Di sebuah kamar, tengah terjadi kehebohan dan kepanikan. Bagaimana tidak panik? Pengantin wanita yang akan dinikahkan beberapa jam lagi malah kabur entah ke mana.
“Velia! Velia, bagaimana ini? Kakakmu pergi!” pekik Mommy Mila cemas.
“Mommy tenang dulu, ya! Tarik napas... buang. Tarik napas... buang,” Velia memberi instruksi dengan sabar.
“Heh, kamu ini! Bukan waktunya tarik napas hembuus,” omel Mommy Mila, gemas.
“Memangnya ini mau melahirkan, apa?” tambahnya kesal.
“Terus Mommy maunya apa?” Velia ikut jengkel.
“Cepat cari kakakmu, Sherlin! Kalau tidak... kamu yang akan menggantikan kakakmu menikah dengan Daniello!” cetus Mommy Mila lantang.
“Apa?!” pekik Velia panik.
“Mommy, aku nggak mau ah!” protesnya keras.
“Velia... Mommy mohon. Kalau tidak, usaha keluarga kita bakal bangkrut, Sayang. Tuan Samanta bersedia membantu melunasi semua utang yang Daddy kamu tinggalkan.”
“Tapi, Mommy...”
“Velia, Mommy mohon,” pinta Mommy Mila memelas.
“Atau... kita harus ganti uang ke Tuan Samanta sebanyak 10 miliar, Nak!”
“What?!” Velia kembali memekik kaget.
Ia menghembuskan napas pelan. Bukannya tidak mau membantu Mommy-nya. Tapi... tak ada yang tahu rahasia besar di balik semua ini.
Ya, Daniello—calon suami pengganti itu—adalah penyuka sesama jenis. Dan dari mana Velia tahu?
****
Saat itu, Velia sedang menunggu Indi di sebuah klub malam. Ia hanya duduk diam di depan meja bartender, memperhatikan sang bartender yang sibuk melayani pelanggan.
“Si Indi mana, sih? Lama banget,” keluh Velia kesal.
Tak lama kemudian, Indi pun datang bersama seorang pria. Pria itu terlihat agak melambai, tapi Velia tak terlalu peduli. Ia malah menatap tajam ke arah sahabatnya.
“Kenapa sih? Ngeri banget, tatapan lo setajam silet,” kekeh Indi.
“Dari mana aja lo? Lama banget,” cibir Velia.
“Sabar dong,” sahut pria di samping Indi sambil mendorong bahu Velia hingga hampir tersungkur.
“Shit! Kurang asem nih cowok,” umpat Velia. Meski pria itu terlihat melambai, tenaganya lumayan juga.
Indi memperkenalkan pria tersebut—namanya Ello—kepada Velia. Dengan ogah-ogahan, Velia pun menerima uluran tangan Ello.
“Di, ini beneran nih? Sayang banget ganteng-ganteng gini...” bisik Velia, bergidik ngeri.
“Ya begitulah... Entah apa yang bikin dia begitu,” jawab Indi santai.
“Terus, ngapain lagi sih kita di sini?” tanya Velia, mulai risih karena banyak pria hidung belang menatapnya.
“Nunggu pacarnya Ello,” jawab Indi.
“Pak Alvaro?” pekik Velia tiba-tiba, menyebut nama pria yang sering mengadakan pesta di kantornya.
Sayangnya, pekikannya terdengar oleh Ello dan Indi. Ello langsung menatap Velia tajam.
“Loh, Velia? Kamu di sini? Sedang apa?” tanya Alvaro yang baru saja datang.
“Eumm... I-it—itu, Pak. Saya...”
“Ah, itu... Saya sedang menemani teman saya, Pak,” potong Velia cepat sambil melirik Indi.
Alvaro hanya mengangguk pelan. Tanpa basa-basi, ia langsung memeluk Ello dan mencium bibirnya dengan mesra di depan Velia.
Bagi Indi, itu sudah biasa. Tapi tidak bagi Velia. Matanya membelalak, wajahnya pucat. Ia berdiri terpaku, melongo, lalu bergidik jijik.
“Astaga, Tuhan...” batin Velia. “Mata gue udah nggak suci lagi.”
Sementara Indi tampak santai menatap adegan mesra itu, Velia buru-buru menarik tangan sahabatnya menjauh.
“Ih, apaan sih lo, Ve? Main tarik-tarik aja!” protes Indi.
