Masuk-Tidak?

Queen tertidur di atas pangkuan Leon. Putri kecil itu terlalu riang bermain bersama daddy baru hingga kelelahan dan tertidur.

"Kalau Anda lelah biar Queen pindah ke pangkuanku saja, Tuan."

Leon mengalihkan pandangannya dari ponsel. "Tidak capek, biarkan saja."

"Tuan, bisakah tidak terlalu dekat dengan Queen ...."

"Kenapa?" Leon menyahut cepat.

"Waktu terus berjalan. Aku takut perputaran waktu tidak sesuai yang diharapkan Queen."

"Bicara yang jelas," tuntut Leon yang sama sekali tidak paham dengan pembicaraan Allena.

"Kita memang menikah, tapi apakah pernikahan ini bisa bertahan sampai akhir? Aku hanya takut Queen terluka dengan harapannya."

Leon berubah bungkam. Netranya mengawang. Kenapa perkataan Allena seolah justru menggambarkan ketakutan wanita itu sendiri. Benar pernikahan mereka sebatas status sosial dan agama, untuk urusan hati mereka jelas belum memiliki perasaan. Tetapi perceraian, bahkan dia belum terpikir ke arah sana. Dia ingin menjalani untuk waktu yang sekarang.

Tring !

Leon reflek menekan icon hijau pada layar ponselnya.

"Halo sayang ...."

Deg ....

"Maaf, Anda salah orang." Leon langsung mematikan teleponnya.

"Ugh, sial! Kenapa salah tekan," batinnya. Dia melirik Allena yang membuang muka. Jelas Allena mendengar suara Diana karena bodohnya Leon mengangkat telepon tepat di sisi sebelah kanan. Dimana Allena duduk di sampingnya.

Karena kesal Diana terus menelpon, Leon mematikan daya ponsel dan menyimpannya disaku jas.

'Salah orang? Apa nomor seorang presdir bisa diobral untuk umum sampai orang asing bisa menelpon. Bilang saja yang menelpon itu wanita mu.' Tanpa sadar Allena mendengus kasar. Ada yang nyeri tapi dia tidak bisa mengungkapkan. Dia seorang istri tapi entahlah ... bahkan rasanya dia tidak punya hak untuk melarang Leon berhubungan dengan wanita lain.

Mobil yang dikendarai Dio sudah terparkir di depan halaman rumah Allena. Leon menggendong Queen untuk dibawa ke kamar.

"Sebelah mana kamarnya?" tanya Leon. Kedua kalinya pria itu datang ke rumah itu, namun belum tahu detail letak ruangannya.

"Nanti ku tunjukan." Berbeda, nada bicara Allena lebih dingin dari yang tadi. Leon melirik, tapi Allena mengalihkan wajah.

Allena membuka pintu bercat biru, lalu menyuruh Leon untuk masuk ke kamar Queen.

"Aku langsung pulang," kata Leon ketika kembali ke hadapan Allena.

"Ya, silahkan. Dan terima kasih," jawab Allena.

Tanpa singgah untuk duduk, Leon langsung keluar rumah. Di sambut Dio yang berdiri di depan pintu.

"Tidak menginap disini, Tuan?" Padahal Dio sudah akan kembali ke apartemen seorang diri. Tapi tuannya ternyata keluar lagi.

"Tidak! Ayo, pulang." Leon masuk ke dalam mobil dengan raut muram. Entah kenapa merasa kesal dengan sikap Allena yang ketus.

'Ada apa dengan dia? Atau karena telepon tadi?' kedua alis Leon yang tebal saling bertautan.

Leon bersandar dan memejamkan mata.

"Halo, Nyonya Besar."

[Kenapa ponsel Leon tidak aktif? Kemana dia?]

"Saya sedang bersama Tuan Leon."

[Baik, berikan ponselmu padanya.]

"Ck! Kenapa tidak kau bilang kalau aku tidur." Leon berbisik kesal pada Dio.

"Maaf, Tuan," balas Dio juga berbisik.

"Halo, Grandma."

[Kau dimana?]

"Leon sedang di jalan, mau pulang."

[Pulang kemana?]

"Pulang ke apar ... eum, ke rumah mommy nya Queen maksud Leon." Hampir saja Leon keceplosan dengan mengatakan pulang ke apartemen, jika grandma tahu, pasti wanita lanjut usia itu akan marah.

Mommy Queen, dia bahkan melupakan nama Allena, dan memanggil dengan sebutan mommy nya Queen.

