Jodoh Pilihan Mama
"Kamu harus tetap kuliah, Nak. Masa depan kamu masih panjang. Kamu jangan menyia-nyiakan bea siswa yang kamu dapat." terdengar suara seorang wanita yang sesekali, dibarengi dengan batuk.
"Ma, sudah berapa kali, aku katakan ... mama jangan terlalu memikirkan, aku kuliah atau tidak.Yang penting sekarang adalah kesehatan mama. Kalau aku kuliah, siapa yang kerja, Ma? Rico juga perlu sekolah, dan tahun ini dia harus masuk SMA. Jadi, aku tidak apa-apa kalau tidak mengambil bea siswa itu." sahut seorang gadis manis yang tidak lain adalah Renata.
Renata Anjani, gadis cantik berusia 19 tahun. Dia memiliki rambut lurus hitam, berkulit putih, hidung mancung, dan bibir tipis. Gadis itu, baru saja menyelesaikan SMA-nya di sebuah sekolah elite karena bea siswa.
Setelah lulus, dia juga sebenarnya mendapatkan bea siswa untuk kuliah di universitas ternama di Indonesia, tapi gadis itu merasa kalau dia sama sekali tidak akan bisa membagi waktu antara kuliah dan kerja, mengingat jam kuliahnya yang regular dan dimulai dari pagi.
Sementara, kalau dia tidak bekerja, tidak akan ada yang bisa menopang kehidupan mereka, mengingat papanya sudah tiada dan mamanya mengidap kanker paru-paru yang sudah stadium lanjut. Selain itu Rico, adik laki-lakinya akan memasuki SMA di tahun ini.
Dulu mamanya adalah pedagang sayuran keliling, tapi karena penyakitnya, mamanya kini sudah tidak kuat lagi untuk bekerja. Jadi, mau tidak mau, Renata yang menggantikan mamanya bekerja. Mulai dari jadi kuli panggul di pasar pagi sebelum berangkat sekolah, menyetrika pakaian di laundry sepulang sekolah, bahkan kalau ada tetangganya yang memintanya untuk membersihkan rumah, tetap dia jabani yang penting bisa menghasilkan uang.
"Maafkan, Mama ya, Nak! Karena penyakit mama, kamu akhirnya yang menjadi tulang punggung. Harusnya di usia kamu sekarang, kamu itu belajar agar kamu bisa mendapatkan kehidupan yang lebih baik nantinya," ucap mamanya Renata, lirih.
"Ma, tolong jangan berpikir yang macam-macam. Sudah berapa kali aku katakan agar mama jangan pernah merasa bersalah. Sekarang bagiku dan Rico, yang penting mama bisa sehat." Renata mengukir senyuman di bibirnya, untuk menenangkan hati wanita paruh baya, yang sedang terbaring lemah itu.
"Ya udah, sekarang aku pergi ke pasar dulu ya, Ma. Doa kan aku dapat banyak pelanggan hari ini. Doa kan juga aku bisa dapat panggilan kerja secepatnya." Renata meraih tangan mamanya dan mencium punggung tangan wanita yang melahirkannya itu.
Ya, gadis itu memang sudah menjatuhkan lamaran ke mall-mall, ke toko-toko, menggunakan izasah SMAnya. Jadi sebelum mendapat panggilan, Renata memutuskan untuk tetap menjadi kuli panggul di pasar.
Setelah menitipkan pada Rico adiknya Renata pun beranjak pergi keluar dari rumah kecil mereka.
.
.
.
"Aduh, Bu, aku benar-benar tidak berbohong. Dompet dan handpone aku memang ketinggalan di mobil. Aku hanya izin untuk mengambil dompetku sebentar dan aku akan balik lagi ke sini." terlihat seorang wanita paruh baya yang masih terlihat cantik berdebat dengan seorang wanita penjual tempe.
"Kalau mau ambil uang, silakan, Bu. Tapi tolong jangan bawa tempenya. . Aku tidak mau kalau, ibu nantinya tidak kembali lagi," wanita penjual tempe, menahan tangan wanita paruh baya yang hendak membawa tempe,"
"Percaya deh, Bu, aku tidak akan lari. Nanti aku akan bayar tiga kali lipat tempenya,." mohon wanita itu dengan tatapan memelas.
"Sekali lagi maaf, Bu. Aku hanya pedagang kecil yang penghasilannya tidak seberapa. Zaman sekarang banyak yang penipu,Bu." wanita pedagang tempe itu masih tetap mempertahankan tempenya, yang memang lumayan banyak.
Wanita paruh baya yang berniat membeli tempe itu, terlihat merasa enggan untuk meninggalkan tempe yang memang benar-benar sangat dia inginkan. Dia takut begitu dia pergi nanti, pedagang itu akan menjual kembali tempe itu ke orang lain. Padahal dia sudah capek keliling pasar itu hanya untuk mencari tempe. Semua pedagang tempe sudah kehabisan tempe, kecuali wanita yang ada di depannya sekarang.
"Ada apa ini, Bude?" seorang gadis cantik yang tidak lain adalah Renata tiba-tiba muncul dan bertanya pada pedagang tempe.