“Gila ya lo, Di! Mata gue udah tercemar tau nggak?” cetus Velia dengan suara parau.
“Lebay banget lo. Gue udah biasa liat yang kayak gitu,” sahut Indi santai.
“Lo kenapa nggak bilang sih kalo mereka itu...” Velia membuat tanda V pakai dua jarinya dan menggerakkan seperti tanda kutip.
“G*y maksud lo?” ujar Indi frontal.
“Iya, itu! Geli banget gue liatnya. Gimana pedang sama pedang beradu,” kekeh Velia, meski ekspresi masih horor.
Indi pun tertawa terbahak. Akhirnya mereka memutuskan untuk pulang.
Ternyata, tujuan Indi ke klub malam itu memang untuk mempertemukan Ello dengan Alvaro. Alvaro adalah sepupunya sekaligus orang yang membayar Indi agar bisa bertemu tanpa menimbulkan kecurigaan—terutama karena Alvaro menyimpan preferensi seksualnya rapat-rapat.
*****
Lamunan Velia buyar saat Mommy Mila melempar bantal tepat ke wajahnya.
"Mommy!" pekik Velia kesal.
"Apa, apa? Apa, hah?!" balas Mommy Mila sambil melotot. "Bukannya bantuin mikir, malah bengong! Sekarang gimana, Velia? Bentar lagi pernikahannya mulai, loh!"
Nada suaranya mulai melemah. Wajah Mommy Mila tampak pasrah, seolah semua yang telah ia bangun bersama mendiang suaminya akan hilang dalam sekejap—terutama istana kecil mereka, tempat semua kenangan tersimpan.
Tiba-tiba, salah satu staf WO masuk dan memberi tahu bahwa mempelai pria sudah datang dan kini berada di kamar untuk berganti pakaian.
Mila menepuk dadanya yang terasa sesak, lalu memijat pangkal hidungnya pelan.
“Tolong sampaikan pada Nyonya dan Tuan Johnson... kalau pernikahannya batal. Kami rela mengganti semua kerugian dengan uang,” ucapnya lirih.
“Mommy…” Velia menatap ibunya dengan perasaan campur aduk.
Ada iba, ada rasa kasihan, tapi juga kekhawatiran akan masa depannya sendiri. Dalam satu tarikan nafas, dia membuat keputusan yang akan mengubah hidupnya selamanya.
“Mom, aku bersedia menggantikan Kak Sherlin,” ucap Velia pelan, namun cukup untuk membuat Mommy Mila langsung membelalak.
“Benar? Gak bohong, kan?” tanya Mila penuh harap, kedua tangannya menangkup pipi Velia.
“Nggak, Mom,” balas Velia dengan lirih. Mana mungkin dia bohong. Bisa durhaka dia.
“Terima kasih, sayang…” Mila langsung memeluk Velia erat. Matanya berkaca-kaca. Setidaknya, perusahaan keluarga mereka masih bisa diselamatkan.
Sementara Velia mulai dirias, Mommy Mila keluar untuk menemui Nyonya Grasia yang duduk di sebelah Tuan Samanta Johnson.
“Tuan, Nyonya,” sapa Mila ramah, berusaha menjaga wibawanya.
“Hai, Mila. Saya sudah dengar semuanya, dan saya bersyukur anakmu, Velia, bersedia menggantikan kakaknya,” ujar Samanta, tersenyum tenang.
Mila hanya membalas dengan senyum kecil. Setelah berbincang sebentar, dia pamit untuk melihat Velia yang sedang bersiap.
Begitu sampai di kamar, Mila sempat tertegun.
Velia terlihat sangat cantik, meski wajahnya masih cemberut. Gaun pengantin berwarna putih tulang dengan model sabrina tanpa lengan membalut tubuhnya dengan pas. Karena posturnya hampir sama dengan Sherlin, gaun itu tidak perlu diganti. Rambut Velia ditata anggun, dan tiara kecil menghiasi kepalanya, membuatnya tampak seperti putri dari negeri dongeng.
“Kamu cantik sekali, sayang,” puji Mommy Mila tulus.
“Aku memang cantik, Mom. Dari lahir malah,” sahut Velia ketus, membuat Mommy Mila tertawa geli.
“Ayo, acara sudah mau mulai,” ajak Mommy Mila sambil menggenggam tangan Velia. Ia menutup tudung wajah sang anak dan menuntunnya menuju altar pernikahan.
