Mobil yang ia kendarai sendiri, berhenti pada sebuah apartemen yang sangat sederhana. Memastikan alamat yang dikirimkan David padanya dari ponsel genggamnya, kaki itu melangkah dengan cepat menuju lif dan membawanya pada kediaman seseorang.
Menekan tombol yang ada disamping pintu kecil, berulang kali Azka lakukan agar sang pemiliknya membuka pintu. Hingga beberapa saat, tidak ada perubahan dan pergerakan sedikitpun dari sana.
"Buka pintunya! Hafsah!!"
Kesabaran seorang Azka berakhir, ia mengedor pintu apartemen dengan menggunakan tangannya dengan sangat kuat. Untung saja ketika itu para penghuninya sudah beraktivitas, sehingga tidak ada yang merasa terganggu.
"Hafsah! Buka pintunya!" Kembali Azka berteriak.
" Aku tahu kamu ada di dalam, buka pintunya!"
Suara keras Azka tak henti-hentinya terdengar, ia terlihat begitu marah ketika melihat surat pengunduran diri dari wanita yang selalu saja masuk ke dalam pikirannya.
Kegaduhan pun tidak dapat dihindari, akibat ulah dari Azka yang begitu emosi. Membuat pintu apartemen yang ditempati oleh Unni rusak parah, dengan menggunakan kakinya ia menendangnya dengan menggunakan seluruh tenaganya.
Memasuki ruangan yang baginya sangat kecil, memeriksa setiap ruangan yang ada guna mencari keberadaan Unni. Namun ia tidak dapat menemukan wanita yang ia cari, melampiaskan semua kemarahannya dengan mengacak-acak isi perabotan disana.
"Bre****ek! Dimana kau, berani-beraninya kau menghilang." Umpat kemarahan Azka.
Dengan nafas yang masih naik turun, Azka menatap tajam pada seluruh isi ruangan yang ada.
"Assalamu'alaikum, siapa yang menghilang?"
Deg!
Deg!
Kedua bola mata Azka membulat, suara yang sangat ia kenal. Terdengar cukup jelas ditelinganya. Membalikkan tubuhnya yang membelakangi pintu masuk, tubuhnya seketika terdiam.
"Dasar! Kau sudah membuat aku khawatir, kemana saja? Jangan coba-coba pergi tanpa izin dariku."
Begitu cepat Azka berjalan mendekat dan langsung memeluknya, Unni yang baru saja tiba di apartemennya menjadi kaget. Melihat pintunya sudah rusak dan isi ruangan disana begitu berantakan, bahkan ada seseorang yang membelakanginya berbicara sendiri seperti sedang mengumpat.
"Astaghfirullah, lepas tuan. Kebiasan!" Kali ini Unni memukul kepala Azka menggunakan payung yang ia bawa.
Tuk!
Tuk!
"Arkh! Hei, kenapa memukulku? Kau selalu saja memukulku, tidak bisakah lembut sedikit." Gerutu Azka mendapatkan pukulan dari Unni.
"Dasar pria mesum, main peluk-peluk saja. Seharusnya itu anda menjawab salam yang saya ucapkan dan saya yang disini sepatutnya bertanya pada anda tuan."
"Belum juga menerima gaji, tapi sudah harus menganti kerusakan semuanya ini. Huh, memeng seharusnya aku tidak ke negara ini."
Sungguh Unni merasa lelah harus menghadapi pria seperti Azka, makanya ia mengajukan pengunduran dirinya dari perusahaan tersebut. Walaupun masih banyak yang ingin bergabung pada perusahaan itu, membuat Unni mempertimbangkannya dengan sangat berat.
"Hei, bisakah kau berhenti berceloteh. Aku akan menganti seluruhnya, dan diam duduk sana. Aku ingin berbicara serius padamu." Perkataan Azka terdengar aneh, bahkan dirinya juga merasakan hal tersebut.
...Ada apa denganku? Kenapa malah seperti ini, bukannya aku harus memarahinya....
