ALBRA

ALBRA

1. Qyen Fayre

Jam masih menunjukkan pukul 15.00 namun langit terlihat sangat hitam. Di sebuah toko tua di pinggir jalan kota, ada seorang wanita muda yang tengah sibuk membereskan dagangannya masuk ke dalam tokonya karena hujan akan turun.

“Huft … padahal masih siang, harusnya buahnya bisa terjual banyak,” gumamnya pelan.

Dari pada mengeluh, wanita muda bernama Qyen Fayre kini kembali melanjutkan acara membereskan buah-buahannya.

Memiliki tinggi badan 159 cm membuat Qyen tidak terlihat begitu tinggi, diumurnya yang ke 20 ini. Ia memiliki postur badan kurus dan kulit putih yang tak terawat. Qyen tidak memiliki orang tua, ia hidup sebatang kara di dalam toko buahnya itu. Qyen sudah menjadi yatim piatu sejak lahir, dan diumurnya ke 16 tahun, ia memutuskan untuk pergi dari panti asuhan agar bisa melanjutkan hidupnya sendiri.

Sejak saat itu, ia mengumpulkan uang untuk bisa membayar sewa toko usang itu dengan cara bekerja di beberapa restoran sebagai kurir dan tukang cuci piring, bahkan ia menjadi tukang sapu jalanan. Butuh waktu 3 tahun, untuk Qyen memiliki modal berwirausaha sendiri. Kini, selama satu tahun terakhir ia bisa memiliki toko buah, dan dari hasil penjualan buahnya itu, ia bisa mencukupi kehidupan sehari-hari.

Selama satu tahun, jalannya berjualan buah tidak semulus itu, ia masih memiliki banyak sekali kendala, diantaranya buah-buahan yang ia jual tidak laku beberapa minggu karena orang belum mengenal tokonya, dan berakhir ia harus bisa berjualan sambil kembali menjadi tukang sapu jalanan agar modal untuk toko bisa kembali tertutupi.

Suara mobil yang berhenti di sisi tokonya terdengar, seorang pria turun dari mobil dengan senyumnya yang lebar sambil memberikan sesuatu kepada Qyen.

“Hai, Qyen. Dari berita saya dengar akan ada hujan badai tiga puluh menit lagi. Harusnya kamu membereskan bauh-buahan ini dari siang,” ucapnya.

Qyen yang sedang memegang keranjang buah melon itu, kembali di simpan. “Hai Kak Fin, aku sudah tau kabarnya dengar dari radio ponsel tadi. Kamu bawa apa?” tanya Qyen sambil menerima paperbag berwarna coklat dari seseorang bernama Fin itu.

“Ada beberapa bahan makanan untuk makan malam dan sarapan besok. Jangan lupa di makan ya,” kata Fin sambil mengusap rambut Qyen.

Lagi daln lagi, Qyen merasa canggung diperlakukan seperti ini oleh Fin. Qyen rasa Fin terlalu berlebihan dekat dengannya, padahal dulu Fin hanyalah qustomer di toko buahnya.

Qyen tersenyum canggung di depan Fin, ia pun memundurkan langkahnya agar Fin tidak lagi mengusap kepalanya. Fin yang tahu Qyen menghindar, ia pun menjauhkan tangannya dari kepala Qyen.

Fin Ghazi, seorang laki-laki yang Qyen kenal berumur 27 tahun. Ia merupakan direktur salah satu perusahan wisata di Bali. Fin dekat dengan Qyen, karena Fin selalu membeli buah-buahan Qyen di setiap paginya sebelum berangkat kerja. Bahkan, dengan secara berlebihan Fin selalu membawa bingkisan seperti ini kepada Qyen di waktu-waktu yang tidak tentu.

Walaupun Qyen sudah terbiasa, dan menganggap Fin adalah sahabatnya, ia pun mencoba membuang pikiran-pikiran buruk dari kepalanya tentang Fin. Qyen yakin, jika Fin adalah orang baik.

“Saya bantu ya, Qyen,” ucap Fin, membantu Qyen memasukkan keranjang semangka ke dalam toko sekaligus rumah bagi Qyen itu.

