Hayy readers, ini adalah karya ku yang ke Empat di MT. Jika berkenan kalian bisa membaca semua karya ku di profil ku.
Yuk guys, selamat baca
🤗🤗
***
Terlihat Ibra sudah menepikan mobilnya didepan garasi apotik. Ia melangkah masuk kedalam untuk menebus obat rutin yang harus ia kosumsi setiap hari.
"Ini, Mas..." Apoteker memberikan sejumlah obat yang dipesan oleh Ibra sesuai salinan resep yang ia bawa dari Dokter.
Ia pun mulai menyodorkan kartu debet kepemilikannya untuk membayar semua obat itu dengan harga yang cukup dibilang mahal.
"Terima kasih Mba!"
Ibra pun memasukan sejumlah obat itu kedalam saku celananya. Beberapa obat penenang dan obat penyerta lainnya untuk menemani aktivitas hidupnya selama beberapa tahun belakangan ini. Ia akan menyembunyikan hal ini dari Fatih, istri barunya.
Ia pun melangkah ke sebuah tempat makan yang tidak jauh dari Apotik tadi.
"Ayam bayar dua ya, Bang. Dibungkus!"
"Baik, Mas!"
Ibra terus menunggu pesanannya jadi. Makanan ini ia niatkan untuk menjadi santapan makan malamnya bersama Fatih. Seorang wanita yang baru saja ia temui dihari ini, hari pernikahan mereka.
Ibra hanya menurut saja, ketika sang Ibunda memintanya untuk menikahi anak temannya. Karena baginya, apapun yang diputuskan oleh orang tua, pasti akan membawa keberkahan.
Walau ia tidak yakin, akan bisa menjalani pernikahan ini dengan baik. Bisa memberikan ruang dan cinta untuk Fatih didalam hidupnya.
Dirasa apa yang ia pesan sudah jadi semua, ia pun kembali berlalu untuk pulang kerumah.
"Fatih?" Ibra membangunkannya pelan.
Hanya ada gumaman tidak jelas dari wanita ini. Fatih tertidur di ranjang dengan tumpukan baju kepemilikannya. Mungkin ia letih karena acara akad nikah sedari pagi.
Ibra pun kembali ke ruang tamu untuk menata makam malam mereka. Mungkin malam ini akan menjadi awal pertemuan mereka yang sebenarnya.
"Fatih sedang tidur, Bu! ibu tidak usah khawatir, Ibra akan menjaganya sebaik mungkin." untaian kata yang terdengar dari balik telepon antara Ibra dan Ibunya.
Berucap seperti ini, sangat menyakitkan untuk Ibra. Bagaimana tidak? ia membohongi dua hati sekaligus. Membohongi hati ibunya dan hatinya sendiri. Ia merasa tidak akan bisa menerima Fatih dan mencintai wanita itu seperti ia mencintai Jihan, almarhum istrinya.
Apalagi Fatih terlalu muda untuknya. Bagaimana sifat dan sikap Fatih belum ia ketahui secara pasti.
"Ya udah Bu, Ibra mau mandi dulu ya. Ibu baik-baik sama Bapak dirumah. Kalau ada apa-apa, kabari Ibra segera!" ucapnya lembut penuh sopan santun.
Hanya dengan alasan seperti ini, ia bisa menghentikan kebohongan itu agar tidak terus berlanjut.
Baginya terserah alam saja lah untuk kehidupan keduanya kali ini. Ia hanya menurut dan menjalaninya dengan baik.
Ibra pun kembali kedalam kamar. Ia melihati Fatih yang makin pulas dalam tidurnya. Ia meluruskan dress Fatih untuk menutupi paha nya yang sedikit terlihat di pandangan Ibra.
Ibra pun merasa lelah. Otot-otot nya terasa tegang, tadinya ia hanya ingin merebahkan tubuh saja, nyatanya ia ikut tertidur disamping Fatih.
Dan mereka pun tertidur bersama diatas ranjang kepemilikan Ibra.
***
"Ahh..gelap!!"
Teriakan Fatih begitu saja mengaum diudara kamar. Sontak Ibra dengan gegap, membuka kedua matanya penuh paksa.
"Hah? ada apa, Fat?" Ibra bangkit setengah duduk diranjang. Melihat Fatih yang masih berbaring dengan wajah ditutupi bantal.
"Gelap Mas, aku takut!"
Betul saja kamar ini terlihat sangat gelap, mereka tidur sejak sore. Lupa menyalahkan lampu kamar dan seisi rumah.
"Jam berapa sekarang?" Ibra dengan cepat menatapi layar ponselnya.
"Ya Allah, jam 11 malam?"
"Hah?" teriakan susulan kembali terdengar dari Fatih.
Ibra pun bergegas turun dari ranjang.
Tep.
Saklar lampu dinyalahkan, kamar terlihat terang benderang. Seketika Fatih menurunkan bantal yang menutupi wajahnya sedari tadi.
"Mandi lah, Fat! biar segar, habis itu gantian sama saya. Baru nanti kita makan malam, saya sudah beli makanannya sejak sore."
"Baik, Mas!"
Fatih pun bergegas untuk mengambil baju ganti dari koper dan menuju kamar mandi. Ibra tetap bersandar ditempat tidur, menselonjorkan kakinya sambil memijit-mijit celah dahinya.
Ia terlihat sedikit pusing, dibangunkan secara mendadak seperti tadi.
"Mas Ibra nggak akan minta jatah malam pertama dari ku kan?" ia bertanya kepada dirinya sendiri sambil menatap cermin.
"Tapi nggak mungkin lah, kata Mama. Ia juga masih sedikit frutasi karena bencana yang tengah menimpa istri dan anaknya. Apalagi kami baru mengenal. Nggak mungkin kan melalukan semua ini begitu aja, tanpa rasa?"