"Ibu ini mau beli tempe, tapi katanya uangnya ketinggalan di dalam mobil. Bude sudah memintanya untuk mengambil uangnya, tapi tempenya ditinggal dulu di sini, tapi ibu ini tidak mau. Kalau dua atau tiga mungkin tidak apa-apa, Nak Renata, tapi ini kan lumayan banyak," terang pedagang tempe itu.
"Tapi, aku benar-benar tidak akan lari, Bu. Aku hanya takut nanti ketika aku pergi, ibu malah menjual kembali tempe-tempe ini pada orang lain." wanita si pembeli itu buka suara menimpali ucapan si pedagang.
Mendengar pembicaraan dua wanita paruh baya di depannya itu, Renata akhirnya paham apa yang sebenarnya terjadi. Gadis cantik itu, kemudian mengalihkan tatapannya ke arah wanita paruh baya pembeli tempe.
"Bu, kalau ibu memang benar-benar butuh, biarlah aku yang membayarnya lebih dulu." Renata akhirnya menawarkan bantuan.
"Nak Renata, apa kamu punya uang? apa kamu dapat banyak pelanggan hari ini?" tanya pedagang tempe itu yang memang sudah sangat mengenal Renata.
"Emangnya berapa yang harus dibayarkan ibu ini, Bude?" tanya Renata .
"Tempenya ada 20 batang, dikali dua ribu, jadi jumlahnya 40 ribu, Nak. Kamu apa ada uang segitu?" tanya penjual itu memastikan.
"Oh, tunggu sebentar! Aku hitung dulu ya, Bu." Renata mengeluarkan uang dari dalam sakunya dan mulai menghitung.
"Cukup kok, Bude. Nih uangnya, Bude." Renata memberikan uang yang kebanyakan pecahan 2 ribu sebesar 40 ribu,
"Kamu yakin mau bantu Ibu ini, Renata? bagaimana kalau dia memang penipu?"
"Tidak apa-apa, Bude. Lagian tidak baik berburuk sangka pada orang." Renata tetap mengukir senyumnya saat mengucapkan perkataannya.
"Ya udah, kalau memang kamu percaya. Yang penting aku sudah mengingatkanmu," pedagang tempe itu meraih uang yang diletakkan Renata dan memasukkan ke tas kecilnya.
Kemudian, Renata mengalihkan tatapannya ke arah wanita cantik paruh baya itu.
"Udah, Bu. Tempenya sudah aku bayar." ucap Renata dengan sopan dan masih dengan senyuman yang selalu menghiasi bibirnya.
"Aduh, terima kasih banyak, Nak!" Wajah wanita yang sangat menginginkan tempe itu, kini terlihat sumringah.
"Oh ya, kenalkan nama Tante, 'Tiara'. Nama kamu Renata kan? kamu jangan panggil Ibu, tapi kamu bisa panggil Tante saja. Sekarang kamu bisa ikut Tante ke mobil untuk mengambil uangnya!" wanita paruh baya bernama Tiara itu mengayunkan kakinya melangkah pergi setelah sebelumnya meraih tempe dari tangan si pedagang.
Sementara itu, Renata mengekor dari belakang, mengikuti langkah wanita paruh baya itu. Baru saja beberapa langkah, terdengar bunyi dering dari arah saku gadis itu.
Renata kemudian menjawab panggilan dengan raut wajah serius. Namun, tiba-tiba raut wajah serius itu, berubah panik.
"Iya, kakak akan pulang sekarang! Kamu jangan panik dulu! Mama pasti baik-baik saja." Renata berucap dengan suara yang sedikit tinggi.
"Maaf, Bu, aku pulang dulu!" tanpa menunggu tanggapan dari wanita bernama Tiara itu, Renata langsung berlari meninggalkan tempat itu setelah sebelumnya memasukkan kembali ponselnya ke dalam saku.
"Lho, Nak, uang kamu bagaimana!" Tiara masih sempat berteriak, tapi sama sekali tidak dipedulikan oleh Renata.
"Dia kenapa, Bu?" tanya Tiara pada pedagang tempe itu.
"Oh, sepertinya penyakit mamanya kambuh,"
"Mamanya 'sakit?" tanya Tiara, memastikan.
"Iya, Bu. Sakit kanker paru-paru dan sudah cukup parah. Kasihan dia. Di usianya yang masih muda, dia harus banting tulang untuk kelanjutan hidup mereka.Belum lagi biaya berobat mamanya yang tidak murah." Jelas pedagang tempe itu, membuat hati Tiara menjadi trenyuh
tbc
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 97 Episodes
Comments
Lisa Halik
hai thor
2024-09-12
0
Eli Elieboy Eboy
𝚊𝚚𝚞 𝚖𝚊𝚖𝚙𝚒𝚛 𝚝𝚑𝚘𝚛
𝚜𝚊𝚕𝚊𝚖 𝚔𝚎𝚗𝚊𝚕
2024-09-04
0
Anonymous
keren
2024-08-02
0