"Ayo masuk Nak Renata!" Renata pun masuk seperti yang diminta oleh wanita yang ada di depannya itu. Renata mengedarkan tatapannya ke segala penjuru ruangan, dengan tatapan yang sangat kagum, karena baru kali ini wanita itu masuk ke dalam mewah.
"Anak Tante ada di atas. Nanti Tante akan kenalkan kamu ke dia. Tapi, seperti yang Tante dan Om katakan tadi kalau anak Tante itu emosionalnya tidak stabil karena kondisinya yang lumpuh, aku harap kamu bisa sabar menghadapinya," jelas wanita paruh baya itu dengan lugas dan dibarengi dengan senyuman.
"Kamu duduk dulu, Nak Renata! mungkin kamu sedang capek,"celetuk seorang laki-laki yang Renata tahu bernama Adrian, yang merupakan suami dari Tante Tiara.
Ya, di sinilah Renata sekarang. Di sebuah rumah mewah, yang merupakan tempat tinggal wanita paruh baya yang dia bantu di pasar tadi. Kenapa dia bisa berada di rumah Adrian dan Tiara? itu karena dia diminta untuk merawat dan mengurus semua keperluan putra keduanya yang katanya mengalami kelumpuhan.
Flashback On.
Renata berlari masuk ke dalam rumah kecilnya dengan wajah yang sangat panik. Bagaimana tidak ... dia mendapat kabar dari adiknya kalau sang mama lagi-lagi batuk darah dan jatuh pingsan.
"Rico, bagaimana keadaan Mama? di mana mama?" cecar Renata tidak sabaran.
"Mama belum siuman dari tadi Kak. Bagaimana ini?" Rico adik Renata juga ikut panik.
" Ya, kita harus bawa ke dokter. Ayo buruan!"
"Tapi kita sama sekali tidak punya uang kak. Bagaimana kita bisa bawa mama ke dokter," Rico kini sudah mulai meneteskan air mata.
"Kamu tenang saja. Kita bawa dulu, nanti masalah uang biar kakak pikirkan. Kamu bawa dulu mama sendiri ke rumah sakit bisa kan?" ucap Renata, yang juga sudah mulai menangis.
" Tapi, bagaimana caranya kak? dan Kakak mau kemana? kenapa hanya aku yang bawa mama ke dokter?"
"Kakak hanya mau jual handpone ini dulu, untuk biaya rumah sakit mama," Renata menunjukkan ponselnya yang memang merupakan handpone mahal pemberian sahabatnya Salena.
"Tapi bukannya itu, pemberian sahabat kakak? bukannya itu dikasih ke kakak agar kalian berdua tetap bisa berkomunikasi? Bagaimana mungkin kakak menjualnya?"Rico mencoba mengingatkan.
"Kakak tahu, Rico, tapi kondisinya sekarang sudah urgent. Kita sama sekali tidak punya uang. Hanya ini satu-satunya benda yang lumayan mahal dan bisa kita jual. Kakak yakin Salena pasti bisa mengerti dan tidak akan marah. Sekarang yang penting nyawa mama dulu! ayo kita bawa mama ke rumah sakit!". Renata berlari ke kamar disusul oleh Rico adiknya.
Mereka berdua kemudian, berusaha mengangkat tubuh lemah mama mereka, hendak membawa keluar.
Baru saja tiba di luar, tiba-tiba sebuah mobil berhenti di halaman rumah mereka.
Renata mengrenyitkan keningnya, begitu melihat sosok wanita yang keluar dari dalam mobil, yang tidak lain adalah Tiara wanita yang dia bantu bayarkan uang pembelian tempenya di pasar tadi. Bersama wanita paruh baya itu, tampak juga seorang pria paruh baya yang Renata yakini adalah suami wanita itu.
"Tante Tiara? bagaimana dia bisa tahu rumahku?" batin Renata dengan alis bertaut.
"Hah, apa yang terjadi Nak Renata? kenapa dengan mamamu?" tanya Tiara dengan raut wajah khawatir.
"Bertanyanya nanti saja. Sebaiknya kita bawa dulu ibu ini ke rumah sakit. Ayo bawa ke mobil Om!" Pria paruh baya itu buka suara dan langsung membantu Rico mengangkat tubuh lemah mamanya Renata ke dalam mobil.
"Tante, bisa tidak mama saya dibawa dulu, nanti aku akan menyusul!" Renata buka suara dengan sangat hati-hati, begitu mama dan adiknya sudah ada di dalam mobil.
"Kenapa tidak ikut saja? emangnya kamu mau kemana?" Tiara mengrenyitkan keningnya.
"Emm, aku hanya ada keperluan sedikit Tante," sahut Renata yang tidak ingin memberitahukan kalau dia ingin menjual handponenya.
"Kak Renata mau menjual handponenya dulu, Tante. Untuk biaya pengobataan mama," namun tiba-tiba Rico buka suara, membuat Renata mendelik kesal pada sang adik.
"Kamu masuk saja dulu ke mobil. Untuk urusan biaya pengobataan mamamu, biar Om yang bantu," ucap Adrian suami dari Tiara.
"Tapi, Om ... aku ...."
"Untuk sekarang kamu jangan terlalu memikirkan prinsip kamu yang tidak mau meminta-minta. Sekarang utamakan nyawa mamamu dulu!" potong Adrian sebelum Renata bicara kembali.
"Heh, dari mana mereka tahu prinsip hidupku?" alis Renata bertaut begitu tajam.
