Tiara membuka pintu kamar yang tidak jauh dari kamar milik Arya putranya.
"Ayo masuk Nak Renata! ini kamar kamu!" Tiara meraih tangan Renata dan mengajak gadis itu masuk ke dalam.
Renata sontak berdecak kagum melihat kamar yang diperuntukkan untuknya. Kamar yang dua kali lebih luas dari seluruh bangunan rumahnya.
"Tante, apa ini tidak berlebihan? aku rasa aku tidak pantas mendapat kamar sebagus ini. Aku hanya seorang perawat. Bahkan untuk memanggil anda Tante juga aku tidak pantas. Seharusnya aku memanggil, Nyonya," manik mata Renata kini mulai tergenang oleh cairan bening yang siap untuk ditumpahkan dari wadahnya.
"Apanya yang berlebihan? ini benar-benar pantas untukmu. Jangan terlalu membuat dirimu rendah, Ayara. Lagian, kenapa kamar kamu di sini, itu karena dekat dengan kamar Arya. Jadi kalau dia butuh sesuatu kamu bisa cepat datang ke kamarnya," Tiara memberikan penjelasan yang masuk akal.
"Tapi, Tante aku mau diperlakukan berbeda dengan orang-orang yang bekerja di rumah ini. Aku tidak mau orang-orang itu berpikir, aku yang baru bekerja di sini tapi sudah dispesialkan. Aku sudah terbiasa merasa diasingkan, Tante, jadi aku tidak mau orang-orang yang bekerja di sini merasakan seperti yang aku rasakan. Rasanya cukup sakit, Tan. Jadi, biar saja aku tidur di kamar yang tidak jauh berbeda dengan asisten rumah tangga lainnya," Renata memang benar-benar terlihat merasa tidak enak hati.
Tiara menyunggingkan seulas senyuman di bibirnya. Ucapan Renata barusan semakin membuat wanita paruh baya itu merasa simpati pada gadis 19 tahun, tapi memiliki pemikiran sangat dewasa itu. Renata benar-benar didewasakan oleh keadanan.
"Nak Renata, aku tahu apa yang kamu rasakan, tapi Nak, kamu memang harus di kamar ini. Seperti yang Tante jelaskan tadi, kalau kamar kamu di sini itu, agar kamu bisa cepat membantu Arya jika dia butuh sesuatu. Semua orang yang bekerja di rumah ini, baik-baik, jadi Tante yakin mereka tidak akan keberatan Kalau kamu memiliki kamar seperti ini. Ayo kamu masukkan pakaian kamu di lemari itu! oh ya ini ada telepon yang terhubung ke kamar Arya, jadi jika dia butuh bantuan, dia bisa menghubungimu lewat itu. Jadi kamu jangan terlalu jauh berpikir ya!"
Renata akhirnya terdiam karena menurutnya tidak ada lagi gunanya dia membantah.
"Nak Renata, Tante tahu kalau tadi sebenarnya kamu sangat sakit hati dengan ucapan Arya, maafkan anak Tante ya! jujur sebenarnya dia itu bukan orang yang seperti itu, aku harap kamu bisa sabar menghadapinya," raut wajah Tiara seketika berubah sendu.
Renata mengukir senyum di bibirnya dan mendekati Tiara. "Tante, justru aku yang minta maaf, karena tadi bersikap kurang ajar pada anak Tante. Kalau untuk sikap Kak Arya, aku sudah terbiasa mendapatkan hal seperti itu, bahkan yang lebih parah sekalipun dan aku sudah kebal, Tante,"
Mendengar penuturan Renata, membuat kekaguman Tiara semakin bertambah. Kalau dia berada di posisi gadis yang belum sepenuhnya dewasa itu, mungkin dia akan mudah depresi jika banyak yang melontarkan kata penghinaan, tapi tidak untuk gadis di depannya itu.
"Ya udah, sekarang kamu istirahat dulu. Tante mau keluar!" setelah mendengar jawaban iya dari Renata, Tiara pun melangkah keluar meninggalkan Renata sendirian di kamar.
Setelah Tiara keluar, Renata pun mulai menyusun pakaian-pakaiannya ke dalam lemari besar. Pakaian gadis itu sedikit sehingga lebih dari separuh lemari itu masih kosong.
Setelah pakaiannya sudah tersusun rapi, Renata melangkah ke ranjang dan merebahkan tubuh di atasnya.
"Wah, empuk sekali. Kalau aku pejamkan mata, takutnya aku ketiduran saking nyamannya nih tempat tidur," batin Renata sembari duduk kembali.
Kemudian, Renata ingat akan sesuatu, di mana dia harus menghubungi adiknya untuk menanyakan bagaimana kondisi mama mereka.
"Halo, Kak!" terdengar suara adiknya dari ujung sana.
"Rico, bagaimana kondisi mama sekarang?" tanpa basa-basi Renata langsung bertanya sesuai dengan tujuannya.
"Sudah sedikit baikan kak. Tapi daei tadi dia mau berbicara dengan Kakak,"
Ya udah, kamu kasih ke mama handponenya!"
"Halo, Nak!" tidak perlu menunggu lama, handphone Rico kini sudah berpindah tangan ke tangan mamanya. Suara mamanya itu terdengar lemah dan lirih.
"Mama, apa yang mama rasakan sekarang? mama sudah merasa lebih baik kan?"
"Mama sudah merasa lebih baik, hanya hati mama yang sakit, memikirkan putri mama yang harus bekerja keras untuk mama dan adikmu," suara mamanya Renata terdengar semakin lirih. Bahkan sekarang, suara itu sudah dibarengi dengan isak tangis.
