Bukan Pengantin Pengganti
Di sebuah kamar, tengah terjadi kehebohan dan kepanikan. Bagaimana tidak panik? Pengantin wanita yang akan dinikahkan beberapa jam lagi malah kabur entah ke mana.
“Velia! Velia, bagaimana ini? Kakakmu pergi!” pekik Mommy Mila cemas.
“Mommy tenang dulu, ya! Tarik napas... buang. Tarik napas... buang,” Velia memberi instruksi dengan sabar.
“Heh, kamu ini! Bukan waktunya tarik napas hembuus,” omel Mommy Mila, gemas.
“Memangnya ini mau melahirkan, apa?” tambahnya kesal.
“Terus Mommy maunya apa?” Velia ikut jengkel.
“Cepat cari kakakmu, Sherlin! Kalau tidak... kamu yang akan menggantikan kakakmu menikah dengan Daniello!” cetus Mommy Mila lantang.
“Apa?!” pekik Velia panik.
“Mommy, aku nggak mau ah!” protesnya keras.
“Velia... Mommy mohon. Kalau tidak, usaha keluarga kita bakal bangkrut, Sayang. Tuan Samanta bersedia membantu melunasi semua utang yang Daddy kamu tinggalkan.”
“Tapi, Mommy...”
“Velia, Mommy mohon,” pinta Mommy Mila memelas.
“Atau... kita harus ganti uang ke Tuan Samanta sebanyak 10 miliar, Nak!”
“What?!” Velia kembali memekik kaget.
Ia menghembuskan napas pelan. Bukannya tidak mau membantu Mommy-nya. Tapi... tak ada yang tahu rahasia besar di balik semua ini.
Ya, Daniello—calon suami pengganti itu—adalah penyuka sesama jenis. Dan dari mana Velia tahu?
****
Saat itu, Velia sedang menunggu Indi di sebuah klub malam. Ia hanya duduk diam di depan meja bartender, memperhatikan sang bartender yang sibuk melayani pelanggan.
“Si Indi mana, sih? Lama banget,” keluh Velia kesal.
Tak lama kemudian, Indi pun datang bersama seorang pria. Pria itu terlihat agak melambai, tapi Velia tak terlalu peduli. Ia malah menatap tajam ke arah sahabatnya.
“Kenapa sih? Ngeri banget, tatapan lo setajam silet,” kekeh Indi.
“Dari mana aja lo? Lama banget,” cibir Velia.
“Sabar dong,” sahut pria di samping Indi sambil mendorong bahu Velia hingga hampir tersungkur.
“Shit! Kurang asem nih cowok,” umpat Velia. Meski pria itu terlihat melambai, tenaganya lumayan juga.
Indi memperkenalkan pria tersebut—namanya Ello—kepada Velia. Dengan ogah-ogahan, Velia pun menerima uluran tangan Ello.
“Di, ini beneran nih? Sayang banget ganteng-ganteng gini...” bisik Velia, bergidik ngeri.
“Ya begitulah... Entah apa yang bikin dia begitu,” jawab Indi santai.
“Terus, ngapain lagi sih kita di sini?” tanya Velia, mulai risih karena banyak pria hidung belang menatapnya.
“Nunggu pacarnya Ello,” jawab Indi.
“Pak Alvaro?” pekik Velia tiba-tiba, menyebut nama pria yang sering mengadakan pesta di kantornya.
Sayangnya, pekikannya terdengar oleh Ello dan Indi. Ello langsung menatap Velia tajam.
“Loh, Velia? Kamu di sini? Sedang apa?” tanya Alvaro yang baru saja datang.
“Eumm... I-it—itu, Pak. Saya...”
“Ah, itu... Saya sedang menemani teman saya, Pak,” potong Velia cepat sambil melirik Indi.
Alvaro hanya mengangguk pelan. Tanpa basa-basi, ia langsung memeluk Ello dan mencium bibirnya dengan mesra di depan Velia.
Bagi Indi, itu sudah biasa. Tapi tidak bagi Velia. Matanya membelalak, wajahnya pucat. Ia berdiri terpaku, melongo, lalu bergidik jijik.
“Astaga, Tuhan...” batin Velia. “Mata gue udah nggak suci lagi.”
Sementara Indi tampak santai menatap adegan mesra itu, Velia buru-buru menarik tangan sahabatnya menjauh.
