Hasrat Terlarang Cinta Beda Kasta
Pov: July
Mataku terbelalak melihat bangunan 3 lantai bercat abu - abu kombinasi hitam bergaya minimalis modern, aku memang pernah mendengar dari Ibu kalau Ibu bekerja di rumah mewah, tapi rumah majikan Ibuku ini melebihi bayanganku, entah mereka bekerja sebagai apa karena Ibuku pun tak pernah menceritakannya, tapi kalau melihat rumah dan kendaraan yang berjejer rapi di garasi belum yang di terparkir di halaman depan, sudah pasti majikan Ibu adalah orang super kaya raya
“Waahhh” lagi - lagi aku dibuat takjup begitu masuk ke dalam rumah majikan Ibu meskipun lewat pintu belakang, ornamen mewah sudah terlihat mulai dari bagian dapurnya
Beberapa orang berseragam seperti Ibu menyapaku ramah, kebanyakan umurnya sebaya Ibu hanya beberapa orang saja yang tampak lebih muda
“Cepetan jalannya, Jul!” Titah Ibu padaku, aku cepat - cepat menyamakan langkahku dengan Ibu menuju ke jejeran ruangan dengan pintu yang sama, Ibu membuka salah satu pintunya dan masuk ke dalam, tas berbahan parasut tipis milikku yang berat turut ia geret paksa
“Jul, jangan bengong aja! Masuk!” Bentak Ibu, kelihatannya sudah mulai jengkel karena aku sibuk melihat ke kanan ke kiri mengamati tempat yang akan jadi hunianku untuk sementara, kalau Ibu sudah bermuka masam begitu aku tak berani membantah lagi, kakiku ku langkahkan masuk
“Ini kamar Ibu?” Tanyaku setelah melihat isi ruangan yang di dalamnya ada tempat tidur, lemari, dan kipas angin, serta satu buah meja tulis lengkap dengan kursinya itu
“Iya, sekaligus akan jadi kamar kamu mulai hari ini!” Sahut Ibu, setelah sekilas melihat Ibu yang sedang memindahkan bajuku ke lemari aku lantas sibuk lagi memindai sekitar kamar yang jauh lebih bagus dari kamarku di kampung
“Jul, mandi dan ganti baju dulu! Pakai bajumu yang paling bagus, Nyonya dan Tuan Azhari ingin bertemu denganmu!” Perintah Ibu, aku mengangguk mengiyakan meskipun rasanya aku belum sanggup bertemu dengan Tuan dan Nyonya besar itu, kalau boleh aku ingin berbaring dulu sebentar meluruskan kaki dan punggungku yang pegal setelah menempuh perjalanan 12 jam menggunakan kereta, tapi lagi - lagi melihat wajah Ibu yang tak bersahabat nyaliku ciut, ku seret kakiku menuju lemari tempat Ibu menyimpan barang - barangku tadi, handuk kumel itu aku bawa serta bersama baju ganti dan peralatan mandiku
“Ayo… Ibu antar ke kamar mandi bersama!” Tutur Ibu mulai melunak kembali ketika melihatku sudah siap untuk mandi, kami berdua lalu keluar dari kamar Ibu itu lalu berjalan menyusuri koridor melewati kamar - kamar pembantu yang lain
“Ini kamar mandinya, Jul! Kamar mandi ini untuk semua pembantu, hanya ada dua kamar yang memiliki kamar mandi di dalam yaitu kamar kepala pelayan dan kepala koki” Jelas Ibu, aku hanya mengangguk - angguk tak antusias karena rasa lelahku yang melanda
“Mandi yang cepat! Tuan dan Nyonya Azhari tak suka menunggu lama, jangan sampai hari pertama bertemu mereka kau sudah memberikan kesan yang tidak baik!” Pesan Ibu, lagi - lagi aku hanya mengangguk dan cepat - cepat masuk ke kamar mandi
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Ruangan yang ku masuki itu tampak gemerlapan dan mewah, lantainya berkilau indah dan tanpa sekat, lampu kristal super besar tergantung indah di ruangan yang sangat luas itu, karena terkagum melihat rumah aku tertinggal jauh di belakang Ibu
“July!!!” Pekik Ibu setengah berbisik, aku tahu Ibu kesal padaku karena wajah Ibu memerah dan tangannya mengepal membentuk tinju, Ibu memang selalu gampang marah padaku, bahkan kenanganku di dominasi dengan kemarahan Ibu, Ibu jarang sekali membelaiku atau menatapku dengan kasih sayang meskipun kami sering sekali berjauhan karena Ibu harus bekerja, tapi aku tahu kalau jauh di lubuk hatinya Ibu sayang padaku, aku percaya itu.
