"Yudha pasti sangat marah padaku, saat aku tidak menerima jepit rambut ini," kata Risma pada dirinya sendiri.
"Maafkan aku Yudha, aku hanya tidak ingin mengulang hal yang sama untuk yang kedua kalinya. Sifat kamu sangat mirip sama Wanda. Saat aku berada di dekatmu, aku merasa berada di dekat Wanda. Hanya saja, wajah dan berapa kebiasaan kalian yang berbeda."
"Aku harap, kamu tidak marah padaku," kata Risma sambil membuka laci dan mengeluarkan sebuah bingkai foto.
"Wanda, kamu bohong padaku. Kamu tidak kembali dan tidak pernah memberi tahu aku, bagaimama kabar kamu sekarang. Kamu bohong, tentang perpisahan kita," ucap Risma sambil menangis di depan bingkai foto itu.
"Apa mungkin kamu memang tidak suka berteman denganku Wan? Kenapa kamu tidak bilang langsung padaku. Tidak perlu menggoreskan luka seperti yang telah kamu lakukan padaku."
Tanpa Risma sadari, di balik pintu kamar, Syima berdiri mematung saat mendengarkan ucapan demi ucapan yang Risma katakan buat dirinya sendiri.
Syima tahu betul, bagaimana adik sepupunya ini hidup selama beberapa tahun tanpa sang sahabat. Walaupun, di hatinya ada rasa marah ketika Yudha lebih tertarik pada Risma di bandingkan padanya.
Sesaat lamanya, isakan tangisan terdengar dengan samar-samar di balik pintu kamar Risma. Yang membuat hati Syima semakin tidak tega untuk marah pada adik sepupunya.
Bunyi biola pun mengalun lembut namun menggores hati yang sedang mendengarnya. Alunan nada merdu nan menyayat tahi itu, terdengar mengalun dengan sedih.
Saat itu, Syima tidak mampu menahan setitik demi setitik buliran bening itu jatuh dari pelupuk matanya.
"Maafkan kak Syima Ris, kak Syima salah sudah marah sama kamu beberapa hari ini. Kak Syima tahu, kalau kamu yang paling butuh banyak perhatian dari kak Wira maupun kaka. Karna kamu masih belum bangun dari tidur panjang yang menyebabkan luka hatimu," ucap Syima dalam hati.
Tangan lembut mama menyentuh pundak Syima. Membuat Syima terperanjat kaget dengan sentuhan lembut itu.
"Kenapa menangis Syima?" ucap mama pelan dan lembut.
"Gak, gak papa kol tante. Syima hanya sedikit tergores saat mendengarkan alunan biola Risma," ucap Syima sambil menyeka air matanya.
Mama tersenyum getir, karna apa yang di katakan Syima keponakannya ini, tidak bisa ia jawab dengan kata-kata.
"Tante, bantu kami dengan doa ya. Agar kami bisa mengbalikan Risma seperti dulu lagi," kata Syima sambil menatap wajah tantenya.
"Iya, tante selalu berdoa buat Risma Syim, agar anak tante kembali seperti dulu lagi."
.....
Perjalanan dari rumah menuju sekolah, Risma lalui sendirian hari ini. Tidak seperti beberapa minggu belakangan ini. Biasanya, Yudha pasti ada untuk menunggu atau mengejarnya, agar bisa berangkat sekolah bersama-sama.
Tapi, karna kejadian waktu itu, Yudha tidak melakukan apa-apa lagi. Ia hanya diam saat di kelas. Atau, hanya berjalan meninggalkan Risma sendirian di belakangnya jika berpas-pasan.
Hal ini membuat Risma merasakan kehilangan. Hati Risma tiba-tiba merasa kosong kembali.
Tepat saat bel istirahat berbunyi, sebuah pengumuman terdengar lantang dari arah kantor kepala sekolah.
"Seluruh siswa sekolah menengah pertama diharapkan berkumpul di depan kantor kepala sekolah, karna ada pengumuman yang akan kepala sekolah umumkan."
Semua anak pun melakukan apa yang kepala sekolah katakan. Mereka berbaris dengan rapi, berdasarkan kelas mereka masing-masing.
"Selamat siang semuanya ...." sapa kepala sekolah pada semua siswa yang berbaris rapi.
"Siang pak ...." ucap anak-anak serentak dengan nada yang menggema.
"Tau apa sebab bapak kumpulkan kalian di depan kantor bapak ini?"
"Tidak pak ...."
"Makanya bapak kasih tahu sekarang. Dengarkan baik-baik ya," ucap kepala sekolah dengan ramah dan penuh canda.
Kepala sekolah di sekolah Risma ini, memang terkenal ramah dan suka bercanda, membuat semua muridnya merasa sangat senang dengan bapak kepala sekolah.
Walaupun suka bercanda, kepala sekolah juga orang yang paling di segani oleh semua siswa. Karna sifatnya yang tegas, dan serius jika menanggapi suatu masalah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 40 Episodes
Comments