" Aku bahkan baru tau, bahwa dibalik otak jeniusmu itu, ternyata tersimpan kebodohan juga. DIA MENYUKAIMU! KAU DENGAR? DIA MENYUKAIMU, AESYEL VARIELLA QUENNER!..."
Tanpa ku sadari aku tersenyum mengingat perkataan Falisya beberapa waktu yang lalu.
" Bodoh," gumamku, akhirnya aku kemari juga. Setelah ku timang-timang memang tidak ada salahnya, toh, aku juga sangat penasaran, apa yang sebenarnya Alberta itu inginkan dariku.
Aku berhenti ketika melihat seorang laki-laki yang memiliki ciri-ciri seperti yang disebutkan Falisya tadi, dia, tiga meter di depanku. Pria bertubuh tinggi dengan rambut kecoklatan, berdiri santai dengan setengah bersandar pada sebuah pohon akasia, membelakangiku.
" Alberta," panggilku lirih hampir tak mengeluarkan suara, takut salah, tapi ternyata sukses membuat pria itu menoleh. Dia menatapku dalam. Manik mata hitam kelam itu, terlihat seperti malam yang kesepian. Tapi, terasa begitu hangat...
Jantungku entah mengapa terus berdebar keras tanpa komando. Ini seperti... Aku mengangkat tanganku, mengelus bagian dadaku yang tiba-tiba saja terasa sesak.
ALBERTA
Aku menoleh ketika sebuah suara yang terdengar ringan seperti kapas memanggilku lirih. Suara yang benar-benar aku ingat siapa pemiliknya meski telah lama sekali sejak terakhir kali aku mendengarnya mengucapkan kata " selamat tidur, Kakak," kala itu.
Dan, yang ku dapati sekarang adalah, seorang perempuan bersurai hitam panjang yang sengaja di ikat ke belakang, dengan tatapan acuh dan kesan peduli secara bersamaan. Iris mata coklat yang umum itu...
Lebih tepatnya, satu hal yang membuatku yakin meskipun dia berbeda, yaitu, wangi laut dan angin basah musim gugur yang menenangkan darinya. Lemah, tapi berhasil membangkitkan indra penciumanku yang sangat baik.
Dan, hal yang membuatku tercekat untuk sesaat, di puncak kepalanya, di sana terdapat sebuah cahaya berwarna biru terang yang auranya tidak begitu pekat. Segel itu benar-benar nyata. Tidak salah lagi.
Aku melangkah maju mendekatinya. Tatapannya masih terkunci dalam tatapanku. Tidak ada pergerakan cukup berarti dari gadis itu. Dan, aku memeluknya, menumpahkan segala kerinduan yang selama ini telah berhasil mengoyak dalam jiwaku.
Flash back on.
Typherus, merupakan kawasan di bawah naungan Lord Faizal Licia Albikairi, Kerajaan Havricaslia, Negri Bawah.
Dan sekarang, tepat di bawah cahaya bulan purnama pertama tahun ini, suara erangan-erangan menyayat menguar ke udara.
Mengabarkan setiap kematian dengan bau anyir yang lekat dalam penciuman. Tak ada lagi kata ampun. Yang ada hanyalah HIDUP, atau MATI.
Aku menggertakkan rahangku, menatap nyalang pada segerombol makhluk-makhluk keji yang menjijikkan itu.
Aku muak dengan pertempuran " najis" ini. Sampai kapanpun, para makhluk Negri Bawah memanglah seperti itu di mata kami para keturunan Dewa Dewi Negri Atas, dan para Knight penjaga keseimbangan seluruh dunia.
Baru kali ini aku terlihat lebih berambisi untuk menang, dari pada bersemangat untuk melindungi keseimbangan dunia.
Ya, semua ini ku lakukan deminya. Demi orang yang sekarang mungkin sedang dalam keadaan tidak baik-baik saja di dalam sana.
Aku terus bergerak untuk memukul maju. mendobrak pertahanan lawan di dalam kandang mereka sendiri.
Mungkin, jika para makhluk Negri Atas sedang melihatku sekarang, mereka pasti akan meragukan bahwa aku adalah putra dari Dewa Hujan, Prince Alberta Haygo Arfakas.
Bahkan sekarang, mungkin aku bisa di katakan lebih mirip seorang Demon dari pada putra seorang Dewa yang bermartabat di lihat dari caraku membinasakan makhluk-makhluk konyol itu dengan membabi buta dan brutal.
