Welcome to the jungle

Kirana tengah berkutat dengan laptopnya saat Shaka menghampiri gadis ini. Seperti biasa, selalu ada camilan di dekatnya. Kali ini dia sudah membawa sekantong gorengan yang Ia beli di jalan saat berangkat kuliah. 

"Lo kemarin kemana?" Shaka langsung bertanya begitu Ia duduk di hadapan Kirana. Tangannya terulur mengambil sepotong bakwan sayur milik gadis itu. 

"Kepo." Rana menjawab singkat. Masih tak menoleh dari laptopnya.

Sebenarnya, dia memang tak mungkin menjawab yang sebenarnya kalau mereka ke apartemen Aksa. Bisa marah besar nanti Shaka kalau tau Rana diajak kesana. Pasti Shaka akan berpikir macam-macam. Ya meskipun kenyataannya memang ada macam-macamnya sih. Sedikit aja tapi kok.

Btw, kemarin  juga Aksa sempat cerita tentang hubungannya dengan Shaka. Shaka memang adik kandung Aksa. Benar-benar sebuah kebetulan yang rumit.

"Shaka nggak suka sama aku, karena aku biang masalah. Dari kecil begitu. Kamu tau sendiri kalau Shaka anak teladan, lurus, kaku macam kanebo kering. Bener-bener cowok baik-baik lah nggak ada seru-serunya. Sedangkan aku sebaliknya. Kamu bisa lihat sendiri aku kayak gimana, yang bahkan berani nyimpen kaleng bir di kulkas pribadi." 

Aksa berkata sambil memandang Rana. Ia memang telah menyadari saat Rana tengah memperhatikan isi kulkasnya. Tapi gadis itu ok juga karena bisa menahan diri untuk tak langsung bertanya. 

"Terus, kok kalian nggak tinggal serumah? Padahal rumah Shaka juga ada di dekat sini."

"Kamu pernah ke rumah Shaka?" Aksa memandang Rana dengan pandangan yang sulit diartikan. Seperti tiba-tiba ada kemarahan yang tersirat. 

"Pernah waktu kerja kelompok. Cuma aku berdua sama Shaka. Nggak enak kalau di luar. Nggak ada tempat yang nyaman. Di kosku juga nggak mungkin karena kos khusus cewek." 

Aksa manggut-manggut. "Kirana suka sama Shaka ya?" tanyanya tiba-tiba. 

Rana terdiam sejenak. "Sulit dijelaskan, Kak. Kak Aksa marah kalau misal aku suka sama Shaka?"

Aksa memalingkan wajah. Ia menatap pada perabotan rumahnya. "Nggak marah, justru Shaka yang bego karena menyia-nyiakan cewek secantik kamu.” Ia menghela napas. “Tapi aku juga berterima kasih sama dia, karena dengan begitu aku masih punya kesempatan untuk mendekati Kirana."

Hening sejenak. Mata mereka bertemu. Lalu pemuda ini menyambar bibir Rana yang teramat seksi di mata Aksa. Mengecupnya secepat kilat membuat gadis itu kembali mematung tak mampu bereaksi.

Kembali ke masa kini. Shaka masih memandangi Rana seperti ada beribu pertanyaan yang ingin dia layangkan. Hanya saja, dia bingung harus mulai darimana.

"Lo kenal Bang Aksa dari mana? ML?"

"Kok tau?"

Kini Rana sedikit paham, kenapa akhir-akhir ini Arshaka sering meng interview nya terkait aktivitasnya di mobile legend. Apa sebenarnya pemuda itu sudah curiga? Padahal kalau memang curiga, tinggal cek histori pertandingan dia aja kan?

"Ya lagian aneh. Pas lo online terus, dia juga online terus. Pas lo maen, dia juga main. Bahkan menitnya selalu sama."

"Wah, kamu cocok jadi detektif." Rana geleng-geleng kepala. Lagian iseng banget merhatiin akun orang. 

"Mending lo jauh-jauh dari dia deh, dia nggak baik buat lo." Effortless sekali Shaka ketika mengatakan ini. 

Alis Rana tertaut. Sejenak, Ia tak lagi fokus pada laptopnya. "Kenapa gitu? Emang dia kenapa?"

"Ya pokoknya nggak baik."

"Ya nggak bisa gitu dong, Shaka. Kamu ngelarang aku juga harus ada alasannya. Kemarin-kemarin kan kamu ngasih tau, orang ini begini, orang itu begitu. Kenapa giliran kakak kamu, kamu cuma bilang dia nggak baik?"

