“Lantas apa maksudnya aku menjadi pendamping Tuan Marco, Bu?” Cecarku lagi, aku tak peduli meskipun kaki Ibu mondar mandir berjalan kesana kesini, memasukkan barang - barangnya ke dalam sebuah koper besar, aku belum fokus kesitu karena dari yang ku ingat aku dijanjikan untuk pindah sekolah dan melanjutkannya disini sambil membantu Ibu, hanya sementara saja sampai aku lulus
“Pendamping itu artinya kau melayani Tuan Marco di sekolah, posisimu tetap pembantu tapi tempatnya di sekolah, Jul! Kau harus pastikan semua kebutuhan Tuan Marco di sekolah terpenuhi, termasuk urusan tugas sekolah dan nilai sekolahnya!” Sahut Ibu tanpa ada perasaan bersalah sedikit pun meskipun melihat aku yang sudah terduduk lesu
“Ini tak seperti yang Ibu janjikan padaku, Bu!” Ucapku lirih, aku meremas map di tanganku, setetes dua tetes air mata mulai membasahi map itu, membuatnya semakin lecek
“July!!!!” Sentak Ibu sambil merebut map itu dari tanganku, “Kau harusnya bersyukur bisa sekolah di tempat mahal seperti Jul! Tidak semua orang punya kesempatan seperti kamu!” Sengit Ibu sambil merapi - rapikan map, lalu mengeluarkan isinya memastikan tak ada yang rusak
“Aku tak mau, Bu! Untuk apa aku sekolah kalau nantinya semua jerih payahku malah untuk prestasi orang lain?!” Tegasku, aku lalu mendekati Ibu dan memegang tangannya, aku yakin saat itu wajahku sudah memelas, “Tolong Bu, sekolahkan aku di tempat biasa saja, yang sangat sederhana pun ga apa - apa Bu, yang penting aku bisa menimba ilmu agar bisa memperbaiki kehidupan kita Bu, aku mohon” Pintaku mengiba
Ibu dengan kasar menepis tangannya, “Kau pikir uang yang Tuan dan Nyonya Azhari keluarkan untuk sekolahmu itu bisa kembali, hah? Lantas kalau mereka minta ganti rugi pada kita bagaimana Jul?! Biaya sekolah disana sangat mahal, entah Ibu harus bekerja berapa tahun untuk menggantinya! Apa kau tega pada Ibu, Jul?!” Giliran Ibu yang memasang wajah memelas
“Aku akan bekerja Bu, aku akan mencicil kerugiannya!” Janjiku antusias, aku berdiri di depan Ibu menatapnya penuh keseriusan
“July!” Sentak Ibu, aku sampai menciut di uatnya, “Apa salahnya kalau kau berkorban sedikit membalas jasa Ibu? Bertahun - tahun Ibu bekerja untuk menghidupimu di kampung, apa kau tak ingin berbakti sebentar saja untuk Ibu?” Mata Ibu membolat sempurna dan mulai memerah, aku menunduk menyembunyikan ketakutanku karena biasanya kalau sudah begitu akan ada tamparan atau pukulan untukku
Dan benar saja, plak…
Ibu menghantam pipiku dengan telapak tangannya, aku terhuyung mundur memegangi pipiku yang panas dan perih, aku tak berniat untuk menangis lagi sungguh, tapi air mataku jatuh berderai
“Kau memang seperti Ayahmu, kalian sama - sama tidak bertanggung jawab! Kalian hanya memanfaatkanku untuk kesenangan kalian, begitu aku yang butuh kalian angkat tangan, berengsek!!” Tambah Ibu, lalu kembali melayangkan tamparan padaku di pipi yang satunya
Aku tak kuat, kedua pipiku sangat sakit terutama hatiku, alhasil aku duduk terjerembab di lantai. Aku yakin kalau aku tampak mengenaskan, tapi itu tak membuat Ibu iba.. selesai meluapkan amarahnya, Ibu kembali pada kegiatannya tadi, memasukkan sisa barang - barangnya yang tinggal sedikit ke dalam koper, lantas Ibu menutup kopernya itu dan menggeretnya
“Bu, kau mau kemana?” Tuturku yang kaget Ibu tiba - tiba saja hendak pergi
“Aku akan pulang kampung, dan kau tinggal disini July! aku tak akan lama, hanya beberapa hari saja untuk istirahat!” Sahut Ibu masih sewot
“Tapi Bu, a… “
“July!!!!” Aku belum menyelesaikan kalimatku tapi Ibu sudah membentakku penuh murka, aku menelan salivaku beberapa kali dan refleks menutupi mukaku lagi, aku takut kalau Ibu akan kembali menamparku
“Aku pergi!” Ucap Ibu, lalu terdengar suara roda koper yang ia geret, sedang aku masih bersembunyi dibalik tanganku tak berani menatap Ibu
Braaak..