Meski terkesan terpaksa, namun berjalan tanpa sosok ayah membuat Velia merasa sedih. Tak ada yang menggandengnya penuh kebanggaan seperti pengantin pada umumnya. Hanya ada pamannya—Milano—yang selalu menjadi penopang keluarganya sejak Daddy pergi.
“Jangan sedih, Daddy-mu pasti bahagia,” ujar Milano lembut, lalu menyerahkan Velia pada Daniello. Sebelum mundur, ia menepuk pundak Ello seolah memberi pesan diam.
Sejak tadi, Velia menyadari sorot mata Ello yang tajam tanpa ekspresi. Tatapan itu membuatnya risih… dan jantungnya berdebar entah karena apa. Mungkin gugup, atau mungkin tanda bahaya.
Suara pendeta memecah lamunan, menyatukan dua nama dalam ikatan yang seharusnya sakral. Dan dalam hitungan menit, Velia sah menjadi istri dari Daniello Samanta.
Dengan gerakan tenang, Ello membuka tudung wajah Velia. Sesaat, ia tampak terpaku melihat wajah istrinya. Lalu, tanpa peringatan, ia mencium bibir Velia—melumatnya sekilas.
Ciuman pertama gue, pekik Velia dalam hati. Dih, dasar g*y mesum!
“Bro, astaga... sabar dong!” sorak teman-teman Ello dari bangku tamu. Velia melirik ke arah mereka. Ia tahu, mereka pun sama seperti Ello—berpura-pura macho di depan umum. Semua hanya topeng.
Setelah pemberkatan selesai, Velia dan Ello menghampiri para tamu. Sebagian besar adalah rekan bisnis keluarga mereka. Resepsi akan digelar malam nanti, pukul delapan.
“Abang!” pekik seorang gadis sambil berlari kecil.
Velia menoleh. Wajah gadis itu mirip Ello.
“Selamat ya, akhirnya laku juga. Aku kira Abang gay,” celetuk gadis itu, membuat Velia menahan senyum. Ia melirik sekilas ke arah Ello yang menatap gadis itu tajam.
“Lena!” tegur Grasia, ibunda Ello.
“Maaf, Mom. Bercanda kok,” jawab Helena terkekeh.
Setelah menyapa semua tamu, Velia dan Ello menuju kamar hotel. Bukan kamar pengantin yang sesungguhnya, melainkan kamar tempat Velia bersiap-siap tadi.
“Ingat, ini hanya sementara,” kata Ello saat mereka masuk ke dalam kamar. “Semua ini cuma untuk menutupi siapa aku sebenarnya. Setelah aku mendapatkan apa yang aku mau, bersiaplah untuk pergi.”
Velia menatapnya tajam. Tak perlu diingatkan—dia sudah tahu sejak awal.
“Tak perlu dibahas dan diingatkan. Aku tahu, Tuan Daniello,” balasnya sinis.
“Baguslah.”
Ello pun berbalik dan pergi entah ke mana. Velia tidak peduli.
Ia menjatuhkan diri ke kursi rias, melepas aksesori satu per satu. Air matanya tidak turun—karena kecewa itu terlalu dalam untuk menangis. Ia hanya menatap bayangannya di cermin, mengingat satu hal: dirinya bukan Sherlin.
Dia yang terpaksa menggantikan peran sang kakak, demi menyelamatkan keluarga… dan menikah dengan lelaki yang tidak pernah menginginkannya.
Velia menghembuskan napas kasar, menghapus riasannya, dan berusaha istirahat sebelum malam tiba. Jam menunjuk pukul enam sore. Masih ada dua jam sebelum ia harus kembali tersenyum di pesta resepsi yang bukan untuk cinta.
Bersambung…
Maaf typo
Jangan lupa tambahkan ke favorit, komen, like dan bintang 5 nya. Makasih 🙏🥰
Kemeriahan pesta pernikahan putra pertama keluarga Johnson dengan putri kedua dari keluarga Lawrence, tersebut sangatlah meriah. Para tamu undangan pun tak tahu jika. Velia, hanya pengantin pengganti, kabar kaburnya Sherlin ditutup rapat oleh kedua belah pihak.
Velia tampak cantik dengan balutan gaun berwarna Maroon tanpa lengan, rambutnya dihias sedemikian rupa dan terdapat mahkota di kepalanya. Sementara Ello tampak gagah dengan jas warna senada, banyaknya yang hadir membuat Velia tampak sedikit bosan.
