Bab 6 - Kecemasan dan Ketakutan Arjuna

Ya, Arjuna tahu bahwa wanita muda yang ia yakini masih berusia delapan belas tahun yang telah ia renggut kesuciannya tanpa sengaja bernama Bening Putri Prasetyo.

Awalnya ia mencari tahu dari data pihak hotel. Semua ia lakukan secara tertutup. Dan hanya satu orang yang tahu selain dirinya yakni sahabat dekatnya yang bernama Bayu yang juga seorang anggota kepolisian.

Namun Bayu tidak bertugas di Bandung melainkan sebagai anggota di Polsek Metro Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.

Arjuna tahu bahwa dirinya adalah pria pertama yang mengambil kesucian Bening. Selain merasakannya saat mengga-gahi Bening, itu juga terbukti dari noda darah kesucian yang terpampang jelas di sprei yang mereka tiduri.

Namun siapa yang mencampurkan zat afrodisiak tersebut pada minumannya masih belum diketahui. Dirinya tak bisa asal menuduh. Harus bisa dibuktikan dengan jelas dan apa motifnya.

Selama ini dirinya juga telah berhasil menangani berbagai kasus besar kriminalitas maupun lainnya di wilayah tugasnya. Sehingga karir dan namanya semakin mentereng.

Pamornya semakin naik dan beberapa kali sering masuk pemberitaan di media cetak maupun elektronik, membuat beberapa orang atau oknum tak suka padanya. Hal ini biasa terjadi. Terlebih untuk orang dengan profesi seperti dirinya. Baru dugaan.

Setelah terbangun di samping Bening yang tak sadarkan diri dengan sekujur tubuh Bening bak macan tutul akibat kegananasan bibirnya, Arjuna merasa kalut dan bingung.

Rasa ketakutan mendalam atas sebuah resiko yang cukup besar yang berdampak pada nama baik mendiang sang Ayah sekaligus karirnya sendiri sebagai anggota kepolisian menyebabkan dirinya pergi tanpa pamit apapun. Meninggalkan Bening. Seperti pengecut.

Terlebih setelah dilacak olehnya dan Bayu, akhirnya jati diri Bening terungkap. Arjuna langsung lemas seketika.

Apa Ayah Bening akan menembak mati dirinya sebab telah merusak anak gadisnya?

Bagaimana reaksi ibunya kelak sebab memiliki seorang putra yang jahat terhadap wanita?

Berbagai pertanyaan berkecamuk dalam pikirannya. Membuat seorang Arjuna dalam beberapa hari ini menjadi tidak fokus. Mudah cemas, kalut dan susah tidur.

Bahkan ia sampai meminta cuti dua hari untuk mengatur dirinya sendiri agar bisa menjalani hidupnya dengan baik seperti sedia kala. Namun gagal. Kecemasan dan ketakutan itu masih menghantuinya.

Jika dirinya tinggal nama karena sedang bertugas membela negara, tentu tidak masalah. Sebab nama baiknya akan selalu terkenang sepanjang masa.

Tetapi jika mati karena hal negatif seperti ini, sungguh menjadi suatu beban untuknya dan juga nama baik keluarganya terutama mendiang sang Ayah.

Ditambah sebuah undangan cantik singgah di meja kerjanya tanpa ia sangka. Pernikahan Stella Wijaya dan Dave. Benar-benar semakin terpuruk hidup seorang Arjuna Sabda Mahendra.

Stella sengaja mengirimkan undangan pada Arjuna untuk memanas-manasi mantan kekasihnya itu. Bahkan Stella selalu memamerkan kemesraan di depan publik.

Terlebih Stella adalah seorang public figure. Model yang tengah naik daun dan menjadi Brand Ambassador (BA) beberapa merk ternama di dalam negeri.

Apalagi keduanya putus bukan secara baik-baik. Saat Arjuna masih berstatus sebagai kekasih Stella, wanita itu menjalani hubungan gelap dengan Dave di belakang Arjuna.

Padahal selama berpacaran, Arjuna kerap menyenangkan hati Stella baik dengan makan malam romantis atau memberikan hadiah spesial setiap momen kebersamaan mereka. Walaupun jarang bertemu karena kesibukan masing-masing, tetapi Arjuna memanfaatkan waktu dengan baik saat mereka bertemu.

Terlebih Arjuna selalu loyal dan bersikap romantis serta berusaha menyenangkan hati Stella. Tetapi nyatanya semua itu tidak serta merta membuatnya menjadi pria yang satu-satunya Stella cintai.

Selama hampir lima tahun berpacaran ternyata Arjuna hanya menjaga jodoh orang lain. Sia-sia.

Kata yang dilontarkan sebagian orang. Akan tetapi hal ini tentu membuat Arjuna menjadi lebih dewasa lagi dan berhati-hati dalam memilih pasangan. Bahwa cantik di fisik belum tentu selaras dengan inner beautynya.

Don't judge a book by it's cover.

Seperti pepatah di atas bilang :

Jangan menilai buku dari sampulnya. Seperti kita sebagai manusia bahwa jangan menilai manusia yang lain dari luarnya saja. Karena apa yang tampak dari luar baik belum tentu dalamnya baik. Begitu sebaliknya.