Pria sangar itu lalu menyeretku ke sebuah ruang bawah tanah. Sungguh aku sangat ketakutan setengah mati dengan apa yang akan dilakukan pria itu padaku di tempat yang amat sangat tertutup ini.
BRUGH!
Ia melemparku ke pojokan dan memelototiku dengan penuh emosi yang tak bisa tergambarkan bagaimana betapa marahnya pria besar dan garang itu. Wajahnya berkeringat dan hidungnya merah.
"Kau membunuh Harison! Siapa yang menyuruhmu, hah?" ucapnya dengan suara bergetar dan sepertinya Harison itu adalah nama pria tak bernyawa di atas sana.
Seluruh tubuhku bergetar hebat karena ketakutan dan saking ketakutannya aku masih tak bisa membuka mulut.
BUAK!
Pria itu menendang wajahku sehingga aku bisa merasakan bahwa sebuah cairan hangat, kental, dan berbau amis itu mengucur dari hidung dan mulutku.
"Katakanlah sesuatu, brengsek!" bentak pria itu yang sepertinya kesal karena meski dia sudah menendangku dengan amat keras, tapi aku masih tetap tak bisa bicara, bahkan untuk berteriak kesakitan pun tak mampu.
Tak sampai disitu saja, dia terus memukul dan menendangku sehingga aku sangat merasa sangat kesakitan, dan bahkan aku bisa merasakan sendiri bahwa sekujur tubuhku sudah babak belur karena hantaman dari tukulannya dan tendangannya itu.
"Hoo, tak bisa bicara ya ... Baiklah." Pria itu lalu mengangkatku, lalu melemparku pada sebuah meja.
BRUK!
Ia mengikat tangan dan kakiku di atas meja itu dengan sangat erat sehingga aku benar-benar tidak bisa bergerak karena ini.
"Jika kau masih tak mau bicara, bagaimana jika begini ..." Pria garang itu mengambil sebuah pisau lipat dari saku celananya lalu menempelkan ujung tajam pisau itu pada pipiku.
Sambil memasang wajahnya yang amat menyeramkan dan mengerikan itu, ia menyabet pipiku itu dengan pisau itu sehingga kini pipiku terluka dan mengucurkan darah segar baru setelah darah yang mengucur dari hidungku baru saja berhenti.
"Tangguh juga kau, harus kupuji kau karena sampai sekarang tidak menjerit seperti seorang wanita, tapi meski begitu jika aku tidak mendapat sebuah jawaban dari mulutmu, maka jangan salahkan aku jika kubuat kau mati dengan cara yang menyakitkan dan mengerikan dari apa yang pernah kau bayangan!" ucapnya sambil berbisik di telingaku yang mana itu membuatku sangat terintimidasi.
Pisau lipatnya itu kini beralih mengancam leherku dan ia menekannya kesana sehingga aku bisa merasakan perih di sekitarnya yang mana itu artinya ia juga melukai leherku dengan pisau itu di tangannya.
"Kau pernah melihat bagaimana seekor sapi disembelih saat ia akan dijadikan sebagai hidangan, hm?" ucap pria itu.
"Dia akan digantung secara terbalik setelah lehernya berhasil digorok agar semua darahnya keluar dari tubuhnya ... Well, aku juga akan melakukan hal seperti itu padamu, pertama akan kulukai pembuluh darah di lehermu, lalu kugantung kau secara terbalik, sama seperti sapi itu, sehingga dalam keadaan yang hampir menemui ajalmu itu kau melihat darah yang mengucur dari luka di lehermu itu menggenang di bawah kepalamu, dan itu akan menjadi ingatan terakhirmu sebelum kau benar-benar pergi ke neraka ..." tutur pria itu yang secara detail menjelaskan bagaimana dia akan berbuat padaku dalam beberapa menit ini.
Sudah pasti aku sangat ketakutan setengah mati sehingga perasaan sakit karena dihajar habis-habisan oleh pria ini setelah ia menjelaskan hal mengerikan yang akan ia lakukan. Namu, apa mau dikata, sialnya mulutku benar-benar tidak bisa berkata apa-apa karena terlalu takut.
"Aku hitung sampai tiga, jika kau masih bungkam, maka aku akan melakukan seperti apa yang sudah kukatakan tadi padamu!" serunya.
"Aku akan bertanya lagi ... Apakah kau yang membunuh Harison? Lalu siapa yang memerintahkanmu untuk melakukan itu?" Ia pun mulai dengan mengajukan dua pertanyaan itu sebelum memulai berhitung.
"1 ... 2 ..." Dia mulai menghitung dan meski aku tahu itu, tapi entah mengapa aku benar-benar tidak bisa membuka mulutku.
