10.

Menatap tajam pada Unni, benar-benar tidak bisa ditebak apa yang akan dikatakan dan dilakukan padanya.

"Hah, jangan banyak bergerak. Lukamu masih terlalu basah, beristirahatlah dulu." Suara Azka yang meninggi, tiba-tiba saja turun drastis.

"Saya mau sholat, apa anda punya mukenah? Dan arah kiblatnya, kemana?"

Duar!!

Pertanyaan yang membuat seorang Azka tak berkutik, dalam situasi seperti ini. Ia benar-benar seperti orang bo**h yang tidak tahu apa-apa, mukenah dan arah kiblat? Kalimat itu begitu asing bagi dirinya, bahkan bisa dibilang tidak pernah ia dengar.

"Apa itu?" Melepaskan rasa penasaran dan meletakkan rasa malunya, pada akhirnya membuat Azka bertanya.

"Huh, bisa pinjam ponselnya?" Unni merasa pusing, ditambah berdebat dengan Azka. Maka akan membuat kepalanya semakin kuat berdenyut.

Memberikan ponsel itu begitu saja, tanpa ada rasa curiga apapun. Aneh, ponsel orang penting seperti Azka tidak menggunakan kunci ataupun sidik jari. Unni segera memperlihatkan gambar dari mukenah dan menunjukkannya pada Azka.

"Kiblat?"

Memutar kedua bola matanya dengan malas, sungguh lelah jika terus berhadapan dengan Azka.

"Anda bisa mencarinya pada aplikasi pencari, tuan. Terima kasin atas semua pertolongannya, lebih baik saya pulang saja dan anda tidak akan kerepotan akan diri saya.

"Tidak! Kau tetap disini, tinggal disini." Suara berat itu terdengar keras, namun dengan mata yang masih tertuju pada ponselnya.

Malas untuk berdebat panjang, Unni berjalan perlahan menuju kamar mandi yang sudah diberitahukan oleh Azka sebelumnya. Dengan Azka yang masih terus fokus dengan ponsel tanpa menyadari jika Unni sudah tidak ada dihadapannya, setelah mendapatkan apa yang ia cari. Melihat tidak adanya Unni disana, membuatnya panik.

"Dimana wanita itu? Awas saja kalau dia berani-beraninya kabur dariku!" Mencari keseluruh sudut kamarnya, dan kepanikan itu berubah saat melihat Unni keluar dari kamar mandi.

"Darimana saja kau, hah? Sudah aku bilang, jangan pergi kemana-mana!"

"Jangan sentuh saya, nanti wudhunya batal. Jika anda masih berdiri seperti ini, bagaimana saya bisa lewat." Ingin berjalan namun tubuh tegap Azka menghalanginya.

"Kau ini, sana." Memberikan jalan untuk Unni berjalan dan mengikutinya .

Menggunakan selimut yang dilipat, lalu merapikan pakaian yang dikenakan. Melakukan gerakan yang sama sekali tidak ia ketahui, membuat Azka memperhatikan semuanya sampai menurutnya sudah selesai. Namun ternyata belum, bibir itu mulai mengucapkan Kalimat-Kalimat aneh lagi menurut dirinya. Cukup lama menunggu dan akhirnya selesai juga.

"Arkh!" Meringgis menekan bagian dadanya.

"Sudah dibilangin, ngeyel."

"Anda mau apa?" Panik saat melihat Azka mendekatinya.

"Diam! Cukup diam dan patuh." Gertak Azka pada Unni yang sudah membuat kesabarannya terkikis, meletakkan Unni pada pinggiran tempat tidur

"Kau adalah wanita pertama yang tidak takut padaku, bahkan dengan kematian." Menatap Unni dengan sangat tajam.

"Terima kasih atas pujiannya." Dengan begitu santai menjawab ucapan Azka padanya.

"Heh, aku suka dengan sikapmu ini. Semoga lukamu lekas pulih, dan ingat. Tugasmu kini bertambah berat, berisitirahtalah. " Beranjak dari tempat duduknya.

"Tunggu, saya mau pulang." Tanpa sadar, Unni meraih tangan Azka.

Mendapatkan genggaman tangan lembut itu pada dirinya, membuat Azka merasakan sesuatu yang berbeda pada dirinya. Detak jantungnya pun sangat cepat, baru kali ini ia merasakan perubahan pada dirinya saat dekat pada wanita.

"Tuan." Mendapati Azka yang terdiam, Unni pun mengguncang lengannya.

Azka sadar dari lamunannya, menatap wajah wanita yang benar-benar membuat dirinya seperti ini dengan begitu lekat. Namun dengan cepat Unni menarik tangannya dan menundukkan kepalanya dari tatapan itu.

"Ma maaf, maafkan saya." Unni menjadi malu sendiri akan kelancangannya menyentuh laki-laki dihadapannya.

"Hah, mulai saat ini. Kau akan tingal bersamaku, disini. Jangan pernah membantah perintahku, dan tugasmu adalah menjadi asisten pribadiku. Karena aku bermurah hati, tunggu kau sembuh baru bekerja."

"Tapi, ..."

"Jangan membantahku, jika ada yang kau inginkan. Katakan saja padaku atau bisa pada Kenzo, mmm tidak tidak. Katakan saja padaku."

"Tapi, ..."

"Sstthh, jangan membantah."

"Astaghfirullah, saya mau bicara tuan!" Nada bicara Unni sedikit meninggi.

"Kau!"

"Tolong tuan, izinkan saya bicara dulu. Kalaupun saya menjadi asisten pribadi anda, tidak harus tinggal satu atap seperti ini. Saya bisa datang lebih awal, dan juga pakaian serta barang-barang pribadi saya yang lainnya juga bagaimana." Pada akhirnya Unni menatap tajam pada Azka, namun hanya sejenak dan kembali menunduk.

...Bener-bener ni orang, habis sudah jumlah istighfarku gara-gara pria ini. Kenapa hidupku harus bertemu dengannya, astagfirullah. Tuh kan bener, aduh....

Terpopuler

Comments

Anonymous

Anonymous

Sedikit kritik dan saran ya thor maaf sebelumnya. Katanya negara yg didatangi unni sangat asing untuk model hijab yg unni gunakan tp kok bertolak belakang dengan nama tokoh tokohnya seperti nama orang indonesia. Contoh jihan putri mawar azka. Itu nama nama orang indonesia. Dan dindonesia mayoritas muslim jd ga asing dengan agama islam dan hijab yg unni pakai. Jd tolong klo bisa di revisi nama namanya. Biar agak nyaman membacanya. Ceritanya sudah bagus hanya agak janggal aja. Maaf ya thor🙏

2024-03-24

2

Neulis Saja

Neulis Saja

Azka maumu apa ? biarkan tdk serumah dgnmu karena tdk seharusnya serumah atau kamu jadikan istrimu ?

2024-02-13

1

Win Kuncung

Win Kuncung

"habis sudah jumlah istighfarku" kata Unni; ha...ha...ha he Azka berapa jin yg ada dalam tubuh mu ch.. 😅

2024-01-22

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!