“Elo nggak lihat handphone? Falisha kirim pesan ngajak duduk di kafe. Coba elo periksa handphone dulu.” ucap Mika saat di pertengahan jalan mau pulang.
“Oh ada ya, gue nggak lihat handphone soalnya.” seketika lupa kalau pulang ini gue masih harus bekerja ekstra. Hah, enggak bisa istirahat. Mengambil handphone di dalam tas.
Um ada dua pesan ternyata.
“Ay, kamu pulang kerja di jemput Falisha. Mamas suruh tadi jemput kamu. Entar ke apartemen, mulai sekarang kita menginap di sana sementara waktu.”
Ikut sajalah, jangan aja tidur di pinggir jalan.
“Iya, Mas.”
“Ra duduk sebentar yuk di kafe depan sebelum pulang, mas Abyan juga minta jemput elo untuk ke apartemen. Sekalian cerita dulu sama Mika, kalau lo sudah menikah, entar di tunda Mika tahu dari orang lain elo juga 'kan yang susah.”
“Iya, ini lagi di jalan mau ke sana.”
“Ada nih, yuk jalan kita.”
“Lanjut.” jawab Mika terlihat senang jika nongkrong di kafe depan.
.
.
.
“Jus jeruk, jus melon, jus mangga. Mau makan apa kalian berdua?” tanya Falisha yang mencatat pesanan.
“Gue makan mie ayam.” jawab Mika.
"
“Elo, Ra?”
“Mie ayam juga, enak kayaknya.”
“Ok! Eh lo ngidam ya, Ra?” tanya Falisha memainkan alisnya yang naik turun seperti biasa. “Mas.” dirinya memanggil pelayan, dengan cepat pula pelayan langsung datang. “Nih jangan pakek lama.” menyerahkan kertas pesanan.
“Di tunggu sebentar ya, Neng?” ucap pelayan mengambil kertas di tangan Falisha.
“Iya.” jawab Falisha.
“Eh Ra kenapa belum jawab pertanyaan gue?”
“Sha, elo lagi nggak waras, eggak ada apa pertanyaan lain?” pertanyaan yang buat emosi aja, emang gue hamil di luar nikah apa langsung ngidam setelah menikah. Yah sebenarnya paham dengan maksudnya agar segera bercerita, tapi nggak bahas hamil juga kali.
“Bukannya malam tadi menghabiskan malam yang sangat panas dengan mas Abyan di dalam kamar pengantin.”
“Apa?” ucap Mika berdiri dengan nada tinggi sambil menghentakkan meja.
Shuuut...
Kami berdua memegang tangan Mika untuk duduk kembali.
“Malu Mik, jangan terkejut ngajak orang sekafe juga kali.” ucap Falisha memberi nasehat karena kami berdua sama-sama menahan malu, akibat kebiasaan Mika satu ini yang susah sekali di obati.
Kami bertiga melihat sekeliling banyak yang memperhatikan.
“Maaf, gue syok.” ucap Mika terlihat sedikit malu.
“Maksud dari kalian berdua apa?” mulai dirinya terlihat ingin menelan ayam mati.
“Gue sudah bilang tadi, pas kerja, kalau undangan itu gue yang nikah.” biar cepat Mika tahu.
Mika menyipitkan kedua matanya. “Kalian kalau menghalau, nggak cocok deh.” masih-nya nggak percaya.
“Gue serius, Mik.”
“Mana buktinya?” Mika yang nggak akan percaya kalau tidak ada bukti, jelaslah jika itu di posisi gue pasti nggak akan percaya. Langit siang langsung tiba-tiba menjadi pagi.
Falisha mengambil handphonenya di dalam tas sambil menekan layar. “Nih foto Zahra lagi di rias pengantin, gue dapat kiriman fotonya tadi pagi dari pegawai fotografer.” memberikan pada Mika.
