penisirin mo liat itu Si Donad
2020-09-20
3