Dan terpaksa dia mendudukkan dirinya di kursi pelaminan, sedangkan Ello. Dia sedang bersama para rekan bisnisnya, Velia pun menghela nafas pelan melihat sekeliling dan menatap Mila yang tampak berbinar di wajahnya.
"Semua aku lakuin demi. Mommy, bukan cinta." Gumam Velia mencoba membangun benteng untuk hatinya.
"Velia," pekik Indi.
"Indi," balas Velia langsung memeluk sang sahabat.
"Ya Tuhan... OMG, gak nyangka gue lo nikah sama Ello." Heboh Indi, mengundang tatapan dari para tamu. Membuat Velia tersenyum tipis.
"Lo tau kan, gue terpaksa. Kalau bukan karena Mommy, gue ogah nikah sama cowok macam sepupu lo itu," bisik Velia, semua orang tahu jika Alvaro dan Ello adalah laki-laki normal pada umumnya. Namun, siapa sangka di balik itu semua hanyalah kebohongan semata, atau kedok untuk menutupi kalau mereka penyuka sesama jenis.
"Iya gue tahu, harusnya kak Sherlin, kan?"
"Iya entah dimana kakak laknat gue itu, kalau ketemu awas aja. Gue hajar dia," kesal Velia.
"Udah lah jangan gitu, gimana pun juga dia kakak lo," cetus Indi membuat Velia cemberut.
Velia dan Indi pun menuju ke stan makanan.
"Sayang."
Deg!
"Ehh, sayang?" batin Velia menatap Indi, dia pun menoleh pada Ello yang tersenyum manis.
Entah mengapa panggilan sayang di telinganya merasa begitu gelay, ihh ... Velia rasanya ingin menghajar wajah sok tampan Ello dan Alvaro.
"Ada apa?" tanya Velia memasang wajah ketus.
"Papa ingin berbicara sama. Kamu," ucap Ello dengan wajah tanpa ekspresi.
"Baiklah, Di. Gue ke tempat mertua gue dulu," pamit Velia.
"Iya," balas Indi.
Kini tinggallah Indi, Ello dan Alvaro.
"Kamu masih ingatkan perjanjian, kita?" tanya Alvaro pada Indi.
"Ya aku ingat," ketus Indi.
Indi pun kembali di samping Alvaro, agar perilaku mereka tak dihargai oleh semua orang. Mereka pun berjalan bertiga menuju meja yang sudah disediakan.
***
Velia pun sudah duduk di hadapan Tuan Samanta, sejak lima menit yang lalu tak ada pembicaraan di antara mereka.
Velia menatap lelaki yang mirip dengan Ello, tengah menghela nafasnya dengan pelan.
"Aku sudah tau," ucapnya.
Velia mengerutkan keningnya menatap Tuan Samanta.
"Apa maksud, Tuan?" tanya Velia tak mengerti.
"Velia jangan panggil saya. Tuan, panggil saya Papa. Kamu menantu ku saat ini dan panggil istri ku Mommy," perintah Samanta.
"Ba-baik. Pa,” balas Velia.
"Saya sudah tau, tentang anak saya. Ello,” lirih Tuan Samanta
Samanta menatap Velia dengan lekat, lalu dia kembali berbicara dengan lirih.
"Daniello menyukai laki-laki." Lanjutnya.
"Selama beberapa tahun saya selalu memantau dia, karena curiga dengan tingkahnya yang secara tak sengaja saya lihat dia bertingkah kemayu. Dan saya pernah memergoki dia..."
Samanta pun menceritakan semua fakta yang dia tahu pada Velia, dia tak pernah memberitahukannya pada istrinya. Jika di beri tahu dia takut sang istri shock, lalu jatuh sakit karena Ello adalah anak kesayangan Grasia.
"Berjanjilah Velia! Berjanji untuk mengubah anakku menjadi menyukai mu, apa pun akan saya berikan untuk mu. Bukan hanya perusahaan Ayahmu yang selamat, aku pun akan memaafkan kelakuan kakak mu yang kabur," papar Samanta.
"Papa aku ... Pasti sulit rasanya untuk membuat dia kembali ke jalan yang benar. Pa," ujar Velia, menatap ayah mertuanya.
"Papa mohon. Velia, hanya kamu yang Papa percaya." Samanta memohon pada Velia, dan sampai akan berlutut. Namun, Velia melarangnya.
