Teror Gendruwo

"Kak Septi!" Teriak Firna.

"Septi!" Panggil Tantri dan Lila dengan berteriak.

Sabila dan Sabili juga berteriak memanggil nama Septi. Mereka menelusuri lorong setapak kecil itu dengan menyalakan senter sebagai penerangan jalan.

"Septi!"

Terdengar suara teriakan di kejauhan.

"Eh, kalian dengar suara tidak?" Tanya Lila.

"Iya aku dengar."

"Aku tidak mendengarnya." Ucap Sabila dan Sabili.

"Septi!"

Terdengar lagi sebuah suara memanggil dengan berteriak.

"Nah itu ada suaranya." Ujar Firna.

"Ini suara Sonia." Sahut Tantri.

"Iya betul. Aku yakin ini dia." Tambah Lila.

Mereka segera berlari mencari sumber suara tadi. Nafas mereka sudah ngos-ngosan, berjalan di suasana yang mencekam.

Krek! Krek!

Suara jendela perumahan yang terbuka dan tertutup sendiri. Bunyi jangkrik yang sibuk dimalam hari menambah keseraman tersendiri.

Firna menarik ujung jaket Sabila. "Aku takut kak."

"Kamu tenang saja. Ada kami di sini." Sahut Sabili.

"Memangnya kamu tidak akan kabur kalau tuh gendruwo muncul?" Tanya Sabila.

Sabili malah nyengir, seolah menjawab dia akan kabur lah. Lumayan membuat jantung copot, bila bertahan mematung saat kehadirannya.

"Kamu pasti mau bilang akan kabur kan. Dasar sok jadi pahlawan." Ledek Sabila.

"Halah, kamu juga pasti kabur kalau melihat makhluk menyeramkan itu." Sabili tidak mau kalah.

"Ayo cepat kita berlari. Kenapa kalian malah sibuk sendiri sih." Tantri mendendangkan tumitnya pada tanah. Merasa kesal menunggu keributan dua kembar yang tidak usai itu.

Setelah cukup lama berjalan, akhirnya mereka berlima bertemu Riana dan Sonia.

"Kak Septi mana kak?" Tanya Firna dengan raut wajah cemasnya.

"Kakak kamu tidak tahu ke mana. Kami berpencar karena kakak kamu lari duluan Firna. Dia tadi melihat gendruwo." Tutur Riana.

"Kami tidak tahu dia ke mana. Karena gelap sedikit susah untuk berjalan." Tambah Sonia.

"Aku ingin mencari kakak, aku takut terjadi apa-apa sama dia." Firna sudah menangis saja.

"Ayo kita cari dia bersama-sama." Bujuk Riana.

Mereka akhirnya mengunjungi rumah yang tidak berpenghuni itu satu persatu. Berharap akan menemukan Septi yang beristirahat di sana. Namun mereka salah duga, tidak ada orang yang mereka cari.

Gubrak!

Suara pintu tertutup dengan kuat sendiri. Tidak ada angin, tidak ada hujan.

"Huaaa, aku takut." Firna mengeluh sambil menangis.

"Pejamkan matamu iya sayang. Sekarang lebih baik kamu naik ke punggung kakak." Rayu Riana.

Firna digendong oleh Riana, matanya terpejam takut untuk menyaksikan suara aneh-aneh itu.

Sementara itu Septi bersembunyi dibalik pohon besar. Dia takut karena sendirian di dalam hutan.

"Apa yang harus aku lakukan. Aku terpisah dengan mereka." Bulu kuduknya merasa merinding.

Dia memberanikan diri menoleh ke belakang. Tapi ternyata tidak ada apa-apa. Dia menghadap ke depan lagi, tapi seperti ada sesuatu di belakangnya. Memberanikan diri menoleh sekali lagi, tapi tidak ada apa-apa juga.

"Aaaa!" Septi menjerit tatkala melihat makhluk itu ada di depannya.

Septi berlari terbirit-birit, tidak peduli kakinya menyandung batu-batu. Nafasnya memburu dengan cepat, dia benar-benar panik.

"Tidak menyangka akan terjadi hal seperti ini. Berawal aku dan Firna kabur dari siksaan ibu tiri." Septi terjatuh karena melamun.

Betisnya terluka mengeluarkan darah, telapaknya juga sedikit terluka. Dia tidak tahu harus melakukan apa, karena dirinya pun tidak bisa melihat dengan jelas sekitarnya. Dia berjalan di tengah kegelapan tanpa setitik cahaya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!