“Ih, apaan sih lo, Ve? Main tarik-tarik aja!” protes Indi.
“Gila ya lo, Di! Mata gue udah tercemar tau nggak?” cetus Velia dengan suara parau.
“Lebay banget lo. Gue udah biasa liat yang kayak gitu,” sahut Indi santai.
“Lo kenapa nggak bilang sih kalo mereka itu...” Velia membuat tanda V pakai dua jarinya dan menggerakkan seperti tanda kutip.
“G*y maksud lo?” ujar Indi frontal.
“Iya, itu! Geli banget gue liatnya. Gimana pedang sama pedang beradu,” kekeh Velia, meski ekspresi masih horor.
Indi pun tertawa terbahak. Akhirnya mereka memutuskan untuk pulang.
Ternyata, tujuan Indi ke klub malam itu memang untuk mempertemukan Ello dengan Alvaro. Alvaro adalah sepupunya sekaligus orang yang membayar Indi agar bisa bertemu tanpa menimbulkan kecurigaan—terutama karena Alvaro menyimpan preferensi seksualnya rapat-rapat.
*****
Lamunan Velia buyar saat Mommy Mila melempar bantal tepat ke wajahnya.
"Mommy!" pekik Velia kesal.
"Apa, apa? Apa, hah?!" balas Mommy Mila sambil melotot. "Bukannya bantuin mikir, malah bengong! Sekarang gimana, Velia? Bentar lagi pernikahannya mulai, loh!"
Nada suaranya mulai melemah. Wajah Mommy Mila tampak pasrah, seolah semua yang telah ia bangun bersama mendiang suaminya akan hilang dalam sekejap—terutama istana kecil mereka, tempat semua kenangan tersimpan.
Tiba-tiba, salah satu staf WO masuk dan memberi tahu bahwa mempelai pria sudah datang dan kini berada di kamar untuk berganti pakaian.
Mila menepuk dadanya yang terasa sesak, lalu memijat pangkal hidungnya pelan.
“Tolong sampaikan pada Nyonya dan Tuan Johnson... kalau pernikahannya batal. Kami rela mengganti semua kerugian dengan uang,” ucapnya lirih.
“Mommy…” Velia menatap ibunya dengan perasaan campur aduk.
Ada iba, ada rasa kasihan, tapi juga kekhawatiran akan masa depannya sendiri. Dalam satu tarikan nafas, dia membuat keputusan yang akan mengubah hidupnya selamanya.
“Mom, aku bersedia menggantikan Kak Sherlin,” ucap Velia pelan, namun cukup untuk membuat Mommy Mila langsung membelalak.
“Benar? Gak bohong, kan?” tanya Mila penuh harap, kedua tangannya menangkup pipi Velia.
“Nggak, Mom,” balas Velia dengan lirih. Mana mungkin dia bohong. Bisa durhaka dia.
“Terima kasih, sayang…” Mila langsung memeluk Velia erat. Matanya berkaca-kaca. Setidaknya, perusahaan keluarga mereka masih bisa diselamatkan.
Sementara Velia mulai dirias, Mommy Mila keluar untuk menemui Nyonya Grasia yang duduk di sebelah Tuan Samanta Johnson.
“Tuan, Nyonya,” sapa Mila ramah, berusaha menjaga wibawanya.
“Hai, Mila. Saya sudah dengar semuanya, dan saya bersyukur anakmu, Velia, bersedia menggantikan kakaknya,” ujar Samanta, tersenyum tenang.
Mila hanya membalas dengan senyum kecil. Setelah berbincang sebentar, dia pamit untuk melihat Velia yang sedang bersiap.
Begitu sampai di kamar, Mila sempat tertegun.
Velia terlihat sangat cantik, meski wajahnya masih cemberut. Gaun pengantin berwarna putih tulang dengan model sabrina tanpa lengan membalut tubuhnya dengan pas. Karena posturnya hampir sama dengan Sherlin, gaun itu tidak perlu diganti. Rambut Velia ditata anggun, dan tiara kecil menghiasi kepalanya, membuatnya tampak seperti putri dari negeri dongeng.
“Kamu cantik sekali, sayang,” puji Mommy Mila tulus.
“Aku memang cantik, Mom. Dari lahir malah,” sahut Velia ketus, membuat Mommy Mila tertawa geli.
