Kelihatanya, pria yang duduk di depan kamar Shanum tidak menyadari kehadiran tiga wanita itu.
"Rio? Kenapa dia bisa berada di depan kamar kosku?" gumam Shanum bertanya-tanya.
"Sha, kamu kenapa?" tanya Rima, dia keheranan menatap Shanum yang masih terdiam.
Ibu kost menyenggol lengan Rima, menunjuk ke arah kamar kos Shanum dengan lirikan matanya. Rima mengikuti arahan Ibu kostnya, barulah dia mengerti mengapa Shanum mematung.
"Sha, siapa laki-laki itu?" tanya Rima berbisik, sesekali melirik ke arah Rio yang fokus pada ponselnya.
"Dia temanku, Rim. Tapi, untuk sekarang aku tidak mau menemui dia," jawab Shanum. Dia beralih menatap Ibu kostnya yang juga memperhatikan Rio. "Bu, bolehkah aku menginap di rumahmu? Untuk malam ini saja. Aku ... benar-benar sangat tidak ingin bertemu dengan pria itu," mohon Shanum memelas.
Ibu kost langsung tersenyum seraya mengangguk mengiyakan. Kebetulan, sekarang mereka sudah berada di depa rumah Ibu kost. Wanita paruh baya itu cepat-cepat membukakan pintu untuk Shanum dan juga Arsenio.
"Rima, aku masuk duluan, ya. Nanti ... jika dia menanyakan tentangku, bisakah kamu berbohong?" Shanum memperlihatkan tatapan yang penuh harap.
"Tentu saja. Masuklah, sebelum dia menyadari kehadiran kita di sini," ucap Rima.
Shanum mengiyakan dengan anggukan kecil. Dengan langkah yang mengendap-endap, Shanum masuk ke dalam rumah Ibu kost dan menidurkan Arsenio di atas ranjang.
"Pasti pundakmu sakit, Sha," tebak Ibu Kost, memberikan sebotol minyak yang biasa dia gunakan untuk memijat bagian tubuhnya yang terasa pegal.
"Lumayan, Bu. Dia sudah besar, lumayan berat." Shanum mengambil minyak tersebut dan mengoleskan di pundaknya.
Rima masuk ke kamar kostnya yang kebetulan berada di sebelah kamar Shanum. Kehadiran Rima mencuri perhatian Rio. Rio mendekati Rima, bermaksud untuk keberadaan Shanum.
"Maaf, Nona, apa kamu mengenal Shanum?" tanya Rio, menunjukkan foto Shanum yang sedang tersenyum. Jujur saja, Rima sempat terkejut, berpikir keras mengapa foto Shanum bisa ada pada pria di depannya itu.
'Apakah pria ini penguntit? Jangan-jangan, dia punya maksud jahat pada Shanum dan Arsen?' batin Rima, mulai membangun kewaspadaan akibat dari prasangka-prasangka buruknya.
"Maaf, Tuan, ini foto siapa? Aku tidak kenal dengan wanita ini. Pernah melihat juga tidak," bohong Rima, tidak lupa dia tersenyum untuk menambah keyakinan.
"Benarkah? Tapi, katanya dia tinggal di Kost-an ini, di kamar yang ini. Masa kamu tidak mengenalinya?" Rio tidak percaya, merasa kalau Rima hanya menutupi semuanya.
"Aku benar-benar tidak mengenalnya, Tuan. Mungkin, info yang Anda dapatkan itu salah. Sebaiknya, cari info yang benar dulu," ujar Rima memberikan saran.
"Tadi sudah coba-coba panggil belum? Lihat, lampu kamarnya mati, kan? Setahuku, kamar itu memang sudah lama kosong. Tidak ada yang namanya Shanum di kost-an sini," terang Rima, dia menambahkan keraguan-keraguan di hati Rio mengenai keakuratan info yang dia punya.
"Masa, sih?" Rio mengerutkan keningnya. Dia berulang kali melihat ponselnya, nama kost-an, dan nomor kamar Shanum. Pria itu seperti sedang memastikan lagi semua infonya. "Semuanya benar. Tapi, kenapa orangnya tidak ada di sini, ya?" gumam Rio bertanya-tanya.
"Sudah malam, saya mau masuk dulu, istirahat," pamit Rima. Dia tidak mau berlama-lama berbincang dengan Rio, membangun kebohongan. Takutnya, nantinya Rima kelepasan bicara dan terbongkarlah semuanya.
"Baik. Terima kasih, maaf mengganggu," ucap Rio.
***
Pagi kembali menyapa, sinar mentari yang masih malu-malu memperlihatkan diri di ufuk timur. Embun yang perlahan menetes-netes ke dedaunan dan rerumputan membuat suasana masih sejuk. Suara kokokan ayam membangunkan semua orang yang hendak beraktivitas, termasuk Shanum dan juga Arsenio.
