Kemeriahan pesta pernikahan putra pertama keluarga Johnson dengan putri kedua keluarga Lawrence begitu megah. Tak seorang pun tamu undangan menyadari bahwa Velia hanyalah pengantin pengganti. Kabar kaburnya Sherlin ditutup rapat oleh kedua belah pihak keluarga.
Velia tampak cantik dalam balutan gaun maroon tanpa lengan. Rambutnya ditata anggun, dihiasi mahkota kecil di atas kepala. Sementara itu, Ello tampil gagah mengenakan jas berwarna senada. Namun, suasana pesta yang riuh justru membuat Velia bosan.
Ia terpaksa duduk manis di pelaminan, sementara Ello sibuk bersama para rekan bisnisnya. Velia menghela napas pelan, menatap sekitar, lalu memandang Mila yang tampak berbinar menikmati pesta.
“Semua ini aku lakuin demi Mommy. Bukan karena cinta,” gumam Velia, mencoba membentengi hatinya sendiri.
“Velia!” pekik seseorang.
“Indi!” seru Velia, langsung memeluk sahabatnya itu.
“Ya Tuhan, OMG! Gak nyangka lo nikah sama Ello!” heboh Indi, sampai menarik perhatian beberapa tamu. Velia hanya tersenyum tipis.
“Lo tau kan gue terpaksa. Kalau bukan karena Mommy, ogah banget gue nikah sama cowok macam sepupu lo itu,” bisik Velia cepat. Semua orang tahu bahwa Alvaro dan Ello tampak seperti laki-laki normal pada umumnya. Tapi siapa sangka... semua itu cuma kedok. Topeng yang mereka pakai untuk menutupi orientasi sebenarnya—penyuka sesama jenis.
“Iya, gue tahu. Harusnya juga kan Kak Sherlin?”
“Iya! Entah ke mana tuh kakak laknat gue. Ketemu aja nanti, gue hajar dia,” kesal Velia sambil menggertakkan gigi.
“Udah lah jangan gitu. Bagaimanapun juga dia kakak lo,” cetus Indi, membuat Velia mencibir cemberut.
Mereka lalu berjalan ke stan makanan, mencicipi hidangan pesta.
“Sayang.”
Deg!
“Eh... sayang?” Velia menatap Indi seolah minta konfirmasi. Tapi yang memanggil ternyata Ello, yang kini berdiri di belakang mereka dengan senyum manis seolah dunia baik-baik saja.
Panggilan itu... terdengar begitu gelay di telinga Velia. Rasanya gatal ingin menghajar wajah sok tampan Ello—juga Alvaro sekalian.
“Ada apa?” tanya Velia ketus, tanpa berusaha menutupi rasa jengah.
“Papa ingin bicara sama kamu,” jawab Ello datar, tanpa ekspresi.
“Baiklah. Di, gue ke tempat mertua dulu ya,” pamit Velia.
“Iya,” balas Indi.
Kini tinggallah Indi bersama Ello dan Alvaro.
“Kamu masih ingat, kan... perjanjian kita?” tanya Alvaro tiba-tiba, suaranya tenang tapi mengandung tekanan.
“Ya, aku ingat,” ketus Indi, menahan kesal.
Tak ingin menimbulkan kecurigaan, Indi pun berdiri di sisi Alvaro. Mereka bertiga berjalan bersama, menuju meja tamu utama yang sudah disiapkan.
******
Velia duduk di hadapan Tuan Samanta. Sudah lima menit berlalu tanpa sepatah kata pun. Ia memperhatikan pria paruh baya yang sangat mirip dengan Ello itu, tampak menarik napas panjang sebelum akhirnya berbicara.
“Aku sudah tahu,” ucapnya tiba-tiba.
Velia mengerutkan kening. “Apa maksud anda, Tuan?”
“Velia… jangan panggil saya ‘Tuan’. Sekarang kamu menantu Papa. Panggil saya Papa, dan istri saya Mommy,” ujarnya tegas.
“Ba-baik, Pa,” jawab Velia gugup.
“Aku sudah tahu tentang anakku… tentang Daniello.”
Velia menatap Papa mertuanya dengan bingung, lalu mendengarkan dengan seksama.
“Dia menyukai laki-laki,” ucap Tuan Samanta lirih.
Velia membelalak.
“Selama bertahun-tahun, aku curiga. Aku melihat tingkah lakunya yang… kemayu. Dan ya, aku pernah memergokinya...” Tuan Samanta tak menyelesaikan kalimat itu, tapi cukup bagi Velia untuk mengerti maksudnya.
Seluruh kisah itu diceritakan oleh pria yang terlihat lelah tapi penuh harap. Ia belum pernah membagi cerita ini pada istrinya, karena tahu Grasia akan sangat terpukul jika tahu kebenaran tentang anak kesayangannya.
“Berjanjilah, Velia,” ucapnya sungguh-sungguh. “Berjanjilah kamu akan mengubah anakku menjadi pria sejati. Apa pun akan Papa berikan padamu. Perusahaan ayahmu akan selamat, dan... Papa akan memaafkan kakakmu yang kabur itu.”
“Pa... itu tidak mudah. Mengubah seseorang, apalagi dengan cara seperti ini…” Velia ragu. Hatinya tak yakin bisa menjinakkan pria sekeras batu seperti Ello.