"Tapi..."
Velia ragu dan enggan, dia ingin hanya satu tahun menikah dengan Ello lalu dia bebas.
"Velia," lirih Tuan Samanta.
"Baiklah. Pa, aku akan merubah Ello menjadi lebih baik. Tapi berikan aku waktu selama satu tahun, jika selama itu dia tak berubah. Maka izinkan aku meninggalkannya," kata Velia memberikan keputusan.
"Baik. Papa, setuju terima kasih. Nak,” balas Tuan Samanta, berjanji akan memberikan apapun yang gadis itu mau.
Jika meminta sebagian besar hartanya, maka akan dia berikan. Asal anaknya bisa menjadi lelaki sejati.
Velia pun hanya mengangguk, kemudian Tuan Samanta mengajak Velia untuk bertemu dengan kerabatnya yang lain. Velia sendiri mencari dimana keberadaan suami beloknya tersebut.
Dia membulatkan mata saat mendapati Ello dan Alvaro di pojok ruang, yang terlihat sedang berciuman.
"Astaga orang itu," geram Velia.
Velia pun meminta izin untuk mengambil minuman
Tiba-tina Helena memanggil Velia, dan menghentikan langkahnya.
"Perlu aku temani, kak?" tanya Helena.
"Tidak perlu. Lena," balas Velia, jika Helena tahu makin kacau saja.
Velia pun berjalan menuju dua orang kekasih aneh tersebut, walau di luar Negeri hal yang wajar. Berbeda di Negara Indonesia, orang seperti itu akan habis di hujat oleh netizen +62.
Velia tengah berdiri menghadap Ello dan Alvaro, dia melipat tangan di dada dan menatap dengan tajam.
Ello melepaskan ciuman mereka, balik menatap Velia. Dengan wajah tak suka.
"Ada apa?" tanya Ello tak berdosa, ya walau sedikit terkejut.
"Cih ... Ada apa kamu, bilang? Kamu sadar gak, sih! Ini tuh tempat umum dan banyak orang," ucal Velia dengan tegas, menatap sekeliling orang yang tengah menyantap hidangan, ada juga yang tengah mengobrol.
"Sayang aku gabung sama yang lain aja dulu," sela Alvaro malas jika bertemu Velia, ya walau Velia dan Sherlin adalah rekan bisnisnya.
"Iya, nanti malam kita ketemu lagi, yah?" balas Ello menggoda, sambil meremas bokong Alvaro dengan genit.
"Hii ... Amit-amit jabang bapak," umpat Velia dalam hati.
"Kenapa? Kamu juga mau? Sorry gue gak nafsu," cibir Ello, kembali pada mode judes, sinis, kulkas 1000 pintu dan macho.
Velia berdecak menatap laki-laki belok di depannya.
"Gue juga gak nafsu liat lo, malah gue jijik." Cibir Velia, dia tak peduli kalau kata-katanya menyakiti Ello atau tidak?
Sementara Ello menjadi kesal, dengan perkataan Velia. Tak pernah ada wanita mana pun mencibirnya, semuanya selalu terpesona pada ketampanan dirinya. Dia pun menarik Velia ke dalam lorong, dan kemudian menciumnya dengan kasar.
Velia yang terkejut pun hanya bisa meronta, dan terus mendorong tubuh kekar Ello.
"Sialan!" desis Velia mengusap bibirnya.
"Heh ... Berani kamu bilang seperti itu, kamu akan tau akibatnya!" ancam Ello.
"Gue gak takut," balas Velia.
Ello pun meninggalkan Velia yang shock berat, Velia pun sempat bertanya apakah Ello benar-benar g*y atau hanya terpaksa?
"Lalu apa, salahnya? Gue emang gak nafsu sama cowok yang suka makan jeruk," dengusnya tak suka.
Dengan mood berantakan, Velia pun kembali ke tengah acara. Saatnya sesi foto, antara keluarga, sahabat, teman dan rekan kerja.
Dan kini tibalah saatnya mereka foto berdua, membuat Velia harus berpura-pura tersenyum.
"Mbak Velia, ganti dulu gaunnya." Ujar salah satu asisten MUA.
Velia pun menurut dan mengekor asisten MUA tersebut bersama Ello, Velia tampak cantik dengan gaun berwarna putih. Dan rambutnya di gerai, lalu Ello menggunakan setelan jas berwarna Dongker.