Suara pintu ditutup kasar pertanda Ibu telah keluar kamar, aku pasrah ditinggal Ibu untuk beberapa hari ini, mungkin Ibu memang butuh istirahat, aku akan bertahan disini dan sepulang Ibu nanti aku akan memohon pada Ibu agar membatalkan perjanjiannya dengan Tuan Azhari.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Suara ketukan pintu membangunkan tidurku, samar aku melihat jam di dinding yang baru menunjukkan jam 4 pagi, aku bangkit lalu berjalan gontai menuju pintu, seorang wanita paruh baya rapi berseragam terlihat begitu aku membuka pintu
“July?” Tanyanya kaku, satu tangannya menenteng baju seragam sepertinya yang digantung
“I - iya” sahutku sekaku Ibu itu
“Bersiaplah, kau harus mempersiapkan keperluan Tuan muda Marco sebelum dia bangun, nanti ada Sari yang akan memberi tahumu apa saja yang perlu kau siapkan, selesai bersiap kau temui Sari di dapur!” Tutur Ibu itu, aku meraih seragam pelayan yang ia sodorkan
“Baik Bu” sahutku sopan, Ibu itu lalu tersenyum singkat dan hendak beranjak, namun baru mau ku tutup pintu Ibu itu berbalik lagi
“July, sabarlah dengan Tuan muda Marco nanti, jangan mencari masalah dengannya, kau mengerti?” Pesannya
“I - iya Bu” Jawabku gugup, membayangkan seperti apa Marco sekarang, pemuda kecil yang begitu mempesona dulu
****
Tak memakan waktu lama untukku bersiap - siap, dalam waktu setengah jam aku selesai melakukan semua rutinitas pagiku, sejak dulu aku memang sudah terbiasa bangun pagi dan menyiapkan semuanya sendiri, hidup seorang diri di rumah membuatku mandiri.
Wanita bernama Sari itu ternyata lebih muda dibanding Ibuku, perawakannya tinggi besar, wajahnya manis dan senyumnya bersahabat, wanita yang selanjutnya aku panggil dengan ‘Kak’ itu terlihat antusias menyambutku
“July?” Sapanya, aku menggangguk sopan, “Ikut aku!” Titahnya, aku manut berjalan di belakangnya yang melangkah tergesa. Sepanjang jalan menuju lantai 2 kamar tempat Tuan Marco berada Kak Sari memberi tahu apa saja yang harus aku persiapkan untuk Tuan Marco, Kak Sari memintaku mencatat di buku kecil yang ternyata sudah ada di saku depan seragam yang aku pakai
“July, Tuan Marco biasanya belum bangun jam segini, tapi kamu tetep harus mempersiapkan semua keperluan sebelum Tuan Marco bangun!” Tutur Kak Sari tepat di depan kamar Tuan Marco, “Jadi kamu harus masuk ke kamarnya sepelan mungkin, buka sepatu kamu di depan agar suaranya tak mengganggu Tuan Marco” Tambah Kak Sari, aku patuh ikut membuka sepatuku setelah Kak Sari
Kak Sari pelan memutar kenop pintu besar itu, mendorongnya ke dalam sepelan mungkin, “Perhatikan yang aku lakukan baik - baik Jul, karena di dalam kita ga boleh bersuara sama sekali, kamu cukup ingat - ingat apa yang ku lakukan!” Ucap Kak Sari sebelum kami masuk ke dalam
Kamar sangat besar itu cahayanya remang - remang, bau maskulin dan udara dingin langsung menyambut kami, sayup ku dengar suara TV dengan volume sedang, aku tak dapat melihat dengan begitu jelas isi kamar karena cahanya yang temaram
Aku ikut berhenti saat Kak Sari berhenti, memperhatikan saat Kak Sari memunguti baju - baju yang berserakan di lantai, jaket, kaus, celana panjang, dan celana dalam… tunggu, pria ini tidur tanpa mengenakan apa pun? Aku bergidik membayangkan harus masuk sendirian menghampiri pria yang sedang tidur telanjang