“Ya Tuhan Ra, ini beneran elo nikah sama pak bos. Kenapa hanya Falisha aja yang elo kasih tahu?” Mika terlihat kesal.
“Tuh adiknya depan mata lo jelasin, Sha.”
“Apa?” kembali Mika terkejut sambil berdiri.
Dah tutup wajah ajalah kalau kayak begini.
“Cerita nggak nih?” tanya Falisha.
“Iya dong, harus itu.” jawab Mika yang terlihat penasaran.
Falisha mulai memberitahu semuanya dari yang rasanya buat hati panas menjadi dingin.
“Jadi beneran istri pak bos itu elo, Ra?” tanya Mika yang baru angkat bicara setelah memperhatikan cerita dari Falisha.
“Mik kalau elo nggak percaya sana gue, entar kapan-kapan kita ketemuan berempat ngajak pak bos.”
“Enggak ah.” tolak Mika langsung.
“Kenapa? Secara gue juga dipaksa.”
“Nanti gue mau jadi istri kedua lagi, gara-gara ucapan bu Hasya dan bu Ima tadi hahaha.” tawa Mika. “Lagian gue juga mau di paksa kalau dapatnya kayak pak bos yang paket komplit nggak susah paya gue kerja siang malam banting kasur.”
“Elo udah nggak waras mau jadi istri kedua mas Abyan?” tanya Falisha terlihat geram.
“Bercanda kali, gue mana mau di dua 'kan."
“Elo mau juga nggak apa-apa, Mik. Hahaha."
“Elo berarti yang gila, Ra. Hahaha.” ucap Mika tertawa bahagia.
“Elo nggak capek, kerja hari ini, Ra?” tanya Falisha mulai serius sambil minum dan makan karena pelayan sudah menghidangkannya dari tadi.
“Enggaklah ngapain capek, fresh gini.”
“Wih kuat juga, habis berapa ronde semalam?" tanyanya semakin gila.
“Hayo semalam kalian menguping 'kan di depan pintu."
“Lo kok tahu?”
“Tahulah orang kami lihat kalian di cctv.”
“Terus kalian lihat cctv sambil main kuda-kudaan dong.” kepo Falisha mulai beraksi.
“Yang kalian dengar itu bukan main kuda-kudaan, tapi main suit. Siapa yang kalah saling cubit sama main lompat di atas ranjang. Olahraga trampolin. Seru banget sumpah.”
“Serius? Ah pasti bohong 'kan, malu mungkin mau jujur sama kita.” tanya Mika yang ikut kepo.
“Ih nggak percaya. Buktinya gue jalan biasa-biasa saja, sehat lagi. Hanya capek aja dikit, gara-gara kerja lembur di tambah resepsi. Tapi tadi ke farmasi minta obat multivitamin. Gawat 'kan kalau gue sakit, nggak enak minta izin cuti lagi.”
“Masak sih kalian berdua malam-malam main begituan?” Falisha masih nggak percaya dengan alis yang bergelombang ke segala arah.
“Iya gara-gara kalian mau dengar adegan hot mau nggak mau kami lakukan. Awalnya mas Abyan nggak mau, tapi gue berusaha merayu sebisa mungkin. Biar mau. Eh akhirnya dia menyetujui, lanjut kami main beruntung ranjang aman.”
“Serius, Ra?” tanya Mika yang makanannya sampai jatuh ke meja terus di pungut lagi.
“Hehehe, Sayang.”
“Buang Mik, jorok banget sih lo jadi orang.” Falisha terlihat jijik.
“Ih belum lima menit juga.” Mika membela diri.
“Dah stop terserah Mika, jangan berantem selagi halal.” menengahi mereka sebelum perang lagi, capek kalau mereka berdua kalau berdebat sampai tahun baru pun nggak akan selesai. “Pokoknya intinya gue serius, nggak percaya banget boleh tanya sama mas Abyan." meyakinkan mereka.
