4. Pertemuan Pertama

Dengan cepat pagi datang, seperti biasa setiap harinya Qyen membersihkan kamarnya terlebih dahulu sebelum membuka tokonya. Hari masih sangat pagi sebenarnya, namun ia terbangun karena ia teringat jika ada anak kecil yang tidur bersamanya.

“Alan masih nyenyak tidurnya,” kata Qyen yang kini merenggangkan tubuhnya yang sedikit sakit karena tidur di sofa usang. Setelah itu, ia pun merapihkan selimutnya.

Listrik sudah kembali menyala, jaringan internet pun sudah tersedia dengan baik. Sepertinya kini Qyen tidak perlu menghubungi polisi karena ia akan mengantarkan Alan langsung menuju sekolahnya menggunakan taksi, dan sepertinya hal itu akan membuat dompet Qyen kosong, tapi tidak apa, anggap saja yang ia lakukan ini adalah membantu sesama manusia.

“Qyen ….”

Suara seorang anak kecil laki-laki terdengar serak di telinga Qyen. Ya, itu adalah suara Alan yang baru saja bangun tidur.

Selesai merapikan selimut, Qyen pun menghampiri Alan. “Hai, sudah bangun? Bagaimana tidurnya?”

“Tapi Qyen aku ingin minta maaf,” ucap anak kecil itu tiba-tiba.

Qyen yang mendengar suara itupun lebih mendekat kearah Alan. “Maaf? Kenapa?”

Sambil membuka selimutnya, Alan pun berbicara. “Celanaku basah, sepertinya aku buang air kecil ketika tidur,” katanya dengan wajah tanpa dosa.

Setelah mendengar hal itu, kaki Qyen terasa seperti jelly. Bagaimana bisa ada seorang anak kecil yang baru ia temui kemarin sore, kini sudah berani buang air kecil dikasurnya? Qyen saja tidak berani makan di atas kasur karena takut mengotori kasurnya, tapi Alan ….

“Qyen … kamu marah?” tanya Alan yang kini sudah turun dari tempat tidur dengan kaki yang terbuka lebar.

Qyen harus bisa berpikir jernih, ia tidak bisa marah kepada anak kecil. “Ha? Hahaha …” Qyen mencoba tertawa walaupun terlihat garing. “Hahah … tidak, tidak apa-apa, Alan. Lebih baik kamu mandi sekarang, dan aku akan mengantarkan kamu menuju sekolah kamu.”

“Tapi Qyen ….”

Qyen menarik napasnya dengan sangat dalam lalu menghembuskannya secara perlahan. “Iya, Alan? Ada yang bisa aku bantu?” tanya Qyen mencoba untuk lebih sabar.

“Sepertinya aku sedang sakit sekarang,” katanya dengan suara yang sangat lemah.

Qyen terkejut, ia pun baru tersadar jika suara Alan memang lebih serak dari semalam. Ia pun memegang dahi Alan, dan benar anak kecil bawel itu kini memiliki suhu tubuh yang tinggi.

“Astaga! Alan, bagaimana bisa?” Qyen sungguh-sungguh terkejut, bagaimana bisa ia merawat anak kecil yang sedang sakit seperti ini?

“Aku tidak apa-apa, namun sepertinya ….”

“Syut … kamu anak kecil bukan pengacara. Tidak usah banyak berbicara, biar aku yang bantu untuk menggantikan baju kamu,” kata Qyen yang kini berani memotong ucapan Alan. Bukan hanya Alan saja yang berani memotong ucapan Qyen, tapi dirinya pun bisa.

Kini Alan hanya pasarh saja ketika Qyen membantu Alan untuk membersihkan dirinya dan mengganti baju. Sesudah mengeringkan seragam Alan menggunakan hair dryer, kini Qyen memakaikan sebuah benda yang bisa menempel di dahi Alan, agar bisa mengurangi demamnya, karena ia tidak bisa memberikan sembarangan obat kepada orang yang baru ia kenal.

“Kamu baik-baik saja Alan?” tanya Qyen, jantungnya masih berdetak kencang karena takut terjadi sesuatu yang tidak diinginkan.

