"Tuan, wanita itu sudah pergi dari hotel. Pak Rio juga sudah menagih janjinya. Dia berharap bisa menemui Anda secara langsung," ucap Leo, asisten pribadi Arthur Harisson.
Mata elang Arthur menatap tajam Leo. Tersinggung senyuman sinis di wajah pria berahang tegas dan tampan itu. Wajah bengisnya membuat siapa pun merasa ketakutan.
"Cih! Bertemu langsung denganku? Hanya perusahaan kecil, jangan berharap terlalu tinggi!" ucap Arthur, mengejek kemauan Rio yang meminta untuk bertemu secara langsung dengannya.
"Urus semuanya. Kemudian, jangan terima apa pun dari mereka lagi!" titah Arthur, melanjutkan pekerjaannya.
"Baik, Tuan." Leo undur diri. Barulah Arthur kembali membayangkan pergulatan panasnya semalam. Senyum tipisnya tersulam di wajahnya. Dia sangat senang dengan teriakan serta permohonan gadis yang dia gagahi semalam, ******* yang bercampur dengan seraknya suara tangisan, membuat tubuh Arthur kian meremang.
"Semalam, dia sempit sekali. Kelihatan jelas aku lah pria pertama yang menjamahnya. Ahhh… aku menginginkan yang seperti itu lagi," gumamnya, tergila-gila dengan pesona gadis yang sudah dia ambil keperawanannya secara paksa, namun wajah dan nama gadis itu pun Arthur tidak mengetahuinya.
***
Tiga Minggu sudah berlalu, kediaman Shanum dipenuhi oleh para tetangga dan sanak saudara yang hadir untuk memeriahkan hari pernikahannya. Pernikahan Shanum benar-benar dilakukan seadanya saja, jauh seperti yang pernah Shanum idam-idamkan selama ini. Bahkan, pernikahan ini juga sudah diundur beberapa kali oleh Rio. Entah apa yang Rio tunggu, Shanum pun tak terlalu paham dengan pemikiran pria itu.
"Katanya, pernikahanmu mewah. Tapi, kenapa kelihatannya biasa-biasa saja?" tanya seorang wanita bertubuh gempal pada Shanum yang menyandarkan tubuhnya di tembok.
Shanum tersenyum simpul. "Sekarang apa-apa serba mahal, Bu. Jadi, kami hanya mau menghemat pengeluaran saja," jawab Shanum dengan alasan yang sudah dipikirkan semalaman. Tebakannya benar, pasti banyak tetangga yang bertanya mengenai perbedaan yang cukup kentara itu. Untungnya, Shanum sudah memikirkan semua alasannya dengan rinci.
"Tapi, dua Minggu yang lalu Rio baru membeli mobil baru, loh. Masa, mobil barunya mahal, tapi dia tidak sanggup membiayai pernikahan kalian?" ucap wanita itu lagi, mengagetkan Shanum yang sangat mengerti tentang keuangan Rio, calon suaminya.
"Membeli mobil baru?" Shanum terkaget.
'Uang dari mana dia membeli mobil baru? Aku mengerti dia memiliki uang. Tapi, selama ini pun dia selalu mengeluh tidak punya uang. Bahkan, dua Minggu belakangan ini, alasan tidak punya uang itulah yang menjadi alasan utama mengapa pernikahan ini diundur-undur.'
"Sha, kamu tidak apa-apa, kan? Kenapa wajahmu sepucat itu?" tanya Rara, teman dekat Shanum. "Tapi, badanmu tidak panas," ucapnya lagi setelah mengecek suhu tubuh temannya menggunakannya punggung tangan.
"Anak aneh itu dari semalam juga mual-mual terus, seperti orang hamil saja. Pernikahan akan dilangsungkan, tapi dia malah sakit!" omel Mia, menatap Shanum sinis.
Melihat sikap Ibunya, Shanum hanya menunduk. Yang dikatakan Mia memang benar adanya. Namun, bukan berarti harus diungkit di depan umum dan diceritakan pada semua orang , bukan? Shanum yakin, dia hanya masuk angin. Lantas, mengapa seolah-olah dia mengidap penyakit serius?
"Besok Shanum pasti sudah jauh lebih baik, Bu," jawabnya dalam tundukan kepala yang dalam.
"Awas saja kamu kalau sampai membatalkan pernikahan kamu dengan Rio cuma karena kondisimu itu!" sungut Mia, berlalu pergi sambil menggandeng lengan suaminya, Luqman.
Shanum tersenyum getir. Perlakuan Ibunya sudah persis seperti seorang ibu tiri yang kejam. Entah kapan terakhir kali Ibunya itu berbicara lembut padanya pun Shanum tidak ingat. Hanya saja, dia menerimanya dengan tulus, sebentar lagi dia juga akan pindah ke rumah suaminya. Selama ini, keluarga suaminya menyayangi Shanum seperti anak kandung mereka sendiri.
