"Aku tahu, tentu saja aku tahu. Dan apa yang aku katakan tadi itu benar!" tegas Arya dengan tatapan sengit.
"Ya, aku memang mau menikahimu karena uang. Tapi bukan untuk bisa merasakan kemewahan, tapi itu semua karena ...." Renata menggantung ucapannya, karena tiba-tiba tersadar kalau dia bertekad untuk tidak mengatakan kondisi mamanya yang sebenarnya, karena dia tidak mau pria itu berubah baik padanya hanya karena kasihan. Renata benar-benar benci dikasihani.
Arya memang belum tahu kondisi mamanya Renata, dan meminta Tiara maupun Adrian untuk tidak memberitahukan Arya juga. Jadi, waktu menikah, mereka beralasan kalau mamanya Renata sedang pulang kampung karena ada urusan penting.
"Kenapa kamu diam? kamu kehabisan kata-kata karena apa yang aku katakan benar ya?" senyum di sudut bibir Arya semakin terlihat sinis.
"Terserah kamu mau mengatakan apapun itu! aku tidak peduli! yang jelas kamu tidak tahu apa-apa!" pungkas Renata, akhirnya memilih mengalah. Kemudian, wanita itu kembali merangkak naik ke atas ranjang dan berbaring.
"Hei, aku sudah katakan jangan tidur di sini!" bentak Arya, tapi Renata sama sekali tidak peduli.
"Aku tidak mau! aku tekankan, kalau aku akan tetap tidur di sini. Terserah kamu mau melakukan apapun padaku. Kalau kamu mau mengancamku, akan melakukan hubungan suami istri, ya silakan! justru itu yang aku inginkan agar kita semakin terikat. Aku hamil dan punya anak. Pasti akan menyenangkan bukan?" Renata menyunggingkan senyum manisnya, senyum yang menyelipkan sebuah ledekan. Sementara mata Arya membesar terkesiap kaget tidak menyangka kalau Renata bisa mengeluarkan kata-kata seperti itu.
"Ayo lakukanlah sekarang! biar impianku untuk bisa hidup mewah seperti yang kamu katakan tercapai. Uang pasti akan mengalir terus, ya walaupun bukan dari kamu sih, tapi dari mama Tiara dan Papa Adrian. Ingat sekali lagi, bukan dari kamu tapi dari papa Adrian," Renata bicara penuh dengan penekanan.
" Karena kamu sebenarnya tidak punya uang, Kak Arya. Yang punya uang itu papa Adrian dan Mama Tiara. Kenapa aku bicara begitu? karena sebenarnya kamu itu tidak berguna, dan sama sekali tidak menghasilkan apa-apa. Keahlianmu itu hanya membanggakan harta kekayaan yang bukan kamu hasilkan sendiri. Benar-benar menyebalkan!" imbuh Renata.
Setelah menyelesaikan ucapannya Renata memutar tubuhnya memunggungi Arya yang menggeram, penuh amarah.
Tanpa Arya sadari, sebuah cairan bening keluar dari sudut mata Renata. "Maafkan aku ... maafkan aku! aku tahu kalau kamu pasti akan sakit hati setiap aku mengatakan kalau kamu tidak berguna. Aku benar-benar tidak bermaksud mengatakannya. Tapi kata-katamu juga sangat menyakitkan. Aku tidak mau kamu menganggapku wanita lemah yang hanya bisa menangis kalau dihina," bisik Renata pada dirinya sendiri sembari menyeka air matanya.
"Hei, wanita sialan! jangan tidur dulu kamu! kamu benar-benar sudah melampaui batasmu!" Arya mencengkram bahu Renata dengan kencang, hingga membuat gadis itu meringis kesakitan, tapi dia berusaha untuk tidak memperlihatkan kalau dia merasa sakit.
Renata kemudian berbalik dan duduk. "Batasan apa yang sudah aku lampaui?" Renata membalas tatapan tajam Arya.
"Asal kamu tahu, siapa bilang aku tidak berguna? berkali-kali kamu mengatakan kalau aku tidak berguna. Kamu itu tidak tahu apa-apa, brengsek! aku tetap berusaha untuk membantu papa walau dari rumah,"
"Dan apa menurutmu itu cukup? bagaimanpun kamu akan tetap dipandang orang tidak berguna. Tidak akan ada yang tahu kalau kamu melakukan sesuatu dari rumah. Yang orang tahu itu, kalau kamu hanya di rumah saja, meratapi nasib dan bersembunyi bak seorang pengecut!"
"Kamu ...." tangan Arya terayun hendak memukul Renata, tapi dia urungkan mengingat kalau yang ada di depannya sekarang adalah seorang wanita.
