Dimalam hari gelap gulita, terlihat Septi dan Firna yang sedang berpencar di dalam pondok. Septi sedang memasak di dapur, dan Firna sedang bermain boneka.
"Gendruwo!" Teriak Firna sambil melemparkan bonekanya ke lantai.
"Ada apa dik, kamu kenapa teriak-teriak? Kakak tadi lagi memasak sayur."
"Kak, ada Gendruwo di rumah ini. Kita pergi saja ayo!" Firna merengek.
"Kita mau pindah ke mana?" Tanyanya.
"Terserah, yang terpenting jangan di sini." Paksa Firna.
"Iya sudah besok kita pergi dari sini iya."
"Jangan besok, kalau bisa sekarang." Pinta Firna.
"Ini sudah malam adikku sayang, besok saja. Kakak akan bertemu dengan Riana dan teman-teman kakak."
"Iya kak."
"Sekarang kamu di sini saja temani kakak masak, nanti kita makan bersama."
Tak berselang lama kepulan asap naik ke udara, aroma sedap tercium karena masakan itu sudah masak.
Septi memasukkan ikan panggang di alas daun pisang. Mereka makan bersama, menikmati makan malam.
Di tengah malam, Firna sudah tertidur. Septi berteriak melihat Gendruwo di atas langit-langit kamar dengan tubuhnya yang separuh.
"Huaa" Memejamkan matanya sambil ditutupi dengan kedua telapak tangannya.
'Ternyata benar yang Firna katakan. Maafkan kakak yang tidak percaya ucapanmu' Batin Septi.
Keesokan harinya, Septi menceritakan semuanya pada Firna. Mereka berpelukan bersama, melangkahkan kakinya secepat mungkin setelah barang-barang disiapkan.
****
Septi dan Firna mendayung perahu hingga sampailah di daratan. Terlihat teman-teman Septi sudah menunggu.
"Kalian sudah lama menunggu di sini?"
"Belum kok Septi. Kami juga baru datang."
"Kamu kenapa terlihat panik seperti itu."
"Aku baru saja melihat Gendruwo semalam."
"Hah? Kamu sih tinggal di seberang sungai hanya berdua."
"Iya mau bagaimana lagi, aku bingung mau tinggal di mana. Ibu Tiriku pilih kasih, kami tidak diberi makan olehnya."
"Ikut kami saja ayo ke rumah Delima. Kamu bisa tinggal di sana, kan lumayan jauh. Pasti ibu tirimu itu tidak bisa menemukanmu" Usul Lila.
"Baiklah, ayo segera pergi."
Mereka mengendarai mobil Riana. Saling bercanda bersama yang duduk di bangku belakang.
"Eh bagaimana wujud Gendruwo itu Septi?"
"Wujudnya hanya separuh."
"Ha separuh? Kok aneh iya." Jawab Lila.
"Adik kamu lihat tidak wujud Gendruwonya?"
"Dia malahan yang lihat pertama kali. Awalnya aku tidak percaya, tapi ternyata yang diucapkannya itu benar adanya."
"Ah masak iya kamu tidak merasa gitu Septi. Biasanya aura angker itu terasa dari pertama kali datang."
"Aku sih terasa tapi tidak terlalu memikirkan. Lagipula dia tidak mengganggu kami, dia hanya menampakkan wujud aslinya."
"Iya, tapi wujud aslinya menakutkan." Sahut Tantri.
"Seperti wajah kamu Tantri menakutkan." Ledek Lila.
Riana hanya tersenyum mendengarnya, sedangkan yang lainnya tertawa mendengarkan perbincangan ringan itu.
"Apaan sih, wajahku ini cantik. Tidak seperti wajah kalian lupa dipoles."
"Penghinaan Wooo" Sorak Lila.
Sabila dan Sabili ikut meneriaki Tantri. Dia menyorakinya sambil tertawa-tawa.
"Kalian sih yang mulai." Tantri mengerucutkan bibirnya.
"Sudah jangan berkelahi" Sonia menengahi keributan mereka hanya persoalan seram tadi.
"Iya kita ini lagi di jalan. Apalagi kamu Lila, kamu kan lagi menyupir. Jadi harus konsentrasi." Ujar Riana.
"Nah, itu benar kata Riana." Sahut Septi.
"Kakak-kakak sudah besar, apa tidak malu bertengkar di depan aku." Sahut Firna.
Sabila dan Sabili saling pandang, sementara Tantri memperhatikan suasana luar melalui kaca mobil.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 42 Episodes
Comments