"Kenapa kau tidak bilang secepatnya? dan laporkan? apa kah kau sendiri yang menyerahkannya!" sang ayah asal nyeleneh menuduh putrinya sendiri yang tidak-tidak.
"Demi tuhan Ayah, aku tidak seperti itu. Aku tidak menyerahkan kesuciannya padanya, hik-hik-hik." Kian menjadi tangisnya Anisa.
"Ayah ... jangan curiga begitu. Putri kita tidak mungkin seperti itu." Sang istri menggeleng.
"Ya ... siapa tahu saja, buktinya seperti itu kalau nggak murahan nggak mungkin ini terjadi!" sergahnya Pak Joni.
"Aku bersumpah Ayah. Bunda ... aku dijebak! sepertinya dia memasukan obat ke dalam gelas ku, sehingga aku merasa pusing dan tidak sadarkan diri. Bukan aku yang murahan ayah!" Anisa membela diri.
Kemudian. Mobil melaju dengan sangat cepat menuju kediaman kakak dari pak Joni. Dan setelah sekitar 2 jam perjalanan, mereka tiba di tempat tujuan dan kebetulan saudaranya pun ada di rumah.
"Assalamualaikum!" ucap Bu Farida dengan raut wajah yang ditekuk.
"Waalaikumsalam ... mari, silakan masuk masuk?" ajak sang kakak ipar.
"Tumben, kalian datang? dan tidak konfirmasi dulu! ada apakah gerangan!" selidik sang kakak menyambut kedatangan mereka dengan nada bercanda.
Kini mereka sudah duduk berhadapan di sebuah ruang tamu, setelah berjabat tangan dan cepaka-cepiki.
"Sebentar ya? saya tinggal dulu untuk buatkan minuman. Kalian pasti haus." Sang kakak ipar berdiri kembali dan ngeloyor ke dapur untuk mengambil minuman.
Hening ....
Sang kakak melihat gelagat yang aneh dari keluarga adiknya ini, apalagi Anisa yang bisanya ceria kini terlihat murung dan pucat.
"Saya merasa aneh dengan kedatangan kalian. Bukan hanya karena kalian berdua jarang datang. Tapi kok sikap kalian ini perasaan kayak sedang menghadapi masalah gitu!" ujar sang kakak dengan tatapan yang tertuju kepada Pak Joni.
"Nah ... minumannya sudah siap! kalian minum dulu! lumayan untuk melepaskan dahaga!" sang kakak ipar berlutut menyimpan minuman di meja.
"Makasih ya? Mbak sudah repot-repot!" ucap Farida sembari mengambil gelasnya, kebetulan Emang terasa dahaga sekali padahal di mobil pun dia sudah menghabiskan beberapa botol minuman.
"Di mana rumahnya orang yang bernama Hendar itu? tanya Pak Joni melirik ke arah putrinya.
Anisa yang sedang menunduk mengangkat kan wajahnya, melihat pada sang ayah dan menunjuk ke arah luar.
"Emangnya ada apa dengan Hendar?" tanya kakak Pak Joni.
"Orang itu ... orang yang sudah menanam benihnya dalam kandungan putri saya, yang menitipkan kecebong dia. Di perut Anisa." Jawabnya pak Joni dengan nada geram.
Duuuuurrrrrr ....
Sang kakak dan ipar begitu kagetnya mendengar perkataan dari Pak Joni, lalu mereka berdua menatap ke arah Anisa. "Apa maksudnya papa mu! apa yang sudah terjadi padamu Anisa?"
Kemudian dengan perlahan Anisa pun bercerita kejadian yang sesungguhnya, dan bukanlah dia memberikannya dengan sadar. Apalagi menjadi wanita murahan seperti yang ayahnya tuduhkan.
"Astagfirullah ... itu namanya perko-sa-an, kenapa Anisa gak cerita waktu itu kepada paman dan bibi? kan bisa langsung diproses waktu itu juga!" tutur lembut sang bibi.
Anisa yang kini menangis hanya menggeleng, waktu itu dia merasa bingung dan tidak tahu harus gimana! jangankan pada paman dan bibi pada sepupunya saja dia tidak berani bicara.
Dari balik pintu ada seorang gadis yang mendengarkan pembicaraan mereka, yaitu Dea, dia baru datang kuliah. Tadinya dia mau bikin kejutan kepada Anisa tapi melihat mereka begitu serius, niatnya urungkan dan berdiri di balik pintu.
Dea merasa syok, tidak percaya dan merasakan sakit di ulu hati kok si Hendar tega berbuat seperti itu kepada sepupunya.