“Iya, terimakasih ya, Kak Fin. Aku tidak tahu kalau kamu mau mampir ke sini.”

“Tidak apa-apa. Saya tidak sengaja habis dari super market dan ingat kamu kalau hari ini akan ada hujan badai, saya siapkan persediaan makanan untuk kamu.”

“Sebenarnya aku tidak tau kalau akan ada hujan badai tadi siang. Kalau aku tahu dari awal, aku tidak akan buka toko buahnya,” ucap Qyen dengan nada lesu.

“Tidak apa-apa, besok cuaca pasti cerah lagi.”

Di tengah Fin membantu Qyen, ia mendapatkan telpon darurat dari karyawannya jika ada salah satu wisatawan meninggal setelah bermain water sports.

“Saya pergi, Qyen. Hati-hati jangan lupa terus hubungi saya.”

Untuk menghormati Fin, ia mengantarkan Fin sampai dimobilnya. “Hati-hati, Kak. Angin sudah mulai kencang,” ucap Qyen mencoba mengabaikan ucapan Fin sebelumnya.

“Iya, saya akan hati-hati, kamu dengarkan apa yang sudah saya ucapkan tadi?”

Dengan sedikit ragu, Qyen pun mengangguk. “Good girl, saya pergi dulu ya, Qyen … bye ….”

Qyen mundur dan juga melambaikan tangannya. setelah mobil Fin pergi, ia kembali berjalan terburu-buru ke dalam tokonya untuk mengambil beberapa kantung plastik untuk mencegah kebocoran di jendela tokonya karena ada beberapa lubang yang cukup besar di sana.

Semua buah sudah masuk ke dalam toko, angin mulai berhembus semakin kencang, juga gerimis mulai turun. Satu hal yang kini Qyen lakukan yaitu menutup halaman tokonya menggunakan plastik besar yang cukup tebal, agar setidaknya air hujan tidak terlalu banyak membasahi dinding tokonya.

“Kenapa gerimis cepat sekali datang? Aku belum selesai membereskan semuanya,” ucap Qyen yang sedikit kesal.

Setelah menurunkan plastik besar itu, Qyen mulai masuk ke dalam tokonya dan memilih untuk tertidur. Namun, entah mengapa perasaannya di dalam dirinya ingin sekali mengecek keluar tokonya satu kali lagi, seperti ada hal yang belum ia bereskan.

“Buah semua sudah masuk ke dalam kulkas. Bolongan di jendela sudah di sumbat oleh plastik, tirai plastik juga sudah diturunkan, apalagi ya yang belum?”

Ia keluar dari toko, dan mengintip di sela-sela tirai plastiknya kearah jalanan. Pada saat itu juga, Qyen menemukan sesuatu yang mengganjal dipengelihatannya, bagaimana tidak? Ia melihat ada seorang anak laki-laki yang masih berkeliaran dijalanan. Ia bisa melihat jika wajah anak kecil itu menangis tanpa suara. Anak laki-laki yang terlihat seperti bule itu memakai baju seragam taman kanak-kanak berwarna pink, yang kini sudah duduk menekuk kepalanya diantara lutut.

“Aduh … itu anak siapa ya? Kenapa ada anak kecil berkeliaran di sini?”

“Anaknya bule, bisa bahasa Indonesia enggak ya. Kalau dia cuma bisa bicara pakai bahasa Inggris, mati aku,” ucap Qyen yang memiliki rasa empati terhadap anak bule tersebut.

Gerimis sudah semakin besar, beberapa menit ia menunggu anak kecil itu dari jauh, siapa tahu ia sedang kabur dari orang tuanya dan orang tuanya tidak jauh dari sini, tapi sudah beberapa menit berlalu dan hujan semakin besar juga angin serta petir yang semakin menjadi-jadi, di tambah tidak ada kendaraan yang berlalu lalang di sini, Qyen pun memutuskan mengambil payung kecil dan menghampiri anak kecil itu untuk membawanya berteduh di halaman tokonya.

“Hai, kenapa kamu diam saja di sini? Ayo ikut kakak, kakak bukan penculik, tapi penjual buah,” ucap Qyen yang sedikit berteriak karena suaranya ditutupi oleh suara hujan yang sudah semakin membesar.