Pertama kali membuka mata, Arsen kaget karena dia tidak berada di kamarnya sendiri. Semakin dia melihat ke sekelilingnya, Arsen mulai mengenal dia sedang berada di kamar siapa.
"Mommy, ayo bangun! Jangan sampai Arsen telat lagi ke sekolahnya!" Arsen mengguncang tubuh Shanum yang masih terlelap, menyelami dunia mimpi indahnya yang membuat Shanum sangat nyenyak dan malas untuk terjaga.
"Mommy!" Arsen menaikkan intonasi suaranya. Bukan karena membentak Mommy-nya. Hanya agar suaranya terdengar jelas dan dapat membangunkan Shanum.
"Iya, Sayang, Mommy sudah bangun kok." Shanum menggeliat, semalam dia telat tidur karena menemani Nenek kosnya bercerita terlebih dahulu.
"Ayo kita pulang. Jangan berisik, ya. Nanti Nenek bangun," bisik Shanum pada putranya.
Arsenio mengangguk, meski banyak sekali pertanyaan di dalam hatinya, dia memilih untuk menuruti apa yang Mommy-nya katakan. Sesampainya di kamar kostnya, barulah Arsen bertanya sesuatu yang sudah mengganjal di hatinya.
"Mommy, semalam kenapa kita tidur di rumah Nenek?" tanya Arsen, menatap wajah Ibunya yang terdiam sesaat. Shanum tahu, dia tidak akan bisa berbohong mengenai apa pun dari putra kecilnya itu.
Shanum berlutut untuk menyamakan posisinya dengan sang putra. Kemudian, barulah Shanum memberikan penjelasan pada putranya.
"Arsen masih ingat dengan Paman yang tadi siang tidak?" tanya Shanum, merapikan rambut putranya yang berantakan.
Arsenio menganggukkan kepalanya. "Masih, Mom," jawab Arsen.
"Nah! Semalam dia datang ke sini, Mommy tidak tahu apa tujuannya. Yang pasti, kita harus menghindar seperti yang Arsen mau, kan? Makanya, Mommy membawa Arsen menginap di rumah Nenek," terang Shanum.
"Begitu...." Arsen membulatkan mulutnya. "Sekarang Arsen sudah mengerti, Mom." Arsen manggut-manggut sambil terkekeh pelan.
"Sekarang Arsen mandi, ya. Takutnya nanti telat. Mommy harus datang ke kantor lebih cepat," ucap Shanum sambil membuatkan sarapan seraya bekal untuk Arsen.
Shanum membuatkan roti telur kesukaan Arsen, sambil menyiapkan segala keperluan kerjanya. Pagi-pagi begini, Shanum memang selalu sibuk.
Setelah semuanya selesai, Shanum mengantarkan Arsen ke Day Care. Karena lupa menaruh bekal minum ke dalam tas putranya, Shanum menepikan sepeda motornya di sebuah warung kecil dan membelikan air mineral.
Saat Shanum sedang membayar, ada seseorang yang menyenggol lengannya.
"Aduh! Bagaimana sih kamu i--" ucapan orang itu tergantung ketika melihat wajah Shanum.
Saat manik Shanum bersitatap dengan seseorang itu, secara refleks Shanum langsung menyembunyikan Arsen ke belakang tubuhnya.
"Shanum, ini kamu? Benar-benar kamu?" pekik seseorang itu, menatap Shanum dari atas sampai ke bawah.
*****
Halo, Author mau ngasih info sedikit nih. Sebelumnya maaf. Author selalu berharap komentar dari kalian, para pembaca. Tapi, kalau bisa komentarnya agak panjang sedikit. Soalnya, kalau cuma "Lanjut" atau "Next" itu akan dianggap spam dan dihapus sistem. Sudah banyak komentar yang dihapus sistem karena dianggap spam. Author udah nanya langsung ke adminnya🙏🙏
Dan, itu buat author beneran sedih. Semoga kalian mengerti, dan ini nggak buat kalian males ninggalin komen yang membangun dan menyemangati author 🙏
Terima kasih untuk yang sudah berkenan membaca sampai bab ini🥰🥰🥰🥰
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 74 Episodes
Comments
Endang Srimulyani
ceritanya seru semangat utk outhor sdmoga laris manis
2024-03-04
1
Athallah Linggar
Hadeeww,orang2 dr nasalalu yg bjin sakit ati nongol seemua. Siram aja pke air panas shanim,biar minggirr tuh setan klo oerlu pke air garamm
2023-06-29
1
Wirda Lubis
ketemu sama siapa shanum
2023-04-27
0