( Typherus, 450 tahun yang lalu )
Di sebuah ruangan yang gelap, seorang perempuan dengan hanfu berwarna merah kecoklatan diikat pada sebuah tiang batu yang menjulang di atas simbol batu bintang Shoecha.
Darah segar mengalir dari kaki kirinya yang sengaja di sayat dengan sebuah parang yang terbuat dari perak, jatuh tepat mengenai inti dari simbol bintang Shoecha.
Lelaki itu, orang yang sedang tersenyum di bawah sana, seorang Demon bernama Lord Izac Manifarius Liata, dia telah melakukan ritual terlarang permintaan perjanjian darah pada Sang Jiwa Kegelapan, hanya karena ambisi bodohnya yang ingin menguasai seluruh lapisan dunia.
Membangkitkan Sang Jiwa Kegelapan dengan darah murni keturunan Lord Glenfate Enola Karafi, Penguasa dari Shoecha, Negri di atas seluruh belahan dunia yang sekarang telah pecah berkeping-keping. Sang kakak dari Brustafira Enola Karafi, Sang Jiwa Kegelapan yang sesungguhnya.
Hingga tak lama kemudian, sepasukan dengan busana khas paduan warna putih dan kuning datang menggempur Typherus. Menghancurkan Istana kecil kegelapannya yang jauh tersembunyi di dalam sebuah hutan yang tak pernah terjamah oleh cahaya.
Sesaat setelah itu, pertempuran besar antara Negri Atas dan Negri Bawah-pun meletus. Auranya menguar merusak lingkungan sejauh mata memandang, pertarungan masih berjalan seimbang selama beberapa hari.
Prince Teriovalefi, putra dari seorang Dewa Negri Atas, berhadapan dengan Lord Izac, seorang Demon bawahan berkekuatan tinggi dari Negri Bawah. Menciptakan sebuah legenda kelam yang kelak akan terus diingat oleh makhluk dari klan maupun golongan Negri manapun.
Hanya karena sebuah ambisi, dan pembalasan atas cinta.
Aku sedang berada di, em... Sebuah hutan, mungkin.
" Shyuuuttt... Jlep!"
" Ah," aku menutup kedua telingaku dan spontan saja berjongkok. Apa-apaan ini.
Sebuah tombak melesat melewatiku, aku menatap sekitarku dengan awas. Ini adalah, medan pertempuran... Sungguhan...
" A!..." Teriakku saat seorang pria tampan bersayap putih kekuningan menghempaskan pedangnya ke arahku.
" Ting! Ting ting, ting. Slesh!!" Aku membuka mata, menatap ke arah atas. Pria tampan bersayap putih kekuningan itu sedang bertarung dengan seorang pria serba hitam yang tidak lebih tampan darinya.
Aku kembali berdiri, dan masih baik-baik saja. Tak tersentuh sama sekali. Ya, aku masih baik-baik saja. Apa ini seperti sebuah kilas peristiwa? Sedang berada di mana aku sebenarnya?
Banyak makhluk-makhluk aneh bertarung dengan cara yang tidak manusiawi. Bau anyir darah menguar ke udara, tanah hutan menjadi becek. Penuh dengan cairan berwarna merah kental dan hitam pekat. Sumpah, keadaan ini, benar-benar membuatku sangatlah mual.
" Ternyata, kemampuanmu cukup bisa ku acungi jempol, Prince. Tapi jangan harap kau akan bisa lepas dariku setelah semua ini kau mulai! Hya..." Si pria serba hitam memukul maju.
" Heh, aku tidak akan pernah sekalipun berencana untuk mengganggu, jika saja kau sendiri tidak mencoba untuk mencari gara-gara dengan mengambil mateku, bangsat!!! Luka, harus kau bayar dengan luka pula! Dan lukanya, adalah beratus-ratus kali lipat luka yang akan ku hadiahkan untukmu," si pria tampan bersayap cerah itu tak menyerah sedikitpun. Terus berusaha mengimbangi kekuatan lawan.
" Baiklah, kalau begitu, maka kerusuhan yang telah menghancurkan Negri-ku, juga harus dibalas dengan kehancuran duniamu, matilah!" Teriak si pria serba hitam.
" Qaussy Thunder!" Teriak si pria tampan, kemudian sebuah cahaya berkumpul membentuk sebuah busur besar dengan paduan dua warna penuh wibawa itu.
Setiap sudut hutan nampak kelam, daerah ini seperti telah lama tak pernah tersentuh oleh cahaya matahari. Peperangan yang tidak ku tau apa pemicunya ini belum juga menunjukkan tanda-tanda akan usai.
Saat aku menengadah menatap langit yang gelap, sekawanan burung terlihat terbang mendekat, menukik turun.
Tapi, saat kawanan burung-burung itu kian mendekat, ternyata aku salah. Sekawanan itu adalah orang-orang bersayap dengan busana paduan silver, hitam, dan putih bersih, sangat gagah. Jumlahnya sekitar tujuh orang. Bukan sekawanan burung seperti dugaan awal ku.
Beberapa orang berbaju cerah yang hampir sewarna dengan si pria tampan memberikan isyarat penghormatan dengan kekaguman yang nyata. Mungkin mereka adalah sekutu. Termasuk si pria tampan juga.