Kak Sari melanjutkan langkahnya memasuki ruangan lebih dalam, hingga tampak kamar tidur super besar, aku bisa melihat bed cover menggulung yang aku yakini ada Tuan Marco di bawahnya
“Ehhhmmm.. bau apa ini?” Gumamku refleks sambil menutup hidung ketika bau tajam itu menusuk hidung, Kak Sari di depanku langsung menoleh ke belakang dan menempelkan jarinya di bibir, aku sigap menutup mulutku
Kak Sari melanjutkan langkahnya yang pelan tak bersuara melewati tempat tidur king size itu, aku berusaha mengikuti Kak Sari secepat dan sehening mungkin hingga kami sampai di ruangan berisi sekat - sekat yang aku ketahui bernama walk in closet, di ruangan itu dipenuhi banyak sekali baju dengan merk ternama yang tergantung rapi sesuai warna, di sisi lain ada sekat - sekat lain yang berisi tas - tas, di sebelahnya sepatu berjejeran entah berapa puluh pasang, di tengah walk in closet ada meja panjang dengan laci - laci berisi jam tangan berbagai macam warna dan bentuk
“Jul, perhatikan!” Bisik Kak Sari saat ia dengan cekatan akan meraih sehelai kaus, lalu celana, dan terakhir ****** *****. Aku mengingat - ingat betul letak - letak barang Tuan Marco, sesuai dengan yang Kak Sari tunjukkan
Terakhir Kak Sari meletakkan semua barang Tuan Marco di meja depan pintu kamar mandi, menyusunnya sedemikian rapi. Memastikan semuanya sudah tersedia, Kak Sari lalu keluar diikuti olehku.
“Kau sudah ingat semua kan, Jul?” Tanya Kak Sari saat kami sudah berada di luar kamar Tuan Marco
“Sudah Kak” Sahutku, “Yang tadi, maaf ya Mba.. aku ga tahan sama baunya!” Ucapku menyinggung bau yang ku cium dalam kamar Tuan Marco
“Kamu harus membiasakan diri, Jul! Tuan muda Marco memang sering minum, terus pulangnya pagi! Biasanya Tuan Azhari marah kalau Tuan muda Marco minum, tapi mungkin karena lagi libur sekolah makanya dibiarin sama Tuan Azhari” Tutur Kak Sari, aku menggangguk mengerti.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Hampir jam 9 ketika aku diajak Kak Sari untuk menyantap sarapan setelah tadi aku mulai membantu menyiapkan sarapan untuk Tuan dan Nyonya Azhari, hanya menyiapkan saja karena yang menyajikan adalah para pembantu senior.
“July, Tuan muda Marco sudah bangun! Dia mencarimu, cepat!” Ucap seorang pembantu yang tergupuh datang saat aku hendak menyuapkan roti ke dalam mulutku untuk mengisi perut yang sudah keroncongan
“July, bergegaslah! Turuti saja apa maunya Tuan muda Marco, kau tak boleh membantahnya, mengerti Jul?!” Pesan Kak Sari, aku bergegas bangun dari dudukku untuk segera melayani Tuan Marco, sejak di kultuskan sebagai pembantu pribadi Tuan Marco aku memang harus siap kapan pun ketika Tuan Marco membutuhkanku
“Ah i - iya Kak….. “ Sahutku, setengah berlari aku menuju lantai 2, tempat di kamar Tuan Marco berada, aku membenar - benarkan seragamku sebelum mengetuk pintu besar itu, tak ada sahutan seperti pesan dari Kak Sari tadi aku merangsek masuk ke dalam dan berjalan sepan mungkin, sayang salah satu tanganku menyenggol guci di meja kecil
Praaak…
Guci itu pecah berderai, aku gugup terbayang akan seberapa marahnya Tuan Marco
“Fuuuuck!!!! Siapa itu??!!! Suara itu menggelegar membuat lututku semakin gemetaran, tapi mau tak mau aku harus menghadap Tuan Marco, kakiku ku seret mendekati tempat tidur Tuan Marco dengan hati berdebar tak karuan, kepalaku ku tundukan dalam - dalam
“S - saya Tuan” Sahutku sambil tertunduk begitu aku sampai tepat di depan tempat tidur itu, bau minuman masih menguar tajam