Entah mengapa, anak kecil yang sangat tampan itu mengerti apa yang dibicarakan oleh Qyen, ia pun mengikuti kemana Qyen mengajak dirinya pergi. Sampai Qyen dan anak kecil itu tiba di halaman tokonya, ia menyimpan payung dan buru-buru masuk kedalam tokonya untuk mengambilkan handuk kecil.

“Pakai ini, ayo masuk ke dalam. Angin sudah semakin kencang,” ucap Qyen yang juga sebenarnya takut dengan badai hujan ini.

Qyen mengajak anak berseragam pink itu masuk ke dalam tokonya, mereka menuruni tangga untuk bisa sampai di sebuah tempat yang memiliki ruang tamu kecil, dapur minimalis dan satu buah kamar dan kamar mandi didalamnya. Keadaan di bawah toko buahnya cukup bersih dan rapi, karena Qyen merawat dan memperbaharui ruangan yang sudah ia jadikan rumah itu.

“Anak siapa ya itu? Bajunya basah kuyup lagi, aku harus gimana ya?” gumam Qyen yang kini kebingungan.

“Ah, aku punya niat buat nolongin dia. Bajunya basah, aku harus meminjamkan beberapa bajuku yang sudah kecil untuk dia pakai, dan juga setelah itu aku akan telpon polisi dan menyerahkan anak itu kepolisi.”

Setelah membawa baju kecil yang ia punya, ia pun mendekat kearah anak laki-laki yang kini sudah tidak menangis itu, bahkan matanya terlihat nyaman berada di sini.

“Hai, kamu bisa berbahasa Indonesia?”

Anak itu mengangguk. “Ya, saya lahir di Indonesia,” ucapnya dengan sangat pintar.

Qyen cukup terkejut mendengar suara manis anak laki-laki itu, ia sangka, ia akan kesusahan untuk berkomunikasi dengan anak ini, ternyata tidak.

“Oke, boleh aku  tau siapa nama kamu?” tanya Qyen sambil mengajak untuk duduk di satu buah kursi kecil yang ada di ruang tamu ini.

“Namaku Max Alan, panggil saja aku Alan.”

“Alan? Nama yang tampan,” puji Qyen.

“Aku memang tampan, dan aku tidak suka di puji.” Mendengar itu, hati Qyen terasa tertohok. Untuk melepas kekesalannya, Qyen mencoba tertawa kecil.

“Kenapa kamu bisa ada dijalanan? Hari sudah gelap, dan gerimis juga datang, di mana ayah ….”

“Kamu bisa berhenti berbicara? Aku haus dan dingin. Bisakah kamu pinjamkan satu buah kaos untuk aku?”

Lagi dan lagi, Qyen terkejut mendengar ucapan dari mulut Alan. Sepertinya anak kecil ini anak dari seorang pengacara hebat, menjadikan anaknya pandai berbicara seperti ini.

Qyen mencoba sabar untuk menghadapi anak kecil ini, ia menarik nafas dan mengeluarkannya. “Oke, silahkan berganti baju dikamarku,” ucap Qyen mempersilahkan Alan masuk kedalam kamarnya.

Dengan santainya Qyen melihat Alan masuk ke dalam kamarnya sambil membawa kaos berwarna hijau miliknya. Tak lama anak kecil itu keluar dan memberikan baju basah itu kepada Qyen. Qyen tidak habis pikir melihat tingkah Alan yang sangat santai, mungkin jika anak kecil lainnya berada terjebak di waktu seperti ini, ia sudah menangis-nangis dan meminta tolong, namun berbeda dengan Alan yang terlihat santai dan tenang.

Alan kembali duduk dan melipat tangannya di depan badannya, juga menatap lurus kearah pintu kamar Qyen. “Kamu bawa ponsel?” tanya Qyen berbasa-basi sambil membereskan pakaian Alan yang ia gantung agar cepat kering.

“No, bu guru tidak membolehkan kami membawa ponsel.”

“Lalu kenapa kamu ada di jalan ….”

“Ada makanan? Aku lapar sekali,” ucapnya lagi-lagi memotong ucapan Qyen.