[Jangan berbohong! Kau sedang mengarah ke apartemen mu. Cepat kembali ke rumah Allena.]

"Grandma mengikutiku?"

[Grandma sudah di Prancis.]

"Walau grandma di Perancis, tapi grandma menyuruh mata-mata untuk mengawasi Leon, kan?"

[Kau sudah menikah dengan Allena, kalian harus tinggal satu atap! Cepat suruh Dio putar arah!]

"Grandma ...." Leon ingin beralasan, tapi grandma tidak menerima alasan apapun. Tetap menyuruh Leon untuk kembali ke rumah Allena.

Luar biasa peran grandma, karena Leon langsung menyuruh Dio untuk putar arah.

Setelah sambungan telepon mati, Leon melihat ke belakang. "Apa ada mobil mencurigakan yang mengikuti kita? Kenapa grandma tau?" ujarnya.

"Sepertinya tidak ada mobil yang mencurigakan, Tuan."

"Huh! Grandma sudah seperti mata Tuhan, tau segala-galanya," kesal Leon melempar ponsel Dio ke kursi depan.

"Jangan di banting, Tuan, banyak agenda penting di ponselku. Kalau dayanya mati, bisa kacau semuanya."

'Kalau ponsel Anda yang rusak tidak masalah, tapi ponsel ku sangat berharga, seenaknya saja Anda mau merusak ponselku. Lagian, Anda tidak mungkin mau mengganti rugi, ujung-ujungnya bakal potong gaji. Rugi banyak.' Dio melirik Leon dari kaca spion sambil membatin.

"Biar tidak hiduoku saja yang kacau. Kau tau sekacau apa jadwal hidupku. Aku sekarang sudah menikah, padahal menjanjikan pernikahan untuk wanita lain. Aku harus bagaimana, Dio? Akh, kau saja sana yang menikahi Diana."

"Aku? Lalu bagaimana dengan Pricil?"

Leon mendengus dan tidak berkomentar lagi.

Pricil adalah pacar Dio. Belum lama dua sejoli itu menjalin asmara, tapi sekarang Dio justru ada di Indonesia, jarak mereka semakin jauh dan hanya berkomunikasi lewat ponsel.

Mobil itu kembali terparkir di depan halaman rumah Allena. Dio mengantar Leon di depan pintu bahkan dia yang mengetuk pintu.

Cukup lama tidak dibukakan pintu. Lampu ruang depan juga sudah mati, mungkin saja Allena sudah tidur.

Ceklek ... Bi Iyah yang membukakan pintu. "Tuan Leon." Tampak terkejut karena Leon kembali lagi.

"Apa dia sudah tidur?"

"Nyonya? Sepertinya baru tidur. Silahkan masuk, Tuan."

"Aku numpang tidur di sini," kata Leon, sambil menunjuk sofa ruang tamu.

"Tidak Tuan, sebaiknya tidur di kamar Nyonya saja, kalian juga sudah suami istri."

"Iya, Tuan, tidurlah di kamar Nyonya Allena. Tidur di sofa punggung Anda akan sakit, kalau di kamar Nyonya, di jamin nyenyak sampai pagi."

Duk!

Leon menendang kaki Dio dengan sebal. Dia tahu Dio mengejeknya.

Dio mengaduh. Tapi berusaha meredam tawanya. "Terserah Anda, saya hanya menberi saran."

"Diam! Kau hanya mengejekku. Sialan!" Leon melirik sinis. "Cepat pulang sana!" usirnya.

"Baik, Tuan." Dio berbalik dan pergi.

"Mari Tuan, saya antar ke kamar Nyonya." Bi Iyah memandu ke lantai dua. Sedangkan Leon mengikuti di belakangnya.

"Ini kamar Nyonya. Masuk saja, Nyonya tidak pernah mengunci pintu."

Leon mengangguk. Dia bergeming di depan pintu dengan bingung. Masuk-tidak! Masuk-tidak!

Terpopuler

Comments

Lovesekebon

Lovesekebon

Ayolah Leon 🤔🤭

2023-02-10

0

Kasih 🥰 Ibu😘😘

Kasih 🥰 Ibu😘😘

masuk ajalah Leon .dia istri mu . bukan istri tetangga.!😥😥

2023-01-24

0

Sumi Sumi

Sumi Sumi

masuk lah emang mau jadi satpam diam d dipan pintu,🤭🤭🤭

2023-01-23

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!