“Masalahnya Ra, mamas tuh orangnya seriusan, pendiam, susah di ajak kompromi, dingin lagi. Jangan bilang elo bohong 'kan.” Falisha terlihat sangat serius.
“Enggak percaya banget sih. Gue nih mana pernah bohong seperti lo, Sha. Tuh mamas masih hidup tanya aja biar jelas dan tahu kalau gue nggak berbohong.” emosi lama-lama masak dari tadi nggak ada yang percaya satu pun, walaupun memang sulit di percaya.
“Nah kalau benar mas Abyan ngelakuin apa yang elo minta, berarti benar mamas gue sudah cinta mati sama elo, Ra. Baguslah gue nggak kepikiran lagi.” ucap Falisha mulai menikmati jus-nya.
“Masa sih kalau benar sejak kapan coba? Bisa aja 'kan gara-gara gue merayu mas Abyan jadi dia mau. Terus dia nggak mau nama baik kami berdua tercoreng. Apalagi elo pasti tahu oma orangnya gimana kalau nggak di ikutin kemauannya.”
“Iya juga sih, benar apa kata, lo.”
“Kalau di bayangkan lucu juga kalian main yang begituan hahaha, kayak masa kecil kalian kurang bahagia hahaha." Falisha tertawa puas.
“Aneh juga bayangin pak bos kalau seperti itu.” ucap Mika.
“Kasihan dong sama yang lain kalau tahu kalian hanya bohongan.” ucap Falisha.
“Jangan juga di kasih tahu, gawat gue di ceramah oma.”
“Jadi elo sekarang tinggal di mana, Ra?” tanya Mika.
“Di mana tadi, Sha?” lupa apartemen apa kontrakan.
“Apartemen dekat sini nggak jauh.” jawab Falisha.
“Nah tuh tempat gue sekarang.” menjawab pertanyaan Mika.
“Syukurlah, kasian gue sama lo itu. Mudah-mudahan elo selamanya dengan pak bos. Dulunya elo pindah sana sini. Ngekos nggak boleh, ambil perumahan tambah lagi. Bingung gue sama hidup lo yang mau-mau saja di atur.” ucap Mika.
Entah kenapa omongan Mika membuat nih hati dilema. Apakah harus bertahan agar bebas dari aturan yang menekan itu, atau harus berpisah agar semuanya kembali seperti semula. “Gue bertahan karena mereka keluarga gue Mik, hanya mereka yang gue punya selain kalian.” tapi itu tiga hari yang lalu, semenjak pagi tadi mereka membuat dada ini bergejolak entahlah mereka sebenarnya menganggap diri ini keluarga atau bukan.
Pelukan hangat seketika mereka berdua berikan.
“Sekarangkan udah punya suami.” mungkin saat ini mereka nggak perlu tahu dulu apa yang sebenarnya di jalani saat ini, lagian kalau mereka tahu pasti mereka nggak akan tinggal diam. Pastinya cegahan, sedang diri ini entah mengapa sungguh-sungguh dilema dengan pernikahan paksa ini.
“Ya suami pajangan aja.” ucap Falisha dingin.
Hah adiknya aja kayak begini apalagi kakaknya yang bulat enggak mau berpisah, tambah pusing kepala ini. “Doain supaya beneran.” semoga Falisha merasa sedikit senang.
“Iya gue doain, yuk pulang entar mamas marah lagi.” Falisha berdiri.
“Yuk entar suami gue ceramah lagi, pusing gue.” mengikuti Falisha berdiri.
“Lain yang sudah punya suami, kita berdua bisa apa?” ucap Mika.
“Nikah sana, biar saingan kita.”
“Doain ya, kami berdua merambat.” ucap Mika menunjukkan gigi putihnya.
“Emang ubi jalar daunnya merambat?”
“Labu juga merambat daunnya.” balas Mika.
“Dah pulang jadilah bahan merambat dan menjalar.” ucap Falisha menarik tangan kami.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 121 Episodes
Comments