Alan mengangguk dengan lemah, anak kecil yang kemarin terlihat bawel itupun kini wajahnya pucat.

Jam sudah menunjukkan pukul 7 pagi, ini waktunya Qyen untuk membereskan toko buahnya untuk menjual buah yang belum sempat ia jual kemarin.

Qyen mengajak Alan untuk pergi ke lantai atas dimana tokonya berada, tak lupa ia pun membawa sepatu dan juga tas Alan karena sekitar 30 menit lagi, setelah ia selesai menyusun buahnya ia akan mencoba mengantarkan Alan. Lalu nanti tokonya akan ia titipkan kepada seorang asisten supir buah yang suka mengantarkan buah di pagi hari.

“Alan, kamu makan terlebih dahulu sarapan kamu. Aku harus membereskan toko buahku terlebih dahulu,” ucap Qyen yang kini sibuk mengeluarkan keranjang-keranjang buahnya, dan Alan yang tengah makan satu potong roti tanpa selera.

“Aku sudah tau nama sekolah kamu, tapi aku tidak tahu dimana tempat sekolah kamu itu. Aku akan mengantarkan kamu kesana,” kata Qyen mencoba untuk mengajak Alan berbicara.

“Ya, Qyen …” jawan Alan dengan lesu.

Ada sedikit rasa sedih ketika Alan hanya menjawab ucapannya seperti itu, kini tidak ada kalimat panjang yang dilontarkan oleh Alan.

Qyen mengangguk. Ia pun dengan cepat menyusun buah-buahannya karena tak lama lagi truk buah akan datang. Suara mobil terdengar, namun yang datang bukanlah truk buah ternyata itu adalah mobil hitam milik Fin.

Fin turun dari mobil dan langsung menyapa juga membatu Qyen.

“Anak siapa itu Qyen?” tanya Fin yang cukup terkejut melihat Alan dengan wajah pucatnya tengah memakan roti.

“Anak hilang, aku mau mengantarkan dia hari ini keskolahnya tapi aku tidak tau dimana letak sekolahnya, sepertinya tidak jauh dari sini,” kata Qyen kepada Fin.

“Serius, Qyen …” ucap Fin.

Qyen mengangguk. “Aku serius. Ceritanya panjang, nanti aku akan cerita. Atau … kamu bisa antar Alan ke sekolah Children International School?”

Fin menggeleng. “Saya tidak mau mengantar anak itu sendiri. Dengan kamu saja.”

“Tapi aku harus menunggu truk buah terlebih dahulu,” ucap Qyen.

“Tutup saja gerainya, pasti mereka tahu jika kamu tidak ada. Atau kamu kabari saja asisten supir truk itu untuk menjaga toko kamu sebentar,” kata Fin memberikan ide kepada Qyen.

Qyen pun mengangguk, ia mengetikkan sesuatu diponselnya. Setelah itu ia pun memakaikan sepatu Alan yang sudah selesai dengan memakan rotinya, lalu menggendong Alan menuju mobil Fin, dan Fin membantu Qyen untuk menutup tokonya.

Setelah mencari tahu dimana sekolah Alan berada, mereka pun lega ternyata tempatnya tidak jauh dari sini, mereka hanya butuh waktu 25 menit untuk bisa sampai di sana.

“Dia sakit?” tanya Fin yang melihat ke sebelah kiri dimana Qyen sedang duduk memangku Alan.

Qyen mengangguk. “Badannya demam. Semalam tidak ada jaringan internet ataupun telpon, makanya aku biarin dia tidur di rumah.”

Qyen bisa melihat jika Fin menghela napasnya. “Kebiasaan kamu memasukkan orang sembarang ke dalam rumah, bagaimana kalau dia mata-mata,” kata Fin yang tidak masuk ke dalam akal Qyen.

“Aku? Mata-mata? Memangnya kamu tau apa itu mata-mata?”

Dengan gagah tanpa suara seraknya, Alan kembali berbicara. Fin menelan ludahnya kasar dan Qyen hanya bisa menahan tawanya. Jika dilihat sepertinya Alan sudah mulai sembuh.

