Bening
PLAK
Sebuah tamparan panas melesat di pipi mulus seorang gadis tak berdaya yang saat ini sudah bukan gadis lagi. Sebab kini dirinya tengah berbadan dua.
Hamil di luar nikah.
Sungguh bukan suatu prestasi tetapi aib yang menghancurkan segala masa depannya. Sekaligus merusak nama baik sang Ayah jika sampai hal ini tersebar luas.
Hancur. Satu kata yang sedang ia rasakan.
Perih. Entah bagaimana rasanya sudah dia tak rasakan lagi. Karena sejak kecil sudah berteman baik dengan rasa perih.
Tangis. Sudah tak terbendung berapa banyak air mata yang telah ia keluarkan. Bahkan sebelum kejadian hari ini terjadi.
Mama. Satu nama yang ia selalu sebut dalam doa dan helaan nafasnya. Ingin sekali masuk ke dalam liang lahat terpendam bersama sang Mama yang sudah dipanggil Sang Pencipta sejak dirinya dilahirkan ke muka bumi ini.
Papa. Cinta pertamanya yang diharapkannya memberinya kebahagiaan dan kasih sayang, namun faktanya tidak seperti itu. Sejak lahir dirinya hanya melakoni sebuah pencitraan belaka bahwa keluarganya adalah gambaran keluarga bahagia walaupun tanpa sosok Mama.
"Dasar anak tak tahu malu! Apa begini caramu membalas Papa, hah!" pekik Irjen Pol. Prasetyo Pambudi setelah menampar putri tunggalnya.
"Tegakkan kepalamu, Bening Putri Prasetyo!"
"Jawab Pertanyaan Papa! Jangan diam saja sejak tadi!"
"Siapa yang menghamilimu? Jawab!" teriak Papa.
Bening yang saat ini tengah berlutut dan bersimpuh di hadapan sang Papa hanya bisa terdiam dan tertunduk tanpa suara. Bahkan air matanya sudah kering dan tak bersisa.
Sejak kecil, air matanya selalu mengalir deras sehingga saat dewasa rasanya sudah kering kerontang sumber air matanya.
Cambukan dari sang Papa dengan ikat pinggang berulang kali padanya sudah tidak ia rasakan lagi. Tamparan, teriakan hingga jambakan seakan tubuhnya sudah mati rasa. Ini bukan kali pertama dirinya mengalami hal ini.
Sehingga tak ada rasa kaget ataupun tangisan. Luka-luka yang sering ia alami bukan dari orang lain tetapi dari Ayah kandungnya sendiri.
Mungkin luka fisiknya bisa sembuh dalam tempo beberapa hari. Akan tetapi luka batin atau psikis yang timbul akibat tindakan kekerasan Ayahnya dan lontaran kalimat yang menyakitkan pastinya susah disembuhkan.
Tentu bagi seorang anak, hal seperti ini akan menyakitkan hingga ke ulu hati. Dan itu bisa membekas hingga tak tahu kapan akan sembuh dari luka tersebut. Sebab tak ada dokternya jika menyangkut luka batin.
Kecuali dirinya masuk rumah sakit jiwa menjadi pasien di sana. Bisa saja sembuh namun tidak seperti semula dan bisa saja semakin parah.
Ningsih yang tengah mengintip dari celah pintu dapur sungguh membekap mulutnya sendiri. Ia menahan isak tangisnya kala melihat sang majikan tengah mencambuk, menampar hingga memarahi putri tunggalnya itu, sungguh membuatnya cemas.
Sebagai ART atau pembantu rumah tangga yang sudah cukup lama melayani keluarga Irjen Pol. Prasetyo Pambudi selama lima belas tahun, dirinya sungguh kasihan melihat Nona Bening.
Lahir sebagai putri seorang perwira tinggi kepolisian dimana saat ini sang Ayah menjabat sebagai Kadiv Humas POLRI, tentu saja tidak mudah. Dirinya dituntut harus pintar, cantik dan bersahaja.
Hal ini dikarenakan dirinya membawa nama baik sang Ayah sebagai polisi sekaligus institusi tempat Ayahnya bekerja. Segala tindak tanduknya tentu saja dinilai oleh khalayak umum yang mengenal keluarganya.
Terlebih prestasi dirinya sendiri baik di sekolah maupun di luar sekolah. Bahkan ia harus mengikuti sekolah kepribadian agar terlatih sejak dini terutama di bagian public speaking.
Dirinya tak menyangka bahwa hari ini sang Ayah mengetahui kondisinya yang tengah berbadan dua. Tadi pagi dirinya mual hebat hingga mau pingsan.
Sang Ayah yang tengah sarapan mendadak masuk ke kamarnya yang pintunya lupa ia kunci. Alhasil Ayahnya yang seorang perwira tinggi polisi tentu saja memiliki naluri detektif. Terlebih dirinya sebagai seorang suami pernah melihat gejala yang dialami Bening terjadi pada mendiang istrinya saat mengetahui bahwa sedang mengandung.
Sontak Ayahnya langsung mencecar Bening dengan sorot mata tajam agar mengaku kebenarannya. Seperti yang biasa dilakukan sang Ayah pada para pelaku tindak kejahatan. Interograsi yang sistematis.
Positif hamil. Mungkin kabar ini bagi sebagian besar wanita yang sudah menikah akan terdengar sebuah kebahagiaan terlebih jika sudah lama menanti.
Akan tetapi dua kata ini bisa menjadi polemik yang rumit kala terjadi pada wanita yang belum menikah, seperti dirinya.
Pertahankan atau gugurkan. Pilihan yang cukup sulit bagi seorang Bening. Saat dirinya masih terdiam membisu, sang Ayah mengatakan, "Gugurkan!"
Dirinya pun memberanikan diri mendongak menatap sang Ayah. Dan malam itu adalah kali terakhir dirinya melihat kemarahan pada wajah cinta pertamanya.
"Maafin Bening, Pah."
Bening hanya bisa membatin guna meminta maaf atas kesalahannya yang sejujurnya tidak disengaja. Bibirnya terasa kelu saat ingin mengucapkan sesuatu.
Nasi sudah menjadi bubur.
Begitulah bunyi pepatah. Mau tak mau dia harus menjalani segala resikonya. Entah takdir akan membawanya ke mana. Akankah ke tepi jurang nestapa yang tak berkesudahan atau cinta tulus tanpa syarat.
🍁🍁🍁
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 147 Episodes
Comments
Yus Warkop
cerita menarik pasti....
2024-11-25
0
Novano Asih
Aku dari baca kisahnya Seno dan Heni lgsg cus kesini jd kebalik bacanya harusnya Bening dulu baru Seno Heni hehehe
2024-10-16
4
Katherina Ajawaila
sama aku juga udh kelamaan bacanyq
2024-09-22
1