Mereka berfoto sesuai arahan sang fotografer, saat berpose lebih intim. Jantung Velia berdebar begitu kencang, dia teringat akan ciuman beberapa menit yang lalu dia menatap Ello yang memang tampan dengan tatapan mata yang tajam.
Ello pun menyadari itu, dia mengambil kesempatan untuk mencium bibir yang menurutnya cerewet tersebut. Velia yang mendapatkan ciuman mendadak pun membulatkan matanya, setelah ciuman itu usai dia menatap Ello dengan tatapan tak suka.
Berbeda dengan Velia si pelaku pun tampak tak berdosa sama sekali, membuat Velia kesal bukan main.
"Awas ya lo," geram Velia dalam hati.
Tepat pukul sebelas malam, acara resepsi pun sudah selesai. Tamu undangan satu persatu telah meninggalkan ballroom hotel tersebut, Velia dan Ello pun sudah masuk ke dalam kamar pengantin mereka.
Bersambung…
Maaf typo
Velia dan Ello pun melangkah bersama menuju presidential suit, kamar mewah dan mahal yang berada di Arkha Hotel's.
Jangan berharap ada adegan romantis di lift, tentu saja tidak ada. Itu karena kini Velia menjaga jarak dari Ello, saat tiba di lantai atas Velia lebih dulu keluar lalu masuk ke dalam kamar.
Kamar temaram yang sudah dihias sedemikian rupa, harusnya ini akan menjadi malam pertama yang romantis untuk pasangan pengantin baru. Tapi tidak bagi Ello dan Velia, mereka hanya diam terpaku menatap hamparan kelopak bunga mawar merah dan semerbak lilin aromaterapi.
"Lo atau gue, yang mandi, duluan?" tanya Ello pada akhirnya.
"Lo duluan sana," ketus Velia.
"Oke."
Ello pun masuk ke dalam kamar mandi, tak sampai lima menit suara ketukan di pintu kamar membuat Velia menoleh.
"Siapa, ya? Ahh... Lebih baik aku lihat saja."
Velia berjalan membuka pintu, dan mendapati Helena yang tengah tersenyum menggoda.
"Ada apa, Lena?" tanya Velia.
Helena menyerahkan koper kecil pada Velia.
"Itu dari Mommy, dia ingin segera punya cucu." Ujar Helena mengedipkan matanya.
"Ini apa?"
"Sudah pakai saja, itu untuk mu dan kak Ello. Kalau gitu, aku pergi dulu. Bye," pamit Helena langsung berjalan cepat meninggalkan Velia.
"Kak Velia jangan lupa pakai, ya! Kalau gak di pake Mommy marah," teriak Helena sebelum pintu lift tertutup.
"Ada-ada saja."
Saat Velia masuk, dia terkejut mendapati Ello yang telanjang bulat. Walaupun telat, Velia tetap berteriak dan menutup matanya.
"Akhhhh...."
"Apaan sih, lo! Kok keluar gak pake handuk sih?" kesal Velia.
Ello tersenyum sinis, menatap gadis yang berstatus istrinya tersebut.
"Buat apa gue tutup, hah? Toh gue gak bernafsu liat lo," cibir Ello.
Akhirnya Velia membuka matanya dan menatap tajam Ello, dia kesal akan perkataan Ello tersebut. Tapi sekilas dia curi-curi pandang pada sosis di bawah sana.
"Kurang ajar," umpat Velia.
"Oke! Jika lo, gak nafsu liat gue! Gue juga sama gak nafsu liat lo," bentak Velia.
Velia pun melepaskan semua aksesoris yang ada di kepalanya, dia melemparkan ke sembarang arah. Lalu terakhir dia membuka gaunnya, dan hanya menyisakan bagian dalamnya saja.
Membuat Ello tertegun untuk sesaat, dia terpaku dan matanya sulit untuk beralih dari tubuh Velia. Yang berisi di bagian yang tepat.
Tanpa Velia sadari Ello menatap payudara Velia yang menunjukan sedikit belahannya, Ello menelan ludah dengan kasar. Dia pun berbalik, dan melihat kebanggaannya bereaksi.
"Oh, shit!" umpat Ello langsung balik badan.
"Heh! Kenapa, lo? Gue yakin lo gak akan tergoda kan?" ledek Velia menatap punggung kekar Ello.
