"Garis dua? Itu artinya aku hamil," ucapnya, tubuh Shanum luruh ke lantai. Dia mulai menangis sesegukan.
Shanum menangkup wajahnya, tangannya agak meremas perutnya yang masih datar. Shanum begitu terpukul, bingung dengan takdir hidupnya sendiri. Rasanya dia ingin menangis keras, tapi sadar itu bukanlah tempat yang pantas untuk menangis. Meski batinnya perih, Shanum menghapus sisa air matanya, mencuci wajahnya yang berantakan karena terlalu lama menangis.
"Mataku sembab," gumam Shanum, dia mengeluarkan sebuah masker yang sempat dibelinya dari apotek tadi.
"Aku harus mencari kos-kosan untuk tempat tinggal sementara, sambil mencari pekerjaan untuk membiayai hidup," ucap Shanum, mengingat-ingat berapa sisa uang yang masih ada. Apakah kira-kira akan cukup untuk membiayai hidupnya atau tidak.
Tok! Tok!
Pintu toilet umum diketuk oleh seseorang. Shanum mempercepat gerakannya, kemudian dia buru-buru keluar menemui seseorang di luar sana.
"Maaf, Mbak, saya lama," ucap Shanum, sedikit menundukkan kepalanya sambil tersenyum kecil. Matanya yang sembab terlihat menyipit dari luar masker.
"Tidak apa-apa," ucap wanita itu tersenyum balik pada Shanum. "Mbak, apa kamu habis menangis?" tanya wanita itu, memperhatikan wajah Shanum.
"Ah? Tidak kok, Mbak." Shanum tersenyum lagi, dia mengeratkan pegangannya pada kantong plastik yang ditentengnya.
"Maaf, matamu terlihat sembab, aku pikir kamu menangis." Wanita itu melihat ke kantong plastik yang Shanum bawa, dahinya langsung berkerut lagi. "Kamu ... mau ke mana Mbak?" tanya wanita itu, mereka malah berbincang di depan toilet umum.
"Entahlah. Aku belum ada tujuan, belum tau mau ke mana. Rencananya mau cari kost-kostan untuk tempat tinggal sementara," jawab Shanum, matanya berpendar ke segala penjuru. Menghindari tatapan menyelidik gadis yang tak dikenal di depannya kini.
"Wah! Kebetulan, aku juga tinggal di kost-an, ada kamar yang kosong. Harganya relatif murah, sih. Bagaimana, kamu tertarik?" tanya wanita itu berusaha menawarkan walaupun belum tahu bagaimana kriteria kos-kosan yang Shanum mau.
"Benarkah? Tidak merepotkan kalau aku meminta bantuanmu, kan?" tanya Shanum, merasa tidak enak. Dia juga agak kaget, baru saja bertemu sudah ada orang baik yang membantunya.
"Tidak sama sekali, Mbak. Tunggu di sana sebentar, ya. Saya mau buang air kecil dulu. Nanti saya ke sana menyusul. Kita sama-sama ke kost tempat yang saya maksud," ucap wanita itu, menunjuk ke arah bangku taman yang berada di bawah pohon rindang.
"Baik," jawab Shanum sambil tersenyum. Dia berjalan pelan ke sana sambil terus tersenyum. Dalam hati selalu mengucap syukur pada Tuhannya karena masih ada orang baik di antara orang-orang yang merundungnya.
Cuma beberapa menit Shanum menuggu, wanita itu benar-benar menghampiri Shanum.
"Ayo, Mbak!" ajak wanita itu. "Kita naik angkutan umum saja, ya. Tidak terlalu jauh dari sini, Mbak."
Shanum mengangguk sambil tersenyum. Mereka berdua berdiri di tengah jalan, menunggu angkutan umum yang lewat.
***
Setibanya di kos-kosan yang dimaksud, Shanum tersenyum menatap kos yang akan menjadi tempat bernaungnya sementara itu. Tempatnya terlihat asri, nyaman untuk Shanum. Namun, kos tersebut terlihat sepi dari luar.
"Kok sepi, ya? Apa tidak banyak penghuninya?" tanya Shanum, menilik ke segala penjuru kos.