“Yayaya … aku punya makanan, kamu tunggu di sini,” ucap Qyen yang memilih mengalah sambil berjalan menuju dapurnya untuk mengambil beberapa makanan ia punya.

Setelah membuka bingkisan yang dikirim oleh Fin, ternyata Fin membawakan dirinya beberapa chips, minuman bersoda, roti, dan juga makanan instan lainnya. Qyen membawakan Alan satu bungkus chips rasa jagung, mengambil botol mineral dan membawakan potongan buah semangka yang tersedia di kulkas kecilnya.

“Aku hanya ada makanan ini, kalau kamu mau makan nasi, tunggu sebantar aku buatkan ….”

“Tidak apa-apa, Alan suka chips jagung dan buah semangka,” ucapnya langsung memakan makanan yang disuguhkan oleh Qyen.

Qyen hanya bisa diam memperhatikan anak tampan itu mengunyah semangka di dalam mulutnya. “Kalau kamu mau ambil saja, aku suka kok berbagi makan dengan orang lain,” ucapnya.

Qyen semakin penasaran berapa umur anak ini. Karena penasaran ia pun kembali bertanya. “Kenapa kamu ada di jalanan? Ayahmu kemana?”

“Aku habis pulang sekolah, aku kira supir ayahku yang menjemput, ternyata seorang penculik yang menjemput aku. Kamu lihat? Ada luka di jidat aku? Ini hasil dari aku melawan penculik itu,” ucapnya dengan sangat bangga dan santai.

Qyen tersenyum canggung melihat betapa beraninya anak kecil bernama Alan ini. “Lalu kemana aku harus mengantar kamu, Alan?”

“Hem, akupun tidak tahu,” ucapnya.

Setelah mendengar beberapa informasi dari Alan, ia pun membuka ponselnya untuk menghubungi polisi, agar polisi bisa membantu dirinya mengembalikan Alan kepada orang tuanya. Namun, ketika ia hendak memasukkan nomer darurat, cahaya petir pun masuk ke dalam rumahnya, dan di saat bersamaan listrik padam, tidak ada sinyal sama sekali, dan mereka berdiam didalam ruangan yang sangat gelap.

Episodes
1 1. Qyen Fayre
2 2. Albra
3 3. Malam Qyen dan Alan
4 4. Pertemuan Pertama
5 5. Kejadian Yang Tidak Pernah Terbayangkan
6 6. Istri Bapak Dimana?
7 7. Perdebatan Albra
8 8. Pagi Hari Albra dan Alan
9 9. Kembali Bertemu
10 10. Malam Bersama
11 11. Kekacauan Yang Dibuat Albra
12 12. Surat Dari Qyen
13 13. Masalah Yang Cukup Serius
14 14. Beban Seorang Anak Kecil
15 15. Menyelamatkan Qyen
16 16. Sayap Pelindung Qyen
17 17. Menghadap Tuan Besar
18 18. Alan Yang Menghilang
19 19. Sedikit Perhatian Albra
20 20. Membela Qyen
21 21. Ketika Albra bercanda
22 22. Drama aneh
23 23. Perlakuan Hangat Albra
24 24. See You
25 25. Waktu 20 Menit
26 26. Bisa Kembali Bermain
27 27. Perasaan Aneh
28 28. Qyen yang terjebak
29 29. Menemukan Qyen
30 30. Malam yang tak pernah terbayangkan
31 31. Setelah malam panas
32 32. Ingin mencoba untuk mencintai
33 33. Flashback
34 34. Kehidupan baru bersama Qyen
35 35. Ancaman Frans
36 36. Dua Test Pack
37 37. Hamil?
38 38. Pertarungan sengit
39 39. Kehidupan baru
40 40. Happy
41 41. Bertemu kembali dengan dia
42 42. Trauma hebat
43 43. Keanehan keluarga Max
44 44. Perdebatan sengit
45 45. Flashback (Frans)
46 46. Hampir menyrah?
47 47. Meluluhkan hati Frans
48 48. Sedikit pengakuan Frans
49 49. H-1 Pernikahan
50 50. Pernikahan
51 51. Kehidupan setelah menikah
52 52. Siapa wanita itu?
53 53. Masalalu Albra
54 54. Ibu kandung Alan
55 55. Kesempatan untuk Fin
56 56. Qyen kemana?
57 57. Alan malang
58 58. Makan malam bersama Frans
59 59. Dan terjadi lagi ....
60 60. Kembali damai
61 61. Sisi lain Albra
62 62. Holidayyy
63 63. Pacaran
64 64. Ingatan kecil Albra
65 65. Dimana keluarga Qyen?
66 66. Alan menghilang
67 67. Alan dan Ibu kandungnya
68 68. Gagal jadi makcomblang
69 69. Albra dan Frans
70 70. Pelukan hangat untuk Frans
71 71. Malam hangat
72 72. Senyum kecil Frans
73 73. Kejadian Frans
74 74. Bergelut dengan pikiran
75 75. Curhatan kakak beradik
76 76. Perhatian kecil Frans
77 77. 'Panggil saya Papa'
78 78. Satu langkah lebih maju
79 79. Kelurga Qyen
80 80. Terungkap
Episodes