Dia pun pergi menuju kamar mandi, tak lupa membawa koper pemberian Helena.
Ello pun bernafas dengan lega, dia berbalik melirik ke arah pintu kamar mandi yang tertutup dan terdengar gemericik air.
"Tenang Ello, dia bukan tipe lo." Gumamnya, Ello pun hanya memakai boxer saja. Karena dia lupa tidak membawa tas yang berisi pakaian, dan akan meminta Alvaro untuk mengantarkan bajunya besok.
Cekrek!
Pintu kamar mandi terbuka, dan nampak lah Velia dengan Lingerie berwarna hitam. Ello menelan ludahnya dengan kasar, dia tak bisa mengalihkan tatapannya pada Velia yang menurutnya sangat seksi. Kini dia dapat melihat dengan jelas, dua bulatan indah tanpa bra. Dan celana dalam yang menerawang.
Velia memang sengaja melakukan itu, dia ingin tahu apakah Ello tidak suka perempuan?
Velia pun acuh, dia pun duduk di meja rias. Seperti biasa dia melakukan perawatan rutin pada wajahnya di malam hari sebelum tidur.
Pov Ello
Saat Papa memintaku untuk menikah dengan salah satu anak dari keluarga Lawrence, awalnya aku menolak. Tapi itu adalah salah satu syarat agar aku naik jabatan menjadi CEO, di Johnson corp. Salah satu perusahaan yang bergerak di bidang Furniture dan berbagai usaha di bidang kuliner.
Awalnya Papa memberikan aku waktu selama satu bulan. Namun, aku tidak menemukan wanita yang cocok. Belum lagi Alvaro, kekasih pria ku terus saja merengek enggan aku menikah. Dan hanya dengan dia aku harus menikah, tapi aku yakin orang tuaku akan menolak. Mereka pun belum tahu aku jadi g*y.
Satu bulan berlalu aku pun menerima tawaran untuk menikahi Sherlin Lawrence, dan kami pun setuju untuk melakukan pernikahan itu diadakan dua minggu lagi. Dengan janji Papa akan melunasi semua hutang perusahaan Lawrence pada bank.
Dua minggu berlalu, aku pun sudah siap menuju gereja yang tak jauh dari hotel. Sesampainya aku sekeluarga kami mendapatkan kejutan bahwa mempelai wanita kabur, dan awalnya aku senang.
"Tuan Johnson, adik dari Nona Sherlin yang akan menggantikannya menjadi pengantin Tuan Daniello." Ujar panitia WO.
"Siapa namanya?" tanya ku pada panitia tersebut.
"Velia Lawrence Tuan," jawab panitia.
"Velia?" batin ku, merasa tak asing akan nama itu.
Aku menebak Velia teman Indi, acara pernikahan tiba. Aku pun menunggu gadis yang bernama Velia, aku menatap gadis yang tengah berjalan bersama seorang lelaki. Yang aku taksir dia seumuran dengan Mommy, saat gadis yang bernama Velia di hadapan ku. Dia menatapku dengan tajam dan raut wajah tidak suka.
Upacara pemberkatan selesai, kini saatnya aku membuka tudung wajah Velia. Aku penasaran apakah benar Velia sahabatnya, Indi? Jika benar, aku beruntung karena dia tahu semuanya tanpa perlu aku mencari alasan.
Dan ya tebakan ku benar, dia adalah Velia sahabat Indi. Aku menatapnya dengan intens dia cantik, walau wajahnya sedikit ketus dan judes. Aku pun menciumnya dengan sedikit melumat, aku tahu ini ciuman pertamanya.
Waktu berjalan begitu cepat, setelah istirahat. Aku dan Velia kembali ke pelaminan, semua yang memilih adalah Mommy Grasia dan Mommy Mila. Hanya dua wanita itu saja yang paling antusias mempersiapkan semuanya, dan lagi-lagi Velia begitu cantik.
Tapi aku selalu ingat Alvaro yang selalu mengancam jika aku jangan jatuh cinta pada Velia, entahlah siapa hati yang tahu kedepannya.
Saat aku tengah asik mengobrol dengan teman-teman ku, tiba-tiba Papa menyuruhku memanggil Velia.
"Papa tunggu di ruang. Vip,” kata Papa.
"Ya." Jawabku singkat.
Aku pun mencari Velia kesana kemari, dan ternyata dia sedang berada di stan makanan bersama dengan Indi.