"Jadi sekarang kalian ini ... maksud datang ke sini untuk menemui pemuda itu dan meminta pertanggungjawaban begitu?" tanya sang kakak kepada Pak Joni.
"Iya Mas, saya minta tolong untuk diantar ke sana! saya ingin masalah ini cepat clear dan dia harus bertanggung jawab atas perbuatannya itu pada Anisa," ungkap pak Joni.
"Baiklah kalau begitu kita ke sana sekarang!" sang kakak beranjak dari duduknya begitupun dengan yang lain.
"Ayah, Ibu. Paman bibi, jam segini Hendar nggak ada! dia belum pulang kerja. Kalau mau, tunggu sampai sore! karena sebelum dia pergi nongkrong, dia pasti pulang dulu." Suara Dea dari balik pintu membuat mereka semua kaget.
Dan dia langsung menghampiri Anisa yang masih terduduk lesu. "Kenapa kamu nggak bilang sama aku Anisa ... kenapa kamu harus menyimpannya sendirian dan akhirnya menanggung akibatnya seperti ini."
Keduanya saling menatap lekat kemudian saling berpelukan dan tangis-nangisan.
"Aku nggak tahu harus bilang atau gimana? aku bingung!" Anisa memeluk Dea begitu erat.
Karena kata Dea Hendar belum pulang jam segini, menjadikan mereka terduduk kembali dan menunggu sampai nanti sore sampai Hendar pulang dari kerjanya.
Tidak terdengar lagi suara obrolan di antara mereka, hanya suara jarum jam yang berdenting halus, tik tik tik tik tik.
Sementara Dea sesekali menoleh, melihat ke arah jalan. Dimana dia akan menemukan Hendar pulang.
"Itu, si hendar pulang. Paman, Ayah itu si Hendar pulang." Dea sangat antusias sambil menoleh keluarganya.
Lantas kemudian. Mereka pun bersiap untuk mendatangi rumah Hendar. Dua keluarga itu berjalan keluar dari rumah tersebut menuju kediaman Hendar.
Dan kebetulan orang tuanya Hendar pun sedang berada di rumah, mereka terkesiap menerima kedatangan tetangga yang beserta keluarganya dari jauh.
"Mana yang namanya Hendar?suruh dia ke sini, saya ingin bicara!" Pak Joni to the poin menanyakan Hendar itu orang nya yang mana.
"Maksud kami ke sini adalah ... namun sebelumnya minta maaf jika mengganggu ketenangan kalian!" ucap kakak Pak Joni.
Ayahnya dari Hendar menatap ke arah pak Joni dengan tatapan heran. "Ada perlu apa dengan Putra saya? dan sepertinya Anda tidak mengenal putra saya!"
"Saya memang tidak mengenal siapa yang namanya Hendar, tapi putri saya mengenal dia. Orang itu yang sudah menghancurkan hidup putri saya!" ucap pak Joni dengan nada kesal dan marah.
Ibunya tidak mengerti dengan maksud dari Hendar, namun sang suami menyuruhnya untuk memanggilkan Hendar. Sehingga dia beranjak untuk menyusul putranya tersebut.
"Maksudnya gimana? menghancurkan seperti apa dan mana putri anda?" selidik ayahnya Hendar.
"Dia putri saya!" pak Joni menunjuk ke arah Anisa.
Ayah Hendar langsung menoleh pada Anisa yang menunduk, dia memang tidak terlalu asing dengan gadis itu yang kadang melihat ada di tempat tetangga nya tersebut.
Pak Joni melihat ke arah kedatangan Hendar ke ruangan tersebut. "Dia kan? yang namanya Hendar?" pak Joni menunjuk pada Hendar.
Semua mengangguk membenarkan kalau emang dia Hendar, orang yang dimaksud.
Pak Joni berdiri dan bersiap untuk menonjok ataupun menampar pemuda tersebut. Namun sang kakak menarik tangannya pak Joni, karena menurutnya dengan cara kasar tak akan menyelesaikan masalah ....
...🌼---🌼...
Jangan lupa subscribe like dan komen terima kasih.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 218 Episodes
Comments
Neulis Saja
bastard Hendar ! i hate you !
2023-09-30
1
Ummi Alfa
Kenapa harus di cegah om, biarin aja pak Joni melampiaskan kemarahannya pada si Hendar karena itupun tidak sebanding dengan penderitaan yang Anisa alami.
2023-05-15
2
Kurniaty
Udah buat aja Haidar nanti menyesal karna gak mau tanggung jawab.
Sukses thoor dan lanjut
2023-05-08
1