“Papa mohon, Velia. Hanya kamu satu-satunya harapan Papa,” katanya hampir berlutut, namun segera ditahan oleh Velia.
“Baiklah,” ujar Velia akhirnya. “Aku akan mencoba. Tapi beri aku waktu satu tahun. Kalau selama itu dia tidak berubah... maka izinkan aku pergi.”
Tuan Samanta mengangguk penuh harap. “Papa setuju. Terima kasih, Nak.”
Ia sungguh-sungguh. Jika perlu, sebagian besar hartanya akan ia berikan asal anaknya kembali ‘normal’. Setelah percakapan itu, Velia diajak untuk bertemu beberapa kerabat keluarga. Tapi pikirannya hanya fokus pada satu hal: mencari keberadaan si suami beloknya itu.
Dan betul saja, Velia membulatkan mata saat menemukan Ello dan Alvaro sedang berciuman di pojok ruangan.
“ASTAGA ORANG INI!” umpatnya dalam hati.
Saat ia hendak mengambil minuman untuk menenangkan diri, tiba-tiba Helena memanggilnya.
“Perlu aku temani, Kak?” tanya Helena polos.
“Nggak, Lena. Aku bisa sendiri,” sahut Velia cepat—tak mau anak itu tahu skandal yang lebih pelik dari drama Korea.
Velia berjalan mantap mendekati dua pria mesra itu. Di luar negeri mungkin pemandangan itu biasa, tapi di Indonesia? Netizen +62 bisa ngamuk kalau tahu.
Ia berdiri tegak di depan mereka, tangan dilipat di dada, tatapan tajam seperti laser.
Ello langsung melepaskan ciuman mereka, menatap Velia dengan wajah datar, sedikit kaget.
“Ada apa?” tanyanya seolah tak berdosa.
“CIH. Kamu nanya ada apa? Ini tempat umum, banyak orang, Ello!” tegur Velia tajam, menoleh ke kanan-kiri melihat para tamu masih menikmati hidangan.
“Sayang, aku gabung sama yang lain dulu, ya,” sela Alvaro cepat-cepat menghindar dari potensi drama.
“Iya, nanti malam kita ketemu lagi, yah?” balas Ello sambil—astaga!—meremas bokong Alvaro.
“Hii... amit-amit jabang Bapak,” Velia nyaris muntah.
“Kamu juga mau, ya?” sindir Ello sambil menatap sinis. “Sorry, gue nggak nafsu.”
“CIH! Gue juga jijik. Nggak nafsu liat muka lo, malah pengen gue ganti channel,” balas Velia tak kalah pedas.
Wajah Ello mengeras. Tak ada satupun perempuan yang berani berkata seperti itu padanya. Tiba-tiba, ia menarik Velia ke lorong sepi dan menciumnya kasar.
Velia yang terkejut hanya bisa meronta, lalu mendorong tubuhnya sekuat tenaga.
“SIALAN!” geramnya sambil mengusap bibir.
“Berani kamu ngomong gitu lagi, kamu bakal tau akibatnya!” desis Ello penuh emosi.
“Gue gak takut!” balas Velia lantang.
Ello pun pergi meninggalkan Velia yang masih terpaku, shock. Ia jadi bingung, sebenarnya Ello ini benar-benar gay... atau hanya terpaksa?
“Kalau gay beneran, ngapain cium gue?” batinnya geram. “Gue emang nggak nafsu sama cowok yang doyan sesama, tapi kalau tiba-tiba cium, gue makin bingung!”
Dengan mood campur aduk, Velia kembali ke tengah acara. Saat itu sedang sesi foto keluarga, sahabat, dan rekan kerja.
Dan tibalah giliran foto berdua. Ya Tuhan, ujian apa lagi ini?
“Mbak Velia, ganti dulu gaunnya,” ujar asisten MUA.
Velia pun digiring untuk ganti gaun menjadi warna putih yang lebih lembut, rambut digerai alami. Ello pun mengenakan jas dongker elegan. Mereka berdiri di depan kamera, mengikuti arahan fotografer.
Saat diminta pose sedikit lebih dekat, jantung Velia berdebar. Ingat lagi ciuman kasar tadi. Ia melirik Ello, pria itu tampak fokus... dan ya, masih cakep. Menyebalkan.
Ello pun menyadari pandangan Velia. Tanpa aba-aba, ia kembali mencium Velia. Kali ini lebih tenang, lebih dalam.
Velia membelalak, lalu memukul pelan dada Ello.
“AWAS LO!” geramnya dalam hati.
Sementara Ello hanya menatap kamera dan tersenyum santai, seolah tak terjadi apa-apa.
Tepat pukul sebelas malam, acara pun selesai. Tamu undangan pulang satu per satu. Velia dan Ello kembali ke kamar pengantin mereka.
Bersambung ....
Maaf typo
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 114 Episodes
Comments
bunda syifa
🤣🤣🤣🤣
2023-09-20
1
Dewi Astuti
hihihi perut ku sakit thor 😂
2023-06-11
1
Neng Alifa
temanku juga gay dan menikah sm cewek ,herannya malah punya anak 2 🤣🤣🤣
2023-04-26
1