" Jduk!" Pria serba hitam itu menghantam si pria tampan dengan keras dalam kelengahannya.
" Blaarrr!!! Gluduk gluduukkk, jdyeerr!!!" Aku kembali menengadahkan kepala keatas. Langit yang tadi terlihat sekelam malam dengan warna biru pekat, perlahan menghitam. Petir-petir menyambar dengan hebat.
Kepulan asap hitam berkumpul menyelimuti tubuh pria serba hitam itu, dan membuat seakan-akan pusat kekuatan mengerikan itu adalah dari dalam dirinya.
Pria tampan yang menurutku sangat mirip dengan Kak Alberta itu tengah mencoba untuk bangun. Tunggu... Tadi aku mengatakan bahwa pria itu mirip dengan Kak Alberta?
Aku menatapnya lebih awas. Dan, ya, memang seperti itu adanya. Kepalaku sudah sangat pusing. Semua ini benar-benar membingungkan.
" Kita terlambat," aku menoleh kepada salah satu dari tujuh orang yang menurutku kembar itu, ada nada penyesalan dari cara bicaranya.
" Sang Jiwa Kegelapan menerima permintaan perjanjian darah dari Lord Izac Manufarius Liata, tepat saat gerhana matahari total 1000 tahun tengah terjadi," sambung yang lainnya.
" Hmm... Ternyata perkiraan kita salah, jika harus menunggu lahir seorang bayi pada setiap gerhana matahari total 1000 tahun untuk bertemu dengan sang jiwa kegelapan..." Komentar yang lain lagi, terdengar sedikit sombong menurutku.
Matanya menatap sesuatu yang aneh, seorang perempuan. Dia berada di dalam area pertempuran, tapi tubuhnya masih terlihat baik-baik saja.
Dan lagi, perempuan itu terlihat seperti sebuah bayangan, atau mungkin sebuah jiwa, sangat tidak asing di mata Leader para Knight itu.
" Baiklah, saatnya bertarung, teman-teman," yang itu terdengar cukup bijaksana. Dia tersenyum ke arahku. Tidak-tidak! Tidak ada seorangpun yang tau keberadaanku di sini.
Laki-laki itu memiliki rambut berwarna putih bersih sepanjang pinggang. Rahangnya keras dengan hidung mancung dan kulit putih. Tubuhnya terlihat tegap, sepertinya dia adalah Leader dari tujuh manusia bersayap itu. Tatapannya sangat tajam membunuh, tapi juga terasa lembut dengan pancaran aura seorang pelindung.
" Blar!!!" Aku menoleh ke arah sumber suara, terbelalak kaget, mungkin juga mereka semua yang ada di sini. Karena pertempuran mendadak berhenti sesaat.
Aura yang sangat mematikan, aku bisa merasakannya juga. Belulangku rasanya melemah dengan sendirinya. Orang-orang berbaju cerah yang menyebar di tiap penjuru hutan melonglong keras kesakitan tanpa sebab jelas. Tapi bisa jadi juga karena aura membunuh ini.
Aku menutup telingaku rapat-rapat, mereka semua terus berteriak dan satu persatu mulai tersungkur.
Aku mengalihkan tatapanku kepada si pria tampan yang sekarang telah kembali berdiri dengan sempurna, dia memejamkan mata. Lalu keluar sinar dari tubuhnya menyelimuti orang-orang berbaju cerah yang sudah banyak terjatuh kesakitan.
Sebuah cahaya dengan volume lebih besar mengarah ke langit-langit, menyatu dengan cahaya keputihan yang berasal dari tujuh manusia bersayap, berbaur dengan aura mematikan dari si pria serba hitam yang sekarang telah berubah menjadi seorang sosok yang sangat mengerikan dengan sayap hitam yang membentang lebar.
Apakah ini yang mereka maksud Sang Jiwa Kegelapan? Sosok di balik pria serba hitam yang mereka panggil Lord Izac itu? Sangat menyeramkan.
Orang itu menyeringai keras penuh kemenangan. Tawanya pecah seakan dia percaya bahwa kemenangan ada di dalam genggamannya.
" Slash!!"
" Brakkkk!" Sang Jiwa Kegelapan mengayunkan tangannya ringan ke arah pria yang menurutku sangat mirip dengan Kak Alberta, membuatnya terbanting jauh, memutus cahaya yang berusaha ia keluarkan untuk mempertahankan nyawa sekutunya dan mengusir aura kegelapan yang memenuhi seluruh tempat ini.
" Sts... Ah... A!!.." Aku berlari mendekatinya, dia masih berteriak kencang dengan suara yang sarat akan rasa sakit.
Dadaku berdebar sangat kencang, dia tidak lagi mirip dengan Kak Alberta, tapi...
" Prin... Cess... Apa itu, benar kau? Var, Var, iella... Eh," air mataku mengalir, darahku berdesir keras mengalir ke jantung dan otakku.
Dia melihatku, mengenaliku,
" Kak Al?" Ucapku, tanganku terangkat hendak membelainya yang tengah kepayahan. Barusan dia memanggilku.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 61 Episodes
Comments