'Tetapi, bagaimana jika mereka mengetahui kalau aku sudah tidak virgin? Bagaimana kalau Rio tahu? Apa mereka akan tetap bersikap baik padaku? Tuhan ... lindungi aku. Sesungguhnya, aku juga tidak mau berada disituasi sulit ini. Aku hanyalah hambamu yang lemah....' batin Shanum, setetes air matanya kembali menetes kala dia mengingat malam tragis itu. Dia benar-benar tidak tahu, kejadian itu akibat ulah serakah dari orang terdekatnya sendiri.
"Shanum! Shanum! Di mana kamu! Dasar wanita ****** sialan!" seseorang yang Shanum kenali suaranya berteriak-teriak memanggil namanya dari luar sana.
"Shanum! Keluar kamu!" teriaknya lagi.
"Rio? Itu suara Rio dan Tante Peni. Kenapa mereka berteriak-teriak seperti itu. Dan, apa tadi? ******? Apa maksudnya?" Meski kepalanya sangat pusing, Shanum memaksakan untuk keluar dan memeriksakan keadaan di luar.
"Rio, ada apa? Kenapa kalian berteriak-teriak?" tanya Shanum, yang masih belum mengetahui pokok permasalahan yang membawa calon suami dan calon mertuanya datang dengan wajah garang.
"Ada apa? Sini kamu!" Peni menarik kasar lengan Shanum supaya lebih dekat dengannya. Kemudian....
Plak!
Sebuah tamparan mendarat di pipi Shanum sampai meninggalkan bekas kemarahan di pipi wanita berwajah pucat pasi itu. Shanum memegangi pipinya, raut wajahnya menunjukkan keterkejutan sekaligus bingung akan situasi yang sedang menimpanya saat ini. Peni, calon mertuanya. Selama ini memperlakukannya seperti ratu. Namun, mengapa tanpa alasan bisa berubah hingga rela menampar dirinya?
"Ma, ada apa ini?" Kendati rasa perih menjalar di wajahnya, Shanum tetap bertanya dengan suara yang lembut. Tak ingin membesarkan masalah, apalagi dengan calon mertuanya yang selama ini terkenal penyayang.
"Ada apa?" Peni berteriak di telinga Shanum sambil berkacak pinggang. Matanya melotot tajam sampai nyaris hampir keluar. "******, kau pikir dirimu masih bisa bersembunyi dalam raut wajah polosmu itu?!" bentak Peni.
"Ma, aku tidak mengerti," ucap Shanum.
Peni merasa sangat geram dengan Shanum yang terus mengatakan tidak mengerti. Dia menganggap, itu hanyalah kepura-puraan semata. Apalagi, semua bukti sudah digenggamnya, tidak mungkin bukti-bukti yang dipegangnya itu salah.
Tanpa basa-basi, Peni menghamburkan beberapa lembar foto-foto Shanum yang sedang bercinta dengan seorang laki-laki.
Ada satu foto yang terjatuh di kaki Shanum. Melihat itu, barulah Shanum mengerti mengapa calon mertuanya datang marah-marah dan langsung menamparnya.
"Sekarang kamu sudah mengerti, kan? Sudah tidak bisa berpura-pura lagi kamu, kan!" ketus Peni, raut wajahnya menunjukkan kekecewaan yang mendalam. Sebab, selama ini dia memang tulus menyayangi Shanum seperti putrinya sendiri.
Setetes air mata Shanum menitik di pipi tembamnya. Dia tak bisa menyangkal, bahkan mulai banyak para tetangga yang ikut menggunjingnya dan menyerukan Shanum sebagai seorang pelacur.
"Aku sangat kecewa padamu, Sha! Dugaanku semalam benar, kan? Kissmark di lehermu memang hasil dari pengkhianatanmu!" pekik Rio. Sontak, orang-orang pun langsung memperhatikan leher Shanum yang terbalut dengan sebuah selendang.
Membela diri pun percuma, tidak akan ada yang mempercayai cerita versi dirinya. Apalagi setelah foto-foto itu tersebar. Herannya, wajah pria bajingan yang sudah merenggut kesuciannya sampai membuat Shanum terpuruk, tetap tak terlihat meski dalam lembar foto sekali pun.
"Shanum Mahira! Aku membatalkan pernikahan denganmu. Besok, pernikahanku akan tetap dilangsungkan, tetapi aku akan menikah dengan Rara!" teriak Rio, menambah huru-hara di tengah biang gosip yang mulai mencibir Shanum yang tak dapat membela dirinya.
******
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 75 Episodes
Comments
💗 AR Althafunisa 💗
Uang hasil menjual keperawanan mu Num 😩
2025-03-26
0
Femmy Femmy
kasihan begitu menyedihkan sekali...sabar shanum kamu akan bahagia sesudah kejadian ini...
2024-03-16
0
Princess Ren
nah kan,, aku bilang juga apa.... si Rio Uler berkepala dua 🤧🤧🤧🤧😏
2023-04-28
0