“Ayo, acara sudah mau mulai,” ajak Mommy Mila sambil menggenggam tangan Velia. Ia menutup tudung wajah sang anak dan menuntunnya menuju altar pernikahan.
Meski terkesan terpaksa, namun berjalan tanpa sosok ayah membuat Velia merasa sedih. Tak ada yang menggandengnya penuh kebanggaan seperti pengantin pada umumnya. Hanya ada pamannya—Milano—yang selalu menjadi penopang keluarganya sejak Daddy pergi.
“Jangan sedih, Daddy-mu pasti bahagia,” ujar Milano lembut, lalu menyerahkan Velia pada Daniello. Sebelum mundur, ia menepuk pundak Ello seolah memberi pesan diam.
Sejak tadi, Velia menyadari sorot mata Ello yang tajam tanpa ekspresi. Tatapan itu membuatnya risih… dan jantungnya berdebar entah karena apa. Mungkin gugup, atau mungkin tanda bahaya.
Suara pendeta memecah lamunan, menyatukan dua nama dalam ikatan yang seharusnya sakral. Dan dalam hitungan menit, Velia sah menjadi istri dari Daniello Samanta.
Dengan gerakan tenang, Ello membuka tudung wajah Velia. Sesaat, ia tampak terpaku melihat wajah istrinya. Lalu, tanpa peringatan, ia mencium bibir Velia—melumatnya sekilas.
Ciuman pertama gue, pekik Velia dalam hati. Dih, dasar g*y mesum!
“Bro, astaga... sabar dong!” sorak teman-teman Ello dari bangku tamu. Velia melirik ke arah mereka. Ia tahu, mereka pun sama seperti Ello—berpura-pura macho di depan umum. Semua hanya topeng.
Setelah pemberkatan selesai, Velia dan Ello menghampiri para tamu. Sebagian besar adalah rekan bisnis keluarga mereka. Resepsi akan digelar malam nanti, pukul delapan.
“Abang!” pekik seorang gadis sambil berlari kecil.
Velia menoleh. Wajah gadis itu mirip Ello.
“Selamat ya, akhirnya laku juga. Aku kira Abang gay,” celetuk gadis itu, membuat Velia menahan senyum. Ia melirik sekilas ke arah Ello yang menatap gadis itu tajam.
“Lena!” tegur Grasia, ibunda Ello.
“Maaf, Mom. Bercanda kok,” jawab Helena terkekeh.
Setelah menyapa semua tamu, Velia dan Ello menuju kamar hotel. Bukan kamar pengantin yang sesungguhnya, melainkan kamar tempat Velia bersiap-siap tadi.
“Ingat, ini hanya sementara,” kata Ello saat mereka masuk ke dalam kamar. “Semua ini cuma untuk menutupi siapa aku sebenarnya. Setelah aku mendapatkan apa yang aku mau, bersiaplah untuk pergi.”
Velia menatapnya tajam. Tak perlu diingatkan—dia sudah tahu sejak awal.
“Tak perlu dibahas dan diingatkan. Aku tahu, Tuan Daniello,” balasnya sinis.
“Baguslah.”
Ello pun berbalik dan pergi entah ke mana. Velia tidak peduli.
Ia menjatuhkan diri ke kursi rias, melepas aksesori satu per satu. Air matanya tidak turun—karena kecewa itu terlalu dalam untuk menangis. Ia hanya menatap bayangannya di cermin, mengingat satu hal: dirinya bukan Sherlin.
Dia yang terpaksa menggantikan peran sang kakak, demi menyelamatkan keluarga… dan menikah dengan lelaki yang tidak pernah menginginkannya.
Velia menghembuskan napas kasar, menghapus riasannya, dan berusaha istirahat sebelum malam tiba. Jam menunjuk pukul enam sore. Masih ada dua jam sebelum ia harus kembali tersenyum di pesta resepsi yang bukan untuk cinta.
Bersambung…
Maaf typo
Jangan lupa tambahkan ke favorit, komen, like dan bintang 5 nya. Makasih 🙏🥰
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 114 Episodes
Comments
Virna Vaina Voona
entah apa yang merasuki mu~~~
2024-10-07
1
Virna Vaina Voona
si velia pasti syik syak syok tuh.. hahaha
2024-10-07
0
Virna Vaina Voona
velia nama ku waktu kecil wkwkwk
2024-10-07
0