“Papaku bilang tidak baik berprasangka buruk kepada orang,” kata Alan yang kini lebih memilih mencari tempat yang nyaman di dalam pelukan Qyen.

Qyen yang merasa gemas dengan anak kecil itu ia pun mengusap kepalanya. “Pintar banget sih kamu, semuanya Papa kamu yang mengajari?” tanya Qyen.

Alan mengangguk. Qyen mengangkat jempolnya, Qyen rasa orang tua Alan mendidiknya dengan sangat baik.

“Ini sekolah kamu?” tanya Qyen kepada Alan.

Dengan semangat Alan pun melihat kearah depan dan mengangguk. Qyen dan Fin bisa melihat banyak sekali mobil mewah dan beberapa mobil polisi di dalam parkiran sekolah Alan.

“Stop here!” teriak Alan.

Fin yang terkejut ia pun menghentikan mobilnya, melihat Alan yang memaksa membuka pintu mobil, Fin pun membuka pintu mobilnya, dan dengan cepat Alan turun dari mobil dan berlari menuju beberapa orang dewasa yang tengah berkumpul dan memeluk salah satu orang yang ada di sana.

Qyen yang melihat itu ia pun berlari sambil membawa tas biru Alan dan memanggil nama Alan.

“Alan!” panggil Qyen sambil berlari.

Alan yang sudah berada di dalam gendongan laki-laki dewasa ia pun membisikan sesuatu kepada ayahnya. “Pa, cantikkan?” tanya Alan sambil mengedipkan matanya.

Qyen mengatur napasnya karena sudah lelah berlari cukup jauh. “Alan, kamu meninggalkan tas kamu di mobil,” kata Qyen sambil memberikan tas itu kepada Alan dan diterima oleh seorang laki-laki yang sepertinya seumuran dengannya.

Tidak ada yang menjawab apa-apa, Qyen hanya bisa menerima tatapan dingin dari orang yang sudah ia sangka bahawa itu adalah papa Alan. Dengan tiba-tiba, Alan merentangkan tangannya kepada Qyen, tanda bahwa ia ingin kembali digendong oleh Qyen.

Qyen yang tidak mengerti apa maksud dari Alan itupun mengangkat alisnya sambil berkata, “ha?”

“Gendong,” kata Alan dengan refleks, Qyen pun langsung menerima Alan untuk ia gendong.

Qyen masih belum mengerti situasi apa yang sebenarnya tengah terjadi kali ini. Mengapa banyak sekali mobil mewah dan mobil polisi yang berjajar di dalam sekolah Alan.

“Qyen, ini Papaku. Papa, ini Qyen orang yang sudah menolongku,” kata Alan yang memperkenalkan Qyen dengan papanya.

“Alan, tidak sopan kamu, panggil kakak,” ucap seorang anak muda yang tadi menerima tas biru Alan.

“Diam kamu, Ian,” katanya yang membuat Ian lebih memilih diam.

Ya, di dalam sekolah Alan sudah banyak sekali polisi dan anak buah dari Albra dan juga Frans yang tengah memulai pencarian Alan, tapi ternyata … dengan tiba-tiba Alan sudah datang menemui mereka.

Albra, selaku ayah yang bertanggung jawab dan ingin mengucapkan banyak terimakasih juga ia pun mengulurkan tangannya kepada Qyen, Qyen pun membalas uluran tangan Albra dengan cepat karena ia sedang menggendong Alan.

“Albra,” salamnya.

“Qyen,” jawab Qyen.

Albra sedari tadi tidak bisa lepas melihat Alan anaknya yang terus memeluk leher Qyen dan menyimpan kepalanya di bahu orang yang baru saja ia kenal lima detik lalu. Albra sedikit terkejut melihat kebersamaan Alan dengan orang yang baru saja ia kenal.

“Kakaknya berat Alan, ayo sama aku,” ucap Ian mencoba mengambil alih Alan dari pangkuan Qyen.

Alan menggelengkan kepalanya. “Bisa kamu diam, Ian. Kepalaku cukup pusing untuk mendengarkan suara kamu,” kata Alan yang membuat beberapa orang yang mendengar suaranya tertawa.