Updated 80 Episodes

1
1. Qyen Fayre
2
2. Albra
3
3. Malam Qyen dan Alan
4
4. Pertemuan Pertama
5
5. Kejadian Yang Tidak Pernah Terbayangkan
6
6. Istri Bapak Dimana?
7
7. Perdebatan Albra
8
8. Pagi Hari Albra dan Alan
9
9. Kembali Bertemu
10
10. Malam Bersama
11
11. Kekacauan Yang Dibuat Albra
12
12. Surat Dari Qyen
13
13. Masalah Yang Cukup Serius
14
14. Beban Seorang Anak Kecil
15
15. Menyelamatkan Qyen
16
16. Sayap Pelindung Qyen
17
17. Menghadap Tuan Besar
18
18. Alan Yang Menghilang
19
19. Sedikit Perhatian Albra
20
20. Membela Qyen
21
21. Ketika Albra bercanda
22
22. Drama aneh
23
23. Perlakuan Hangat Albra
24
24. See You
25
25. Waktu 20 Menit
26
26. Bisa Kembali Bermain
27
27. Perasaan Aneh
28
28. Qyen yang terjebak
29
29. Menemukan Qyen
30
30. Malam yang tak pernah terbayangkan
31
31. Setelah malam panas
32
32. Ingin mencoba untuk mencintai
33
33. Flashback
34
34. Kehidupan baru bersama Qyen
35
35. Ancaman Frans
36
36. Dua Test Pack
37
37. Hamil?
38
38. Pertarungan sengit
39
39. Kehidupan baru
40
40. Happy
41
41. Bertemu kembali dengan dia
42
42. Trauma hebat
43
43. Keanehan keluarga Max
44
44. Perdebatan sengit
45
45. Flashback (Frans)
46
46. Hampir menyrah?
47
47. Meluluhkan hati Frans
48
48. Sedikit pengakuan Frans
49
49. H-1 Pernikahan
50
50. Pernikahan
51
51. Kehidupan setelah menikah
52
52. Siapa wanita itu?
53
53. Masalalu Albra
54
54. Ibu kandung Alan
55
55. Kesempatan untuk Fin
56
56. Qyen kemana?
57
57. Alan malang
58
58. Makan malam bersama Frans
59
59. Dan terjadi lagi ....
60
60. Kembali damai
61
61. Sisi lain Albra
62
62. Holidayyy
63
63. Pacaran
64
64. Ingatan kecil Albra
65
65. Dimana keluarga Qyen?
66
66. Alan menghilang
67
67. Alan dan Ibu kandungnya
68
68. Gagal jadi makcomblang
69
69. Albra dan Frans
70
70. Pelukan hangat untuk Frans
71
71. Malam hangat
72
72. Senyum kecil Frans
73
73. Kejadian Frans
74
74. Bergelut dengan pikiran
75
75. Curhatan kakak beradik
76
76. Perhatian kecil Frans
77
77. 'Panggil saya Papa'
78
78. Satu langkah lebih maju
79
79. Kelurga Qyen
80
80. Terungkap

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!