Aku menyegerakan langkah, mensejajarkannya dengan Ibu
“Sakit Bu” Rintihku saat Ibu mencubit tanganku cukup keras, berbekas merah.. kebiasan Ibuku memang, memukul atau mencubit ketika aku tak segera menuruti keinginannya
“Dengar Jul, ini bukan rumahmu! Di rumah ini kau tak bisa seenaknya, apalagi menyangkut Tuan dan Nyonya besar! Begitu mereka memanggilmu kau harus segera datang tak peduli apa pun yang sedang kau lakukan, mengerti?!” Bisik Ibu, tak peduli air mataku yang jatuh karena cubitannya barusan, bukan sakitnya yang membuatku menangis tapi bagaimana Ibu menyambut putri yang tak ia temui hampir 3 tahun lamanya, jangankan pelukan sayang.. aku malah menerima perlakuan kasarnya
“Kau mengerti tidak?” Sentak Ibu melihatku bungkam, “Ini apalagi, ngapain kamu nangis - nangis segala?” Cerocos Ibu sambil mengusap air mataku dengan kasar, aku yakin pipiku sedikit memerah sekarang.
“Iya Bu, aku mengerti” Sahutku patuh, obat untuk kemarahan Ibuku, dan benar saja kesalnya Ibuku mereda, bibirnya melengkungkan senyum
Saat pintu besar itu dibuka, suara musik klasik mengalun pelan dan lembut berlomba dengan suara derap sepatu para pelayan yang sedang menyajikan makanan di meja makan panjang, seorang pria paruh baya berkaca mata fokus membolak balik halaman koran di tangannya di kursi ujung meja makan, di seberangnya duduk wanita paruh baya yang masih terlihat sangat cantik, dagunya terangkat dengan sebelah tangan memegang cangkir teh, sebelah tangannya lagi mengelus - elus anjing kecil berbulu lebat
Melihat kedatanganku dan Ibu, seorang pelayan wanita dengan setelan seragam yang rapi menoleh sebentar, lalu menghampiri Nyonya yang aku yakini adalah Nyonya Azhari
“Jul, jangan berani - beraninya menatap Tuan dan Nyonya! Itu pamali di rumah ini!” Sengit Ibu mendapati aku yang sedang mempelajari para penghuni rumah, aku sontak tertunduk tak ingin mendapat cubitan yang kedua
“Anakmu sudah datang ternyata Bu Mar?” Suara Nyonya itu terdengar lembut namun sedikit angkuh, sayang sekali aku tak bisa melihat wajahnya ketika berbicara karena aku masih juga menunduk
“Iya Nyonya, baru saja datang” Sahut Ibuku, setelah itu aku merasakan tanganku ditarik Ibu, langkahku cepat mengikuti, tak lama sudut mataku melihat Ibu duduk melantai tak jauh dari tempat kursi Nyonya itu, aku yang masih berdiri ini turut ditarik Ibu untuk duduk di lantai
“Ini July? Dia pernah datang kesini waktu Marco ulang tahun yang ke - 7 bukan?” Suara seorang pria yang aku yakini adalah Tuan Azhari, dia menyebut nama Marco yang tak lain adalah anaknya, pria kecil tampan yang aku ingat samar - samar dulu
“Iya betul Tuan, ini anak saya July” Sahut Ibuku begitu lembut dan sopan, nada bicara yang tak pernah ku dengar seumur hidup
“Wah kau sudah besar, July” Ucap Tuan Azhari, aku menggangguk tapi tetap tertunduk sesuai titah Ibu
“Lihat lawan bicaramu ketika diajak ngomong! Tidak sopan… “ Sambar Nyonya Azhari, Ibu spontak menyikutku
“Ma…. “ Ucap Tuan Azhari, bijak sepertinya, mendapat pertanda dari Ibu aku mendongak pelan - pelan lalu menatap Nyonya dan Tuan Azhari itu bergantian sambil mengangguk sesopan yang aku bisa
Bisa kulihat ekspresi sewot di wajah cantik Nyonya Azhari, namun sebaliknya dengan wajah Tuan Azhari ia begitu tenang
“Pa, apa nanti tidak akan jadi masalah? Kau lihat kan.. dia cantik! Bagaimana kalau Marco… “ Gumam Nyonya Azhari tapi tetap terdengar olehku dan bahkan semua orang disitu, maklumlah jarak kursi Nyonya Azhari dan Tuan Azhari cukup jauh, berseberangan
“Apa Ibumu sudah memberi tahu apa tugasmu disini, July?” Tanya Tuan Azhari mengabaikan pertanyaan istrinya, akumengangguk belum berani membuka suara, Tuan Azhari lalu manggut - manggut setelah itu ia memberi kode pada wanita berseragam rapi tadi, seperti sudah di atur sebelumnya wanita itu meraih sebuah map yang terletak di meja kecil di belakang Tuan Azhari, lalu menyodorkannya pada Tuan Azhari
“Ini adalah berkas - berkas yang kau perlukan untuk masuk sekolah nanti, disitu sudah ada bukti pembayaran yang bisa kau pakai untuk mendapatkan seragam sekolah dan buku - bukumu!” Tutur Tuan Azhari, tangannya terulur menyodorkan map itu padaku, pinggangku lagi - lagi mendapat sikutan Ibu, aku yang masih bingung kenapa Tuan Azhari yang membayar uang sekolahku segera bangkit dan berjalan mendekat meraih map dari tangan Tuan Azhari
“T - Terima kasih Tuan” Ucapku gugup, aku lalu kembali ke sebelah Ibu, melantai seperti tadi, map di tanganku ke pandangi lamat - lamat, dan betapa terkejutnya aku melihat map bernamakan Bintang Pelajar International School, salah satu sekolah swasta termahal yang aku tahu, tapi kenapa Tuan Azhari memberikan map ini padaku? Ah mungkin hanya mapnya saja yang bekas Marco, gumamku dalam hati
“Aku dengar dari Ibumu kalau kau sangat pintar, July.. aku harap kau tak akan membuatku dan Marco malu di sekolah nanti!” Tambah Tuan Azhari, aku semakin dibuat bingung dan penasaran ingin cepat - cepat membuka isi map itu, apa aku memang disekolahkan disana? Kalau iya, kenapa Tuan Azhari sampai repot - repot mengeluarkan uang yang tak sedikit untukku?