Saat aku memanggilnya sayang, dia begitu terkejut terlihat dari raut wajahnya. Namun, itu nampak menggemaskan bagi ku.
Singkat cerita, acara resepsi selesai. Aku dan Velia menuju kamar yang sudah Mommy pesankan untuk kami malam pertama, hah! Malam pertama, aku saja gak bernafsu liat gadis cerewet di depan ku ini.
Saat sudah masuk ke dalam kamar, kesan romantis dan wangi lilin aromaterapi serasa menenangkan.
"Lo atau gue dulu, yang mandi duluan?" tanyaku pada Velia.
"Lo duluan sana," ketus Velia, walau menjawab dengan ketus entah mengapa gadis cerewet ini masih saja terlihat cantik.
Aku pun masuk ke dalam kamar mandi, melakukan ritual mandi. Saat berendam sejenak, getaran ponsel mengalihkan atensi ku.
"Alvaro," gumamku.
Aku pun mengangkat panggilan video, dari kekasih ku. Ya kekasih, sejak satu tahun yang lalu aku berpacaran dengannya secara rahasia.
"Halo sayang," sapa ku dengan lemah lembut, eh entahlah kenapa terdengar sangat menjijikan sekarang. Atau hanya perasaan ku saja?
Saat dengan Alvaro aku bisa menjadi genit, tapi saat bersama keluarga dan orang lain aku menjadi laki-laki pada umumnya. Begitu pun dengan Alvaro.
"Kamu pasti lagi ena-ena, sama wanita itukan?" tanya Alvaro.
"Nggak sayang, aku lagi berendam. Aku kangen kamu, tapi gak bisa keluar malam ini sorry."
"It's oke gak papa, asal kamu gak nyentuh wanita itu. Aku gak masalah,” kata Alvaro.
"Enggak lah, aku gak nafsu liat dia." Kekeh ku.
"Yaudah sampai ketemu besok sayang," pamit Alvaro, aku pun mematikan panggilan tersebut.
Aku pun memutuskan untuk segera menyelesaikan mandi ku, tapi aku lupa tak membawa handuk. Akhirnya aku berjalan keluar tak mengenakan apa pun, aku yakin Velia bakal mengomel karena lantai basah.
Saat keluar pandangan ku dan Velia bertemu, Velia pun berteriak karena melihat ku telanjang.
"Apaan sih, lo! Kok keluar gak pake handuk, sih?" kesal Velia.
"Liat lantai juga jadi, basah!" omel Velia, ternyata seru juga menjahili Velia.
Aku pun tersenyum sinis, menatap gadis yang berstatus istri ku tersebut.
"Buat apa gue tutup, hah? Toh gue gak bernafsu liat lo," cibir ku.
Aku melihat Velia tersenyum, lalu dia membuka semua aksesoris dan gaun yang melekat di tubuhnya. Saat semua sudah lolos dan menyisakan dalaman saja, aku tak bisa berkutik untuk yang kedua kalinya aku melihat tubuh wanita kembali. Tubuh Velia terkesan berisi di bagian yang pas, aku pun menelan ludah dengan susah payah saat melihat belahan dada Velia. Tanpa aku sangka kebanggaan ku bereaksi.
"Wait tunggu, apa, ini? Junior kau beraksi?" tanya ku menatap kebanggan ku yang sedikit tegang.
Terbukti bahwa aku memang normal, dan entah sejak kapan aku menyukai sesama ku. Aku mendengar Velia menutup pintu kamar mandi, kemudian aku berbalik dan segera mengeringkan tubuh ku, dan aku hanya memakai boxer saja.
Saat asyik bermain ponsel, aku pun menoleh pada pintu kamar mandi yang menampakan Velia dengan balutan Lingerie hitam favoritku. Begitu menggoda dan err... Seksi sekali, dan aku dapat melihat dengan jelas kedua melon kembar Velia yang padat dan berisi.
Aku pun menatap ke bawah yang menerawang, rasanya hawa di kamar ini menjadi panas. Saat melihat Veli berjalan menuju meja rias, dan pantatnya pun begitu padat.
"Astaga... Cobaan apa lagi ini," desah ku frustasi, reflex aku pun memegang Juniorku yang sudah menegang walau belum sempurna.
"Tidak! Tidak, aku berjanji tidak akan menyentuhnya." Batin ku. “Junior diam lah.”
Bersambung…
Maaf typo
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!