"Sudahlah Nak Renata. Jangan terlalu banyak pertimbangan, mama kamu butuh cepat ditangani," Ayo masuk!" Tiara kembali buka suara melihat keraguan yang terlukis jelas di wajah Renata.
Merasa ucapan sepasang suami istri itu benar, Renata akhirnya memilih untuk masuk ke dalam mobil.
Tanpa menunggu lama, Adrian pun melajukan mobilnya dengan kecepatan yang lumayan cepat.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
"Bagaimana kondisi mamaku, Dok?" tanya Renata begitu dokter keluar dari ruang pemeriksaan.
"Kanker mamamu sudah stadium 4 Nak. Dan mamamu sama sekali tidak pernah kemoterapi. Bukannya dari awal ketika kanker mamamu masih di tahap awal, aku sudah mengatakan kalau mamamu harus dioperasi supaya tidak berlanjut? Kalau stadiumnya sudah tinggi seperti ini, mamamu harus rutin Kemoterapi, kalau tidak Radiotherapi," jelas dokter itu dengan lugas dan sedikit kecewa, karena perkatannya dulu dianggap angin lalu oleh pasien, atau mamanya gadis di depannya itu.
"Dok, bukannya kami tidak mau melakukan operasi ataupun Kemoterapi, tapi, itu semua karena kami tidak punya biayanya,Dok," Renata menundukkan kepalanya, sembari menangis.
Dokter itu kemudian menarik napas dalam-dalam dan mengembuskannya kembali ke udara. Merasa kasihan, tapi dia juga tidak bisa berbuat apa-apa.
"Nak, pasien yang menjalani pengobatan kemoterapi dalam kondisi stadium 4 memiliki angka harapan hidup hingga 10 bulan ke depan.Sementara bila tak diobati, angka harapan hidupnya diperkirakan 3 bulan," lanjut dokter itu kembali menjelaskan.
"A-apa, Dok? jadi maksud Dokter hidup mamaku tidak lama lagi? Dokter bukan Tuhan yang bisa tahu hidup dan mati orang," Renata menggeleng-gelengkan kepalanya tidak percaya.
"Kami dokter memang bukan Tuhan, tapi kami bisa memprediksikannya. Kamu tahu kan arti prediksi? prediksi itu bisa benar bisa juga salah. Tapi selama ini, prediksi dokter yang menangani kanker jarang meleset. Hanya sebuah keajaiban yang bisa membuat prediksi dokter meleset," tutur dokter itu dengan sabar.
Renata kini tersungkur duduk menyender di sebuah kursi besi dengan air mata yang semakin deras mengalir. "Kenapa sih Tuhan? kami sudah miskin tapi Engkau masih memberikan cobaan seberat ini. Kenapa Engkau tidak memberikan cobaan lain saja? Apa Engkau benar ada untuk kami?" seru Renata yang terlihat mulai putus asa.
Melihat tangisan Renata, tanpa Tiara sadari, air mata wanita paruh baya itu juga sudah ikut menetes. Wanita itu kemudian mengayunkan kakinya menghampiri Renata.
"Nak kamu jangan putus asa ya! Kamu harus tetap memiliki harapan, untuk kesembuhan mama kamu. Kalau untuk urusan biayanya, biar Om dan Tante yang bantu. Jadi, kamu tenang saja!" Tiara membelai lembut kepala Renata. Entah kenapa hati Tiara benar-benar tertarik pada gadis itu. Karena menurutnya Renata ada gadis yang memiliki hati yang baik, kuat, gigih dan penuh prinsip.
"Tapi Tante__"
"Kamu jangan berpikir yang macam-macam dulu. Kalau kamu merasa tidak enak dan tidak mau menerima bantuan begitu saja, kamu bisa bekerja di rumah Tante sebagai perawat pribadi putra Tante yang sekarang mengalami kelumpuhan akibat kecelakaan. Kalau kamu mau, Tante akan kasih kamu gaji 20 juta sebulan. Bagaimana, apa kamu mau?"
Mata Renata membesar begitu sempurna begitu mendengar nominal yang baru disebutkan oleh Tiara. Bagaimana tidak, gaji sebesar itu setara dengan gaji 6 bulan atau 7 bulan mungkin lebih kalau dia bekerja di toko.
"Apa Tante serius?" tanya Renata memastikan.
Tiara tersenyum dan mengangukkan kepalanya. "Tapi, Tante mau kasih tahu kamu sebelumnya agar kamu tidak kaget nanti. Putra saya itu, kondisi emosionalnya tidak stabil. Dia sekarang suka marah-marah karena merasa dirinya tidak berguna. Apa kamu sanggup, Nak?"
Renata dengan cepat menganggukkan kepalanya. Untuk sekarang dia tidak peduli apapun dan dia siap menghadapi apapun nantinya yang akan terjadi. Sekalipun dirinya nanti harus menghadapi kemarahan anak dari wanita paruh baya di depannya itu. Yang penting dia bisa bekerja mendapatkan uang demi pengobatan mamanya dan demi adiknya juga bisa sekolah.
Flashback End
tbc
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 97 Episodes
Comments
Datu Zahra
maraton baca karya kakak, selesai 1 novel lanjut novel lain.
2024-05-09
2
Mamah Kekey
assalam mualaikum hadir lagi kk 🙏
2023-11-30
0
Meriana Erna
sy mampir thor☺️☺️
semoga cerita ny menarik y thor
2023-11-12
1