Penampakan

"Kakak aku takut tinggal di sini. Gubuk ini seram!" Firna menangis.

Septi mengelus lembut kepala adiknya, dia tidak ingin melihatnya terus gelisah.

"Kamu bobok saja iya sayang. Biar kakak yang berjaga-jaga."

"Tapi kak, bagaimana kalau kakak sakit jika tidak tidur semalaman."

"Kakak akan tidur setelah kamu tidur. Kamu tenang iya adik ku."

Firna mengangguk, dia kemudian merebahkan tubuhnya. Kepalanya bersandar dipangkuan sang kakak. Angin berhembus masuk ke dalam lubang pori Septi.

"Dingin sekali, benar-benar waktu yang sulit untuk melalui semua ini."

****

"Bang, apa kamu yakin ibu tirimu tidak akan menyiksa adik-adikmu lagi?" Tanya sang istri.

"Aku sih tidak yakin, tapi mereka sendiri yang bilang aku tidak perlu mengkhawatirkan mereka. Aku sebenarnya ingin melihat mereka sesekali, tapi sekarang aku sedang sibuk."

Istri Heru menuangkan air ke dalam gelas "Lain kali saja Bang kita lihat adikmu."

Pyar!!!

Suara benda jatuh ke lantai, Heru dan istrinya terkejut. Mereka segera berlari ke sumber suara dan ternyata itu hanyalah suara kucing yang memecahkan piring di meja.

"Aku pikir ada maling Bang."

"Iya Vini, aku pikir juga seperti itu."

Namun pada kenyataannya yang mereka duga malah salah. Kucing berbulu halus itu segera berlari keluar dari ruangan dapur. Heru dan istrinya geleng-geleng kepala, memikirkan apa yang ada dipikiran masing-masing.

****

Firna mengerjapkan matanya, kini hari sudah pagi. Dia melihat sang kakak yang masih tertidur nyenyak. Mungkin dia kelelahan, semalam dia tidur sudah menjelang pagi karena menjaga adiknya yang tidur.

"Khasian kakak, aku tidak tega melihatnya. Kenapa sih ayah harus menikah dengan ibu tiri. Kami harus menderita sekarang, ibu tiri kan kejam."

Drrt!!!

Ponsel milik Septi bergetar, tanda ada yang menelepon. Firna mengambilnya, dan saat ingin menggeser layar Septi sudah terbangun.

"Siapa yang menelepon Firna?"

"Kak Riana." Firna memberikan ponsel pada Septi.

"Hallo Riana!"

"Septi kamu di mana? Aku mau bermain ke rumahmu."

"Aku sekarang tidak ada di rumah. Aku tinggal di seberang sungai."

"Loh kok gitu?"

"Besok saja kalau kamu mau ketemu. Aku bakalan jelasin ke kamu."

"Baiklah Septi. Aku matikan dulu iya teleponnya."

"Iya Riana."

Sambungan telepon terputus, Septi dan Firna saling pandang dan tersenyum.

"Aaaa" Firna tiba-tiba berteriak sambil menunjuk-nunjuk langit-langit gubuk.

"Ada apa Firna?"

Firna menutup wajahnya, tidak berkata apapun juga. Dia merasa takut yang luar biasa.

"Kenapa sayang? Ayo bicara. Jangan membuat kakak semakin cemas."

"Ada Gendruwo kak, badannya terlihat separuh."

Septi membalikkan badannya, ternyata tidak ada apa-apa di belakangnya. Dia memperhatikan sekelilingnya, mulai dari sudut dinding gubuk yang terdapat bolong-bolong. Belum lagi papan gubuk itu tampak retak-retak.

"Kakak, aku tidak mau tinggal di sini lagi." Ucapnya sambil menangis.

"Tidak ada apa-apa di sini sayang. Mungkin kamu hanya kecapekan istirahat saja dulu iya."

"Tidak kak, aku benar-benar melihatnya. Ayo kita pulang saja."

"Kamu mau ketemu sama ibu dan saudara tiri kamu lagi? Kamu mau mereka menghukum kita habis-habisan karena kita pergi tanpa pamit."

Firna menggeleng, tentu dia tidak mau bertemu dengan Ita dan ibunya. Tapi dia juga takut tinggal di gubuk yang menyeramkan ini.

"Aku tidak mau kak, tapi aku takut." Firna memeluk kakaknya.

Septi mencium pucuk kepala Firna, hanya dengannya sekarang dia menjalani hari dan berbagi cerita.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!