"Ya karena dia kakak gue, makanya gue tau, Rana. Harusnya lo percaya gue daripada dia yang baru lo kenal itu." Shaka memandang tepat ke mata Rana. Begitu juga dengan Rana. Keduanya semacam mencoba melakukan konfrontasi tidak hanya dari ucapan, namun juga dari tatapan. 

"Ya aku percaya. Tapi kamu juga nggak bisa gitu ngelarang-ngelarang aku tanpa alasan yang jelas. Kamu aja pacaran, aku setiap kali deket sama cowok selalu kamu larang. Gimana sih?" Rana menyingkirkan laptopnya. Melipat tangannya di meja, menunggu jawaban dari Shaka. 

"Ya kalau cowoknya baik nggak bakal gue larang juga."

"Oke, coba sebutin nggak baiknya Kak Aksa."

Rana menantang. Ia menaikkan alisnya, menunggu jawabannya Shaka. Namun Shaka juga tak kunjung memberikan jawaban - atau memang tak bisa. 

Pandangan keduanya teralihkan pada 2 gadis yang tiba-tiba duduk di meja yang sama. Kedua gadis itu yang memang sedari tadi ditunggu Rana, karena mereka akan kerja kelompok disini. 

Rana menghela napas. Tersenyum pada kedua temannya, lalu kembali memandang Shaka. 

"Kamu duluan aja, aku mau kerkel."

Pada akhirnya, Shaka meninggalkan ketiga gadis itu termasuk Rana untuk berdiskusi. 

"Eh, makanan di kantin FEB katanya enak-enak ya." Intan, teman sekelompok Rana, memulai pembicaraan setelah tugas mereka selesai. 

"Mahal kali." Nadya, salah satu rekan kelompok Rana yang lain, memberikan pendapat. 

"Ih, masih normal kok harganya, masih standart kampus. Kesana yuk? Lumayan cuci mata, kan di FEB cowoknya cakep-cakep."

Rana memperhatikan interaksi temannya yang katanya satu SMA ini. Tapi lalu dia teringat sesuatu. 

FEB ya? Sepertinya Aksa kemarin bilang dia juga fakultas itu. 

"Rana ikut, nggak?"

Rana melonjak kaget tau-tau dia juga diajak bicara. Bahkan mereka juga mengajak Rana untuk ikut mereka? Apa tidak salah tuh? 

"Kalian ngajak aku?" tanyanya heran. 

"Iya, kalo lo mau ya ayo, kalau nggak ya nggak papa." Nadya menjawab. 

"Ikut aja lah. Itung-itung cuci mata. Biar nggak Shaka mulu yang lo lihat, emang mata lo nggak sepet? Ya meskipun doi memang ganteng sih." Intan tau-tau tertawa. Lucu juga mereka. 

“Emang nggak papa kalau aku ikut? Kalian nggak terganggu?” 

Bukan tanpa alasan Rana menanyakan ini. Pasalnya memang Rana jarang akrab dengan teman-temannya, terutama yang cewek. Kalau cowok rata-rata mendekati Rana untuk tujuan lain. Cuma Shaka yang dekat dengannya murni untuk berteman.

“Emang kenapa? Mumpung nggak sama Shaka tuh, jalan sama kita aja. Kalau sama Shaka mah sungkan gue mau ngajak lo kemana-mana, kesannya mau ngedeketin dia, ya nggak sih?” Intan menoleh pada Nadya. Berharap Nadya juga satu suara dengannya.

“Halah, emang lo pengen deketin Shaka kan.” Nadya mencibir. Intan tertawa kembali.

“Hehe, udah yuk. Gimana Rana? Mau nggak?”

"Boleh deh."

Akhirnya, Rana pergi bersama dengan kedua temannya ini. Mereka berjalan kaki. Untungnya jarak antara fakultas mereka dengan FEB juga tidak terlalu jauh. 

Begitu masuk fakultas langsung terlihat bocah kinyis-kinyis, cantik ganteng putih nan menggemaskan. Benar-benar tipikal anak bisnis. 

Rana manggut-manggut. Cocok memang Aksa masuk sini. Aksa juga bisa dibilang sangat tampan dan seksi. 

Waduh, itu yang terakhir tolong dilupakan saja karena Rana malu. 

"Aku ke toilet dulu ya.” Begitu menemukan tempat duduk yang enak, Rana pamit ke toilet. Ia berjalan sendiri menuju ke gedung terdekat dari gazebo tempat mereka duduk.

Tak sadar, sedari tadi ada yang memperhatikan mereka semenjak mereka masuk ke fakultas itu. Begitu melihat Rana yang kini berjalan sendiri, Ia mengikuti gadis itu. Berjalan perlahan hingga Rana tak menyadari jika sedang diikuti.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!