Kini terjadi obrolan yang sesungguhnya, Qyen diminta untuk ikut ke kantor polisi agar dimintai keterangan atas kejadian kemarin. Karena ada beberapa anak yang juga menjadi korban. Qyen pun bersedia, tak lupa ia meminta bantuan Fin untuk menutup toko buahnya. Sepertinya hari ini pun ia tidak akan menjual buahnya.

Qyen masih saja menggendong Alan yang kini tertidur dipangkuannya.

“Albra, ambil Alan dong. Lo gak liat badan orang itu kecil banget, kasian bawa Alan,” kata Ian mencoba memberitahu Albra.

“Alan pasti marah,” kata Albra dengan santai.

“Saya akan membawa nona Qyen menuju kantor polisi agar kami bisa membuat laporan,” ucap salah satu polisi.

“Pa, Qyen tidak salah, kenapa harus dibawa menuju kantor polisi?” ucap Alan dengan suara lemahnya.

Melihat hal itu, Albra pergi kebelakang tubuh Qyen, agar ia bisa melihat dengan jelas wajah anaknya, Alan. Albra mendekat sebelum akhirnya ia mengecup dahi Alan, dan hal itu ternyata berefek kepada tubuh Qyen yang merinding luar biasa. Bagaimana tidak, bagian tubuh depan Albra sedikit menempel dengan punggungnya, bahkan ia bisa mencium parfum mahal dari kameja yang dipakai oleh Albra.

“Qyen tidak ditangkap polisi, tapi dimintai keterangan utuk membuat laporan,” jelas Albra dengan suara pelan di depan wajah Alan. Lagi dan lagi, semua itu berefek kepada Qyen, ia bisa merasakan bagian leher belakangnya terhembus oleh napas Albra dan sontak membuat tubuhnya panas.

Hatinya sungguh sangat gundah, Qyen hanya ingin pergi cepat-cepat dari sini. Lagipun kemana ibu dari Alan, mengapa hanya ada ayahnya saja di sini.

“Kamu tidur saja dengan ayahmu ya, aku harus ke kantor ….”

“Qyen tidak boleh pergi. Akupun harus ikut ke kantor polisi jika Qyen juga pergi,” katanya dan kembali memejamkan matanya.

Episodes
1 1. Qyen Fayre
2 2. Albra
3 3. Malam Qyen dan Alan
4 4. Pertemuan Pertama
5 5. Kejadian Yang Tidak Pernah Terbayangkan
6 6. Istri Bapak Dimana?
7 7. Perdebatan Albra
8 8. Pagi Hari Albra dan Alan
9 9. Kembali Bertemu
10 10. Malam Bersama
11 11. Kekacauan Yang Dibuat Albra
12 12. Surat Dari Qyen
13 13. Masalah Yang Cukup Serius
14 14. Beban Seorang Anak Kecil
15 15. Menyelamatkan Qyen
16 16. Sayap Pelindung Qyen
17 17. Menghadap Tuan Besar
18 18. Alan Yang Menghilang
19 19. Sedikit Perhatian Albra
20 20. Membela Qyen
21 21. Ketika Albra bercanda
22 22. Drama aneh
23 23. Perlakuan Hangat Albra
24 24. See You
25 25. Waktu 20 Menit
26 26. Bisa Kembali Bermain
27 27. Perasaan Aneh
28 28. Qyen yang terjebak
29 29. Menemukan Qyen
30 30. Malam yang tak pernah terbayangkan
31 31. Setelah malam panas
32 32. Ingin mencoba untuk mencintai
33 33. Flashback
34 34. Kehidupan baru bersama Qyen
35 35. Ancaman Frans
36 36. Dua Test Pack
37 37. Hamil?
38 38. Pertarungan sengit
39 39. Kehidupan baru
40 40. Happy
41 41. Bertemu kembali dengan dia
42 42. Trauma hebat
43 43. Keanehan keluarga Max
44 44. Perdebatan sengit
45 45. Flashback (Frans)
46 46. Hampir menyrah?
47 47. Meluluhkan hati Frans
48 48. Sedikit pengakuan Frans
49 49. H-1 Pernikahan
50 50. Pernikahan
51 51. Kehidupan setelah menikah
52 52. Siapa wanita itu?
53 53. Masalalu Albra
54 54. Ibu kandung Alan
55 55. Kesempatan untuk Fin
56 56. Qyen kemana?
57 57. Alan malang
58 58. Makan malam bersama Frans
59 59. Dan terjadi lagi ....
60 60. Kembali damai
61 61. Sisi lain Albra
62 62. Holidayyy
63 63. Pacaran
64 64. Ingatan kecil Albra
65 65. Dimana keluarga Qyen?
66 66. Alan menghilang
67 67. Alan dan Ibu kandungnya
68 68. Gagal jadi makcomblang
69 69. Albra dan Frans
70 70. Pelukan hangat untuk Frans
71 71. Malam hangat
72 72. Senyum kecil Frans
73 73. Kejadian Frans
74 74. Bergelut dengan pikiran
75 75. Curhatan kakak beradik
76 76. Perhatian kecil Frans
77 77. 'Panggil saya Papa'
78 78. Satu langkah lebih maju
79 79. Kelurga Qyen
80 80. Terungkap
Episodes