"Aku benar-benar tidak menyangka kalau wanita yang dipilih mama jadi istriku tidak punya etika dalam berbicara. Aku tidak bisa membayangkan kalau mama mendengar ucapanmu yang selalu merendahkan putranya Dan aku benar-benar sangat mengharapkan dan tidak sabar mama mendengar ucapan kasarmu. Karena aku yakin mama akan menceraikan kita berdua,"
"Apa menurutmu kamu juga punya etika saat menghinaku? apa kalau orang kaya menghina orang miskin, itu dianggap beretika dan memang pantas melakukan penghinaan? sedangkan ketika orang miskin balik menghina langsung dianggap tidak beretika, begitu?"
Arya sontak terdiam tidak memberikan jawaban apapun.
" Kamu sangat menginginkan berpisah secepatnya denganku kan? baiklah, kalau itu maumu. Tapi dengan satu syarat. Kamu harus sembuh. Kalau kamu bisa berjalan normal lagi, di saat itu juga aku akan pergi dari hidupmu tanpa membawa apapun harta keluarga ini. Tapi, selama kamu masih belum bisa berjalan, jangan harap aku akan pergi. Bagaimana? apa kamu mau menerima tantanganku?" kedua sudut bibir Renata melengkung, tersenyum sinis ke arah Arya.
Arya memicingkan matanya menelisik keseriusan ucapan Renata di wajah wanita itu.
"Kenapa kamu diam? kamu tidak berani ya? benar-benar pengecut!" Renata menatap remeh pada Arya.
"Siapa yang tidak berani? baiklah aku terima tantanganmu dan kamu harus pegang kata-katamu! deal!" Arya mengulurkan tangannya ke arah Renata.
"Deal!" sambut Renata.
Arya kemudian meraih ponselnya dan langsung menghubungi Tiara mamanya.
"Ada apa, Nak? apa kamu butuh sesuatu? apa Renata tidak ada di kamar?" tanya Tiara beruntun, begitu dia menjawab panggilan Arya.
"Tidak, Ma. Aku tidak butuh sesuatu. Aku cuma mau mengatakan kalau mulai besok aku mau melakukan terapi!" tegas Arya sembari melirik sinis Renata.
"Apa? kamu serius?" mungkin kalau Arya bisa melihat ekspresi mamanya sekarang, pasti wajah wanita paruh baya itu akan berbinar mengingat kalau selama ini dia selalu menolak melakukan terapi.
"Aku serius, Ma!" suara isak tiba-tiba terdengar dari ujung telepon. Pertanda kalau mamanya itu sedang menangis bahagia.
"Kalian belum tidur ya? mama ke kamar kalian sekarang! mama hanya mau memastikan saja, kebenaran ucapanmu!"
"Tidak perlu, Ma! Aku benar-benar serius kok. Mama tidur saja ya!" panggilan akhirnya terputus setelah Arya menyudahi panggilannya.
"Kamu lihat kan? aku tidak main-main untuk bisa sembuh. Kamu tahu kalau aku sudah bertekad, aku pasti akan melakukannya dengan sungguh-sunguh. Jadi, persiapkan dirimu untuk pergi tanpa mendapatkan apapun setelah aku sembuh!" pungkas Arya sembari merebahkan tubuhnya.
Renata mengembuskan napasnya, dan ikut berbaring. "Akhirnya aku bisa membuatmu bersedia melakukan terapi walaupun harus dengan cara yang bisa merugikanku. Setidaknya aku bisa membalas budi Mama Tiara dan Papa Adrian, yang sudah membantu biaya pengobatan mama dan biaya pendidikan Adrian," bisik Renata pada dirinya sendiri sembari memejamkan matanya.
Ya, dari awal Renata mengenal Arya dia sudah bisa membaca sikap pria itu yang selalu tidak terima kalau direndahkan dan ditantang. Makanya, Renata akhirnya memutuskan untuk selalu melontarkan kata-kata pedas dengan menghina kondisi pada pria itu, agar pria itu merasa tertantang dan punya keinginan untuk sembuh.
tbc
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 97 Episodes
Comments
Arie Chrisdiana
biaya pendidikannya Rico thor bkn Adrian, masak papa Adrian sklh lg 😂😂😂🙏🙏🙏🙏
2024-02-08
1
𝕗 𝕚 𝕚
semangat renata
2023-11-10
0
Edah J
Tidak apa Renata yakinlah hati tulus seseorang itu lambat laun juga akan terungkap.sabar yaa🤗
2023-11-08
2