“Lihat wajahku kalau bicara!” Sahut Tuan Marco, aku menelan salivaku berkali - kali lalu mendongak pelan - pelan
Pria di depanku ini bertelanjang dada, otot mudanya sudah mulai terbentuk sempurna, rambutnya yang berantakan sedikit gondrong dan ikal, wajahnya putih bersih, matanya sayu dengan manik kehijauan, bulu matanya lentik, alisnya tebal rapi beriringan, entah apa yang terjadi pada hatiku tapi aku menjadi salah tingkah, aku tak sanggup lagi menatapnya, hanya otakku yang bekerja keras mencocokkan wajah Tuan Marco yang 11 tahun yang lalu dengan yang sekarang
Sialnya Tuan Marco justru sebaliknya, matanya memicing menatapku lekat - lekat, lalu ia menggelengkan kepalanya, sepertinya efek mabuknya masih terasa, ia lalu menarik bed cover menutupi bagian bawah tubuhnya, setelah itu ia turun dari tempat tidur, sedikit sempoyongan ketika berjalan menghampiriku, bed cover tebal itu ia turut seret
Napasku seketika sesak ketika Tuan Marco yang berperawakan tinggi itu menyodorkan wajahnya tepat di depanku, menelisik wajahku
“Kau… kau baru?” Tanyanya, tenggorokanku tercekat aku mendadak bisu
“Jawab!” Titahnya
“I - Iya Tuan” Sahutku mungkin nyaris tak terdengar
“Namamu?” Tanyanya
“July” Jawabku cepat, Tuan Marco lalu menarik wajahnya dan menyeimbangkan tubuhnya
“July! Heeemmm…. “ Gumamnya lalu tersenyum, sumpah demi apa pun senyumnya membuatku kikuk, “Baiklah Jul, siapkan air hangat untukku di bath up, aku ingin mandi!” Ucapnya lalu berbalik memunggungiku dan berjalan kembali ke tempat tidurnya, aku terpaku sesaat sambil memegangi dadaku yang berdebar kencang, sadar akan tugasku aku bergegas menuju kamar mandi yang sekilas sempat ku lihat tadi bersama Kak Sari
“Ya ampun bagaimana caranya ini?” Gumamku frustasi saat aku tak juga berhasil mengeluarkan air panas dari kran yang berjejer banyak itu, padahal sudah cukup lama aku di kamar mandi, Tuan Marco pasti sudah menungguku
“Begini caranya!” Suara itu bersamaan dengan tangannya yang menumpu di atas tanganku, aku menoleh dan mendapati Tuan Marco tepat di belakang mengukungku, aku bisa melihat wajahnya yang tampan dari sisi samping, tanganku yang gemetaran aku tarik segera setelah air panas mulai keluar
“Maaf Tuan, saya belum mempelajari ini” Ucapku sopan
“Keluarlah!” Ucapnya dingin, tak seramah tadi.. mungkin dia tidak suka memiliki pembantu yang tak cakap, membuka kran air panas saja tidak bisa, saat itu aku benar - benar malu pada diriku sendiri
Aku mengangguk sopan, lalu melangkah hendak keluar kamar mandi
“Hei kamu! Minta Sari untuk menyiapkan sarapanku pagi ini, aku tak mau kamu yang menyiapkan sampai kamu benar - benar bisa kerja!” Ucap Tuan Marco kesal, aku semakin tak enak hati saja
“Baik, Tuan” Sahutku cepat, lalu keluar dari kamar mandi, dan berjalan terus hingga aku sampai di pecahan guci tadi berniat untuk membereskannya, tapi sayang pecahannya terlalu kecil, butuh sapu dan kain pel untuk membersihkannya, aku lalu keluar dari kamar Tuan Marco untuk melaporkan apa yang terjadi pada Kak Sari sekalian mengambil sapu dan kain pel untuk membereskan kekacauan yang ku buat
”Duh, mana aku belum sempet buat minta maaf soal gucinya lagi sama Tuan Marco” rutukku, mengingat Tuan Marco hatiku kembali berdebar, perasaanku tak karuan, apa aku jatuh cinta?
(Bersambung)
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 102 Episodes
Comments
Amelia Harianja
spertinya ini seru
2023-08-03
1