Updated 80 Episodes

1
1. Qyen Fayre
2
2. Albra
3
3. Malam Qyen dan Alan
4
4. Pertemuan Pertama
5
5. Kejadian Yang Tidak Pernah Terbayangkan
6
6. Istri Bapak Dimana?
7
7. Perdebatan Albra
8
8. Pagi Hari Albra dan Alan
9
9. Kembali Bertemu
10
10. Malam Bersama
11
11. Kekacauan Yang Dibuat Albra
12
12. Surat Dari Qyen
13
13. Masalah Yang Cukup Serius
14
14. Beban Seorang Anak Kecil
15
15. Menyelamatkan Qyen
16
16. Sayap Pelindung Qyen
17
17. Menghadap Tuan Besar
18
18. Alan Yang Menghilang
19
19. Sedikit Perhatian Albra
20
20. Membela Qyen
21
21. Ketika Albra bercanda
22
22. Drama aneh
23
23. Perlakuan Hangat Albra
24
24. See You
25
25. Waktu 20 Menit
26
26. Bisa Kembali Bermain
27
27. Perasaan Aneh
28
28. Qyen yang terjebak
29
29. Menemukan Qyen
30
30. Malam yang tak pernah terbayangkan
31
31. Setelah malam panas
32
32. Ingin mencoba untuk mencintai
33
33. Flashback
34
34. Kehidupan baru bersama Qyen
35
35. Ancaman Frans
36
36. Dua Test Pack
37
37. Hamil?
38
38. Pertarungan sengit
39
39. Kehidupan baru
40
40. Happy
41
41. Bertemu kembali dengan dia
42
42. Trauma hebat
43
43. Keanehan keluarga Max
44
44. Perdebatan sengit
45
45. Flashback (Frans)
46
46. Hampir menyrah?
47
47. Meluluhkan hati Frans
48
48. Sedikit pengakuan Frans
49
49. H-1 Pernikahan
50
50. Pernikahan
51
51. Kehidupan setelah menikah
52
52. Siapa wanita itu?
53
53. Masalalu Albra
54
54. Ibu kandung Alan
55
55. Kesempatan untuk Fin
56
56. Qyen kemana?
57
57. Alan malang
58
58. Makan malam bersama Frans
59
59. Dan terjadi lagi ....
60
60. Kembali damai
61
61. Sisi lain Albra
62
62. Holidayyy
63
63. Pacaran
64
64. Ingatan kecil Albra
65
65. Dimana keluarga Qyen?
66
66. Alan menghilang
67
67. Alan dan Ibu kandungnya
68
68. Gagal jadi makcomblang
69
69. Albra dan Frans
70
70. Pelukan hangat untuk Frans
71
71. Malam hangat
72
72. Senyum kecil Frans
73
73. Kejadian Frans
74
74. Bergelut dengan pikiran
75
75. Curhatan kakak beradik
76
76. Perhatian kecil Frans
77
77. 'Panggil saya Papa'
78
78. Satu langkah lebih maju
79
79. Kelurga Qyen
80
80. Terungkap

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!