"Hanya beberapa kamar yang tidak terisi, Mbak. Di sini, banyak yang bekerja kalau siang, makanya terlihat sepi. Ya, ramainya kalau malam saja," jawab wanita itu.
"Oh, begitu...." Shanum manggut-manggut sambil membulatkan bibirnya. "Kita belum kenalan," ucap Shanum tercengir kuda.
"Benar juga, sudah ngobrol dari tadi malah belum kenalan. Perkenalkan, namaku Rima," ucap wanita itu.
"Aku Shanum, terserah Mbak panggilnya apa," ucap Shanum balik memperkenalkan diri.
Rima juga memperkenalkan pemilik kost, seorang wanita paruh baya yang sangat baik hati. setelah mendapatkan kunci kamarnya, Shanum bergegas istirahat. Tubuhnya terasa remuk rendam setelah hampir beberapa saat berjalan kaki, apalagi hormon hamil muda yang membuat seluruh tubuhnya terasa tidak sehat.
"Syukurlah, aku bisa mendapatkan kamar kost yang begitu nyaman. Walau tidak besar, tapi cukup untukku dan anakku kelak. Semoga, orang di sini baik-baik," ucap Shanum sambil tersenyum, mengelus perut datarnya.
Shanum memutuskan untuk menerima kehamilannya. Sesungguhnya dia sangat sadar, bukan inginnya anak itu untuk datang ke dunia. Lagipula, anaknya itu kelak bisa menjadi temannya, pelipur lara dalam kesedihan.
"Semoga kamu baik-baik saja, Sayang."
Sementara itu, saat ini Rio sedang membujuk Mama dan Papanya supaya mau menerima Rara di tengah-tengah mereka sebagaimana kedua orang tuanya menerima Shanum dulu. Rio sampai bersedia bersimpuh di kaki sang Mama demi mendapatkan restu.
"Kenapa kamu sampai mau berlutut? Demi wanita itu? Rio, menikahlah! Itu sudah menjadi tujuanmu, bukan?" ketus Peni, sukar menatap putranya.
"Ma, Rio bukan hanya meminta restu saja. Rio berharap Mama dan Papa mau menerima Rara, jangan membencinya, Ma. Setelah menikah, kami akan tinggal di sini. Tolong sekali, jangan ada kebencian sedikit pun di hati kalian," mohon Rio.
"Ma, sebentar lagi perusahaan kita akan sukses, itu berkat Rara dan orang tuanya. Shanum sudah menghianatiku, apa salahnya aku menikah dengan wanita lain? Bahkan, dia mengandung anak pria lain, seberapa kejinya?" Rio menghasut, supaya nilai kebencian di hati Peni dan Raka kian bertambah.
"Bukan masalah dengan siapa kamu akan menikah, Rio. Tapi, ini semua terlalu cepat!"
"Ma, kita sudah mempersiapkan semuanya sejak jauh-jauh hari. Walaupun hanya pernikahan sederhana, tapi biayanya tidak murah, terlebih bagi kita. Sayang jika uangnya terbuang sia-sia jika kita membatalkan. Lagipula, aku dan Rara sudah saling mencintai sejak dulu," ucap Rio, dia duduk di sofa sambil melipat kakinya.
"Sekarang Mama mau tanya sama kamu. Dari mana uang sebanyak itu sampai kamu bisa membeli mobil baru secara cash? Jawab dengan jujur, Rio!" desak Peni, melihat mimik wajah Rio yang mulai gelagapan, bingung karena tiba-tiba Mamanya menjurus ke sana.
"Satu lagi, darimana kamu mendapatkan foto-foto Shanum berhubungan intim bersama seorang pria? Kenapa kamu yakin kalau itu bukanlah editan? Seyakin apa kamu kalau dia memang sedang hamil?" cecar Peni lagi, dia ingin mendengar kejelasan. Memang salah baginya sudah marah-marah sebelum mendengar semua jawaban dari pertanyaannya barusan pada Rio.
*****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 75 Episodes
Comments
Soumena Mishy
pasti Rio yg menjual shanum dh jahat bennar
2023-05-15
1
Wirda Lubis
si Rio kerja sama sama si rara
2023-04-26
0
Mara
Ternyata mama baik....sayang punya anak sebrengsek Rio
2023-03-12
3