Yah, sebenarnya hidupku sangatlah simple. " LAWAN" atau " KAWAN". Aku akan melindungi, atau mencabut kehidupan mereka meski dengan nyawaku.
" Ha ha ha... Salam hormatku pada Prince Teriovalefi, Alberta Haygo Arfakas. Maaf, tapi sepertinya anda telah salah memilih cara untuk mati, paduka. Tapi tidak papa, baiklah, anda hanya perlu sedikit menahannya. Karna rasanya akan sangat sakit,"
Dia menundukkan badannya sebentar, lalu menatapku dengan tatapan mengintimidasi. Cih! Kau pikir aku adalah rusa yang sedang berhadapan dengan harimau lapar tidak tau diri?
"Persetan!"
" Kata-katamu benar-benar telah sukses membangkitkan nafsuku untuk mencabik-cabik daging busuk di hadapanku ini, lalu mencopot kepalanya dengan bengis agar lepas dari tubuh rongsokanmu itu, Lord Izac Manifarius Liata," ucapku datar, namun sarat akan amarah.
" Oh, sungguh, aku baru tau, bahwa ternyata cerita tentang Prince Teriovalefi yang bermartabat, terhormat, baik hati, dan berbudi luhur, serta ramah tamah kepada siapapun itu hanyalah omong kosong belaka.
" Nyatanya, dia sama beringasnya seperti kami. Makhluk Negri Bawah yang tercela. Dan juga tidak memiliki tata krama untuk menghormati tuan rumah saat bertamu." Katanya masih dengan sopan, namun terlihat memuakkan.
" Ya, aku seperti yang kau sebutkan di atas memanglah hanya omong kosong belaka, jika itu harus berhadapan dengan orang-orang yang telah melukai MATE-ku!"
Bibirku bergetar ketika aku menyebut kata " mate" dengan lantang. Darahku mengalir cepat, dadaku-pun bergemuruh kencang.
" Aku tidak melukainya, Prince... Aku hanya ingin membantunya agar bisa tidur dengan tenang tanpa harus memikirkan kembali betapa semrawutnya hubungan antar dunia ini,"
"Cih," aku berdecak tak sabar, marah. Seper sekian detik kemudian, aku berlari maju untuk menyerang. Begitu pula dengannya. Aku sudah tidak lagi peduli dengan apapun.
Aku sudah tidak tahu menau tentang keadaan di sekitarku, atau bahkan keadaan prajurit-prajurit Teriovalefi yang berada di bawah kuasa perintahku. Aku kalap. Penuh dengan amarah dan ambisi.
Yangku tau saat ini adalah, bahwa mateku sedang dalam bahaya, dan orang-orang di hadapanku ini adalah orang-orang yang sangat harus bertanggung jawab atasnya.
Flash back off.
" Aku merindukanmu, mine..." Ucapku lemah, dia tidak berubah, hanya saja, hazel biru itu sudah tidak ada, begitupun dengan surai biru laut senada yang dulu sangat ku sukai.
Tapi semua itu bukan lagi menjadi masalah, selagi dia masihlah Variella yang telah di takdirkan menjadi mateku. Variella yang selalu menyita fokus fikiran dan perasaanku dalam menghadapi sesuatu.
Variella yang telah berhasil membuatku jatuh begitu dalam. Variella yang telah berhasil membuatku hancur menjadi berkeping-keping akhir-akhir ini. Dan Variella, yang selalu bisa membuatku merasa hidup, sekalipun itu di dalam rasa kematian.
Bahagia.
Aku tak merasakan gejolak apapun dari dalam dirinya, tapi aku juga tidak merasakan penolakan, meskipun dia sempat terkejut, dan tak kunjung membalas pelukanku.
Variella, aku datang, sekarang aku di sini, untuk membawamu kembali.
Kembali ke tempat kita seharusnya bisa bersama dengan bahagia. Kembali ke tempat di mana seharusnya kau berada. Kembali ke rumah yang di sana semua orang menunggumu selama sekian lamanya.
Tanpa kusadari, ternyata beginilah perasaan kecilku terhadapnya selama ini. Aku, yang amat sangat peduli kepadanya, hingga untuk melepaskan pelukan ini saja rasanya aku tak rela.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 64 Episodes
Comments