"Sebaiknya kita berbicara diluar saja tuan, atau nanti saya akan datang ke perusahaan. Tidak baik jika kita hanya berbicara berdua, banyak sekali godaan yang tak kasat mata."
"Maksudmu?" Azka menaikan salah satu alisnya.
Menghela nafas beratnya, Unni tahu jika orang seperti Azka tidak akan paham tentang apa yang akan ia jelaskan.
"Pada intinya, agama saya melarang untuk berduan saja dengan lawan jenis. Apalagi tidak ada orang lain yang menjadi saksinya, apa tuan paham?"
"Saya rasa, anda tidak akan paham. Silahkan anda keluar, saya mau membereskan semuanya." Dengan memutar kedua bola matanya dengan sangat malas, Unni harus menghadapi seorang Azka.
"Tunggu, Mmm. A aku, ah sudahlah. Pengunduran dirimu aku tolak, besok bekerja kembali. Awas saja kau tidak datang, akan aku hancurkan tempat ini." Azka segera berlalu dari tempat Unni, ia terlihat sangat tergesa-gesa.
Melihat Azka sudha menghilang dari pandangannya, membuat Unni menggelengkan kepalanya dengan rasa tidak percaya. Seorang pemimpin perusahaan besar datang ketempatnya, menghancurkan perabotan dan juga pintu utama. Unni duduk menatapi semuanya, terasa berat untuk hidup di negara orang tanpa siapa pun yang kita kenal.
Tangan itu mulai membereskan semua kekacauan yang telah dibuat Azka, bahkan ia masih terbayang akan perlakuan Azka padanya. Hal itu yang membuat Unni memancarkan hati untuk resign dari perusahaan tersebut, tidak ingin semakin larut dalam kehinaan yang diciptakan.
"Permisi, nona Hafsah. Silahkan ikut kami." Seorang pria dengan tubuh tegap, berdiri di ambang pintu.
" Anda siapa?"
"Tuan Azka mengutus kami, harap kerjasamanya nona." Ujar pria tersebut, yang tak lain adalah Demico.
" Bilang saja padanya, terima kasih. Tolong perbaiki pintunya saja, aku merasa nyaman disini."
Malas untuk berdebat, apalagi dengan wanita. Demico menghubungi Azka melalui ponselnya, terlihat ia sedikit menjauhkan benda itu dari telinganya. Lalu ia mengarahkan kepada Unni, tentunya menggunakan laudspeaker.
"Jika kau tidak menurut, aku akan melakukan hal yang sangat agamamu membencinya. Pilih mana?"
Unni terdiam, pikirannya terbayang akan perlakuan Azka padanya beberapa hari ini. Betapa mengerikan untuknya, ia juga tidak bisa membungkam perkataan Azka padanya. Ada sisi ruang dalam hatinya yang merasa takut akan tatapan dari tuannya itu.
"Baiklah, terima kasih sebelumnya tuan." Akhirnya Unni harus menerima apa yang dikatakan oleh Azka padanya.
"Nona, silahkan."
" Tunggu, bisakah aku membawa beberapa barang?"
"Tentu nona, kami akan menunggu."
Menghela nafas panjangnya, Unni masuk ke dalam kamarnya dan melihat sejenak ruangan kamarnya itu. Membawa barang-barang yang sangat ia perlukan, karena tidak mungkin ia akan meminta barang tersebut kepada orang lain, apalagi pada orang yang tidak mengerti akan benda tersebut.
Memasukam barang-barang tersebut pada tas koper yang ia bawa, lalu ia mengikuti arahan dari David. Sangat aneh dan membingungkan bagi Unni, kini mobil yang membawanya berhenti pada bangunan tinggi yang cukup megah.
"Nona, mari silahkan."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 101 Episodes
Comments
lilis suryana
azka mulai bucin, untung blm akut/Facepalm//Facepalm/
2024-07-18
0
guntur 1609
hajahhah azkangak bisa berkutik di depan unni
2024-04-20
0
mudahlia
apa jangan jangan Hafsah adek nya Alex y
2024-03-29
1