Seketika Fatih menepiskan rasa takutnya. Ia mulai percaya diri. Ia tersenyum puas.
Lalu
"Tapi kan, dia suamiku sekarang! bagaimana kalau ia tetap ingin bercinta denganku?"
Lagi-lagi perasaan takut itu bermunculan. Membuat ia kembali terganggu dengan pertanyaan-pertanyaan yang hinggap dikepalanya dan diasumsikan sendiri tanpa kejelasan.
"Aduhh...!"
Dor..Dor..Dor..
"Fatih?sudah satu jam kamu didalam, ayo cepat lah, saya juga ingin mandi!" Ibra mengetuk-ngetuk pintu kamar mandi, membangunkan Fatih dalam lamunannya yang sudah hampir memakan waktu selama satu jam.
"I--ya, Mas. Baik ! tunggu sebentar!"
Fatih bergegas untuk membuka seluruh bajunya tanpa tersisa, ia pun mandi dengan cepat dan buru-buru. Mengingat waktu sudah mau larut malam. Bagaimanapun Fatih harus menjaga sikap untuk menjadi istri yang baik untuk Ibra.
***
Waktu sudah menunjukan pukul 01:00 dini hari. Terlihat dentingan garpu dan sendok saling bersautan diatas piring mereka. Ibra dan Fatih terus menikmati makan malam mereka yang sudah jauh terlewat.
Kaos polos Ibra terlihat basah diarea bahu, karena tetesan air dari rambutnya yang sehabis keramas.
"Fat?"
"Hemm.." Fatih masih menyuir-nyuirkan daging ayam dipiringnya.
"Mengapa kamu mau menikah dengan lelaki yang sudah menikah seperti saya?"
Fatih seketika mendongakkan wajahnya. Ia pun tertawa.
"Hey jangan lupa! aku juga pernah menikah! apakah orang tuamu belum menceritakan asal-usul ku?"
"Sudah sih--!" Ibra menjawab nya pelan.
"Oh mungkin pertanyaan kamu seharusnya diralat Mas."
"Ralat?"
"I-yya ralat. Harusnya seperti ini. Fat, mengapa kamu mau menikah dengan lelaki yang sudah berumur sepertiku? nah kayanya kalau kaya gini lebih pas pertanyaan kamu, Mas." Fatih berdecis geli. Ia terus mentertawakan wajah Ibra yang semakin memerah.
"Apa saya sudah terlihat sangat tua?"
"Nggak kok Mas, yang tua kan umur kamu. Wajah kamu masih ya.." Fatih terdiam sebentar, ia terus menatapi wajah Ibra dalam-dalam. Bodohnya lelaki itu pun ikut dalam suasana ucapan Fatih. "Sama kok tua juga, umur tua, wajah tua. Hahahaha." Fatih tidak bisa membendung gelak tawanya. Ia merasa seperti sedang meledek Kakak lelaki saat ini.
Ibra hanya bisa menghela nafasnya dengan panjang, mau marah juga sepertinya hanya membuang-buang energinya.
"Dasar bocah!"
"Bocah apa?" Fatih mengakhiri decisan tawanya.
"Bocah tua..hahahaha!" Kini gantian Ibra yang meledek Fatih secara bergantian.
"Deuh ah...bapak-bapak lagi ajak bercanda!" wajah Fatih mencebik.
"Ya, aku mau menikah dengan kamu. Karena aku sudah letih untuk selalu menolak permintaan Mama dan Papa. Pernikahan ku yang pertama sudah gagal karena dari awal mereka tidak merestuinya!"
"Maka dari itu, aku menyesal sekali telah membantah mereka. Sekarang aku hanya menuruti saja kemauan mereka, karena aku tahu pilihan orang tua tidak akan pernah salah!" sambung Fatih kembali.
"Saya pun sama sepertimu, hanya karena alasan untuk membahagiakan mereka semata---"
"Jadi?" Fatih kembali memotong ucapan Ibra dengan cepat
"Jadi apa?" Ibra mengulang pertanyaan Fatih.
"Jadi, kita secara nyata belum siap kan untuk jadi suami istri? maksud ku begini, biar saja dimata orang tua kita. Kita tetap menjadi pasutri yang harmonis, namun karena itu semua tidak akan mungkin terjadi, lebih baik kita tetap berada dialur hidup kita masing-masing? bagaimana, apakah Mas setuju?"
Begitu lega hati Ibra. Ternyata pemikiran dia sama persis seperti apa yang ada dalam bayangan Fatih. Mereka sama-sama jujur untuk mengatakan, belum siap menerima kehadiran mereka masing-masing.
"Aku tidak akan memintamu untuk membuat perjanjian atau sebagaimana macamnya, ya jalani saja pernikahan ini sampai dimana kita akan berpisah dengan sendirinya, bagaimana?"
"Baik, saya setuju!"
Mereka saling menatap penuh kegirangan, kebahagiaan dan kebebasan.
Serahkan saja pada Semesta!
***
Like dan komen ya guys🖤❤️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 97 Episodes
Comments
⚘️💙⚘️ Neng Gemoy ⚘️💙⚘️
biarpun perjodohan, harusnya tetep ada pertemuan dulu sebelom hari pernikahan.
paling enggak, 1x dulu deeeh ketemu, liat dulu penampakannya ... jangan spt "beli kucing dalam karung" ... 😒😔
2023-01-21
0
Putri Minwa
lanjut thor
2022-10-14
0
Yuliani Yuli
3 karyamu yg sudah aku baca thour...akibsukaa...krn alur cerita yg slalu berbeda...kata2 yg apik....enak dwh pkoknya buat dibaca...berkarya terus yaa...semangat...banyak.motivasi didalmnya kereeeen deh
2021-04-30
0