"Astaga, Ma. Sudah berapa kali aku katakan, tolong jangan berpikir yang macam-macam. Aku disambut baik di sini dan aku tidak masalah bekerja apapun demi mama bisa sembuh dan Rico bisa tetap sekolah. Mama sekarang tuluskan hati mama dan doakan saja aku biar bisa melakukan pekerjaanku dengan baik. Yang terpentinng sekarang itu adalah kesehatan, mama," Renata tersenyum, walaupun senyumann itu tidak bisa dilihat oleh mamanya itu.
"Maafkan Mama ya Nak! Mama tidak bisa jadi Ibu yang baik untukmu dan Rico. Mama justru selalu menyusahkanmu,"
"Ma, udah deh. Mama sudah jadi Ibu yang baik untuk kami. Mama juga tidak pernah menyusahkan kami. Jadi, tolong jangan bicara seperti itu lagi. Sekarang tolong kasih handponenya ke Rico,Ma. Aku mau bicara sebentar dengan dia!" Renata diam menunggu sampai handphone kembali berpindah tangan dasi mamanya ke adiknya Rico.
"Iya, Kak?" handpone kini sudah berada di tangan Rico.
"Ko, kakak minya kamu agar tetap menjaga mama ya. Kalau ada apa-apa yang terjadi pada mama, kamu cepat hubungi kakak!" pesan Renata dan langsung mendapat jawaban iya dari sang adik.
Setelah menyelesaikan pesannya, panggilan pun terputus.
Baru saja Renata meletakkan ponselnya, telephone yang ada di meja, tiba-tiba berbunyi, membuat Renata terjengkit kaget.
Setelah kekagetannya mereda, Renata pun meraih gagang telephone dan meletakkanmya ke telinganya.
"Hei, kamu jangan bersantai di sana! kamu ke sini untuk kerja kan? jadi sekarang kamu ke kamarku!" terdengar suara Arya yang menggelegar dari ujung telepon. Saking menggelegarnya suara pria itu, Renata sampai menjauhkan gagang telephone dari telinganya.
Renata baru saja bersiap untuk menjawab, tapi Arya sepertinya sudah memutuskan panggilan lebih dulu.
"Dasar pria menyebalkan! benar-benar tidak tahu sopan santun!" umpat Renata ke arah gagang telephone yang dia pegang,. Padahal dia tahu jelas kalau Arya tidak mungkin bisa mendengar umpatannya.
Walaupun Renata kesal, tapi mau tidak mau, gadis itu tetap berdiri dan melangkah keluar untuk menuju kamar pria yang tingkat menyebalkannya sudah berada di level akut menurut gadis itu.
Tanpa mengetuk pintu kamar Arya, gadis itu langsung membukanya dan masuk.
"Ada apa? apa ada yang harus aku bantu? aku kirain kamu tadinya tidak butuh bantuan apapun makanya kamu sempat menolakku. Ternyata,. kamu butuh bantuan juga," sindir Renata menatap sinis ke arah Arya.
"Kamu jangan banyak bicara. Jaga sikap dan sadar dengan posisimu! jangan Karena mamaku mendukungmu, kamu merasa berada di atas angin dan jadi melunjak. Ingat kamu bekerja dan dibayar di sini! jadi perhatikan intonasi bicaramu pada majikanmu!" tegas Arya dengan ketus dan sorot mata yang sangat tajam.
Renata seketika bergeming. Ingin dia membantah, tapi apa yang dikatakan pria di depannya itu memang benar, kalau dia harus sopan pada pria di depannya itu. Sekalipun pria itu menyebalkan, tapi bagaimanapun dia itu adalah majikan yang harus dia urus sesuai dengan posisinya berada di rumah mewah itu sekarang.
"Oh iya, maaf! jadi sekarang kamu mau aku melakukan apa?" intonasi suara Renata sudah kembali normal.
"Kamu panggil aku Tuan. Ingat, aku ini majikanmu, jadi gunakan panggilan yang sesuai dengan posisiku!" Arya menatap Renata dengan dingin.
"Oh, baiklah, Tuan Arya! jadi sekarang apa yang harus aku lakukan?" Renata berusaha untuk menahan kekesalannya.
"Kamu bawa aku ke kamar mandi. Aku mau BAB!" titah Arya.
"Hah, BAB? bukannya__"
"Kenapa, apa kamu tidak mau? bukannya tugas kamu mengurus semua keperluanku? Ayo buruan bawa aku ke sana!"
Renata menarik napas dalam-dalam dan mengembuskannya kembali ke udara, berusaha menahan kekesalannya. Gadis itu kemudian melangkah menghampiri Arya, lalu mendorong kursi roda pria itu.
"Bukannya kata Tante Tiara kalau urusan BAB, mandi, dia bisa sendiri? tapi kenapa sekarang dia malah memintaku melakukannya untuknya? apa nanti dia akan memintaku untuk membersihkan anusnya juga? kalau iya, berarti aku akan melihat ...." Renata bergidik ngeri membayangkan sesuatu yang melintas di kepalanya.
"Rasakan, Renata. Ini baru permulaan. Akan aku buat kamu tidak betah," batin Arya sembari tersenyum licik.
tbc
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 97 Episodes
Comments
Ita Mariyanti
kebalik Ar.... justru km yg jd ketergantungan sm Renata
2024-06-29
0
salmah asri
kita lihat saja nanti, apakah Renata betah...🤭
2024-03-15
0
Eity setyowati
Renata dilawan kamu yg bakal nyesel arya
2024-03-09
1