“July!” Bisik Ibu menegurku yang tak menyahut omongan Tuan Azhari
“I - Iya Tuan, saya selalu mendekati ranking pertama dari sekolah dasar dulu!” Jawabku
“Bagus! Kalau begitu tak sia - sia kami mengeluarkan uang untuk sekolahmu, ingat July.. kau harus membuat Marco menjadi peringkat pertama, aku tak mau di dikalahkan oleh siapa pun terutama putra keluarga Walton!” Tegas Nyonya Azhari
“Ma, sudah ku bilang kau jangan menganggap keluarga Walton saingan, kau harus ingat siapa mereka!” Kesal Tuan Azhari, Nyonya Azhari menghela napasnya membuang amarahnya yang tersulut
“Ya.. ya… kau sudah bilang berkali - kali Pa! Tapi…. “ Lanjut Nyonya Azhari
“Ma!” Sentak Tuan Azhari membungkam istrinya, alis Nyonya Azhari menukik tajam saking kesalnya, sebelah bibirnya terangkat hendak berucap lagi tapi melihat wajah suaminya yang murka ia urung melanjutkan
Tuan Azhari lanjut menjatuhkan pandangannya pada Ibuku, “Aku rasa kau belum menjelaskan dengan rinci apa tugas July disini Bu Mar! Pergilah, dan jelaskan pada July apa saja kewajibannya menjadi pendamping Marco sebelum kau pulang!” Titah Tuan Azhari
“Baik Tuan, saya permisi” Sahut Ibuku tanpa berargumen apa pun lagi, Ibuku beringsut mundur, lalu bangkit dan berjalan keluar, aku patuh mengikutinya
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
“Apa maksudnya ini Bu?” Cecarku pada Ibu begitu kami sampai di kamar Ibu dan setelah aku membuka isi map yang ternyata adalah bukti pembayaran uang masuk sekolah mahal itu dan beberapa formulir yang sudah di tanda tangani Tuan Azhari
“Loh kok malah nanya itu maksudnya apa? Itu artinya kamu sekolah disitu Jul!” Sahut Ibu sambil membuka lemari dan mulai mengeluarkan baju - bajunya dari sana, entah untuk apa
“Apa maksud Tuan Azhari dengan menyekolahkanku di tempat mahal Bu? Bukannya Ibu menyuruhku untuk pindah sekolah karena Ibu ingin menyekolahkanku disini agar bisa dekat dengan Ibu? Tapi kenapa justru Tuan Azhari membiayaiku di sekolah mahal?” Cecarku lagi, aku jelas curiga dengan tindakan Tuan Azhari begitu pun tingkah laku Ibu
“Tadi kan Tuan Azhari sudah bilang kalau kau akan jadi pendamping Tuan muda Marco, Jul!” Jawab Ibu tanpa melihatku, tangannya sibuk menata - nata baju - bajunya
“P - pendamping?” Tanyaku, pikiranku berlayar ketika mendengar kata pendamping, melihat wajahku yang kebingunan Ibu tiba - tiba saja tertawa terbahak
“Ahahha… apa yang kau pikirkan July? Apa kau pikir Tuan Azhari akan menikahkanmu dengan Tuan muda Marco begitu? Itu yang ada dalam pemikiranmu tentang pendamping, kan?” Olok Ibuku dengan tawanya yang semakin keras
“Astaga.. July… July… kamu pikir Tuan dan Nyonya mau punya menantu kere seperti kamu? Anak pembantu pula!” Tandas Ibu, kepalanya menggeleng - geleng belum puas dengan olokannya padaku
(Bersambung)…
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 102 Episodes
Comments