"Sial, sial, sial, sial! Dasar mulut sial! Berbicaralah sesuatu sialan!" Aku mengutuk mulutku sendiri yang begitu payahnya tak bisa menjalankan tugasnya. Irama napasku semakin cepat karena perasaan gugup ini dan keringat pun semakin deras mengucur, aku benar-benar sudah tidak kedinginan lagi seperti beberapa menit yang lalu sebelum aku memasuki rumah ini. Aku sungguh menyesal masuk ke dalam rumah ini, andai saja aku tidak melihat cahaya yang menghangatkan itu, andai saja waktu bisa diputar kembali ke masa lalu.
"3!" Pria itu pun selesai berhitung dan aku sungguh tahu apa arinya itu.
"Sial! Aku pasti akan mati kali ini!" pikirku yang sudah sangat pasrah dengan keadaan.
"Ho, tetap teguh pada pendirianmu, hm? Baklah kalau begitu aku akan melakukan ini!" Pria itu lalu menjauhkan pisau itu dari leherku, membuat ancang-ancang sebelum ia menancapkannya di tempat yang sangat vital itu.
Namun, tepat sebelum ia menunaikan hal yang sangat ingin dia lakukan, tiba-tiba sebuah suara memanggilnya sehingga membuatnya menghentikan apa yang sedang ia lakukan.
"Berry!" Panggil orang itu yang terdengar seperti suara seorang pria. Aku tidak tahu bagaimana rupanya karena di posisiku yang seperti ini aku tidak bisa melihat sosoknya yang sepertinya sedang berdiri di atas kepalaku.
Sontak saja pria mengerikan yang sepertinya bernama Berry itu menoleh pada pria itu. "Marco!" ucap Berry setelah ia melihat pria yang bernama Maro itu.
"Hentikan apa yang sedang kau lakukan itu!" serunya dengan tegas pada pria menyeramkan itu.
"Hah? Apa maksudmu? Dia sudah membunuh Harison! Kita tidak boleh membiarkan bajingan ini hidup!" tegas Berry dengan emosi yang menggebu-gebu.
"Pertama, aku ingin tahu, apakah pria ini berlumuran darah sebelum kau menyeretnya ke sini?" tanya Marco.
"Mana kutahu, aku terlalu murka saat melihatnya duduk di depan mayat bajingan itu!" jawab Berry dengan kesal.
"Hm, sulit juga, baiklah, kalau begitu kau minggirlah, biar kutangani orang ini!" seru Marco dengan tegas.
"Tapi kita harus -"
"Kau terlalu gegabah, bila kau malah membunuh seseorang yang bisa membantu kita, maka kau akan membuat kesalahan yang sama sehingga membuat si bajingan Harison itu berhasil menyembunyikan harta karun organisasi yang begitu banyak ... Jadi biarkan aku yang bekerja kali ini!" serunya.
Pria garang yang bernama Berry itu menggertakkan giginya, lalu tanpa menyanggah lagi perkataan pria yang bernama Marco itu, ia pun menjauh dariku, lalu berdiri di samping kiriku, memperhatikan apa yang akan di lakukan Marco selanjutnya.
Pria yang sedari tadi berdiri di belakangku itu mulai berjalan menuju sebelah kananku sehingga dengan begitu aku bisa melihat sosoknya dengan sangat jelas, yaitu seorang pria yang tingginya tak jauh berbeda denganku, wajahnya juga tak kalah sangarnya dengan pria yang bernama Berry tadi dengan bekas luka sabetan di bagian pelipis matanya yang cukup panjang sehingga kesan sangarnya semakin menjadi saja. Selain itu mata peraknya yang sangat dingin dan tajam itu menatapku sehingga membuat nyaliku semakin menciut hanya dengan melihatnya saja.
"Well, well, hanya dengan sekali lihat saja aku langsung bisa menebak bahwa pria ini bukanlah yang membunuh Harison, Berry! Sepertinya matamu sangat buta ya ..." ucapnya setelah ia untuk beberapa saat memandangiku dengan penuh selidik seakan ia sedang mempelajariku.
"Pemuda lemah ini bukanlah tandingan si Harison, jika memang dia berhadapan dengannya, sudah pasti pemuda ini yang akan mati," sambungnya sembari melirik Berry yang berdiri di seberangnya.
Pandangnya lalu kembali dialihkan padaku. "Kau ... mari kita bicara," ucap pria itu kemudian. Ucapan yang terdengar singkat itu tampak biasa saja, tapi merasakan sesuatu yang mematikan di baliknya.
Bersambung ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 41 Episodes
Comments
🥑⃟Serina
Wuihh mengerikannn
2023-07-23
1
Ir Syanda
Kalo gak terang, coba dikasih lampu🤭
2023-07-22
0
🛡️Change⚔️ Name🛡️
Tidak masalah... Pasti akan ada titik terang
2023-07-16
1