Telur Mata Sapi

Pagi hari Allena terbangun lebih dulu, menoleh ke brankar Queen yang ternyata masih tertidur dengan ditemani Leon.

Leon? Allena menggeleng pelan memikirkan pria itu. Dia mengira Leon terlalu dingin untuk anak perempuan seusia Queen, bahkan bisa saja menakuti Queen hanya dengan wajah sebal dan kening berkerutnya. Tapi salah! Hanya beberapa menit saja mereka sudah seperti ayah dan anak yang sesungguhnya.

"Pagi-pagi kau tersenyum sendiri? Itu mengerikan."

"Eh?"

Suara serak Leon mengejutkan Allena. Wanita itu berdehem dan segera memasang wajah datar. "Ku rasa itu tidak aneh. Aku masih ingat dengan mimpiku semalam." Dia berkata dengan acuh.

"Mimpi? Atau jangan-jangan kau bermimpi aneh?" tebak Leon dengan pandangan menyipit.

"Hei, apa maksudmu?" Allena memekik ketika Leon seolah berpikir negatif padanya.

"Kau lebih berpengalaman dariku. Aku hanya menebak mimpimu."

"Iya, apa? Kau menebak mimpiku seperti apa? Kenapa wajahmu seperti itu?" Allena mulai kesal dengan tatapan menuduh dari pria itu.

"Kita baru menikah kemarin. Kemungkinan kau menginginkan malam keduamu."

"Ha?" Allena melotot tak percaya. "Hiya! Tuan Leonardo Praticzio! Bagaimana sepagi ini kau punya pemikiran menjijikan seperti itu?! Bahkan aku sama sekali tidak terpikirkan sedikitpun!" Dia menutup wajah dengan bantal sofa. Entah, rasanya kesal juga malu membahas demikian.

"Ha ha ... aku hanya menebak. Dengan reaksimu seperti itu, justru meyakinkan."

"Hei, diam! Jangan bicara lagi!"

Brak! Allena masuk ke kamar mandi dan menutup dengan keras.

Queen yang masih terlelap sampai terkejut. "Mom!" Anak itu berteriak kaget.

"Ssttthhh, kau terbangun. Tidurlah lagi, hari masih gelap." Leon kembali duduk dan mengelus dahi Queen pelan.

"Tadi suara apa, Dad?" tanya Queen.

"Mommy mu terlalu kencang menutup pintu kamar mandi. Mungkin dia terjatuh. Dia sudah besar, bisa mengurus dirinya sendiri. Kau tidurlah lagi. Daddy menemanimu di sini."

Beberapa saat Queen kembali memejamkan mata. Allena baru selesai dari urusan kamar mandi.

"Aku sudah selesai, Tuan bisa pulang untuk bersiap ke kantor," ucap Allena.

"Apa seperti ini balasanmu padaku, bahkan semalaman aku merelakan punggung berhargaku tidak rebahan dengan benar. Dan pagi ini terasa sangat sakit, tapi kau malah mengusirku. Cih! Istri macam apa kau ini?" seru Leon dengan wajah benar-benar kesal.

"Ma-maaf, bukan begitu maksudku. Hanya saja ... ku pikir Tuan tidak nyaman membersihkan diri di kamar mandi rumah sakit, makanya aku menyuruh Anda pulang," jelas Allena sedikit tidak enak.

'Tunggu! Istri? Apa secepat itu dia menganggap ku sebagai istrinya?'

"Lihat, bahkan putrimu tidak melepaskan genggaman tangannya." Leon memperlihatkan jemarinya yang digenggam oleh Queen.

Allena menatap tanpa berkomentar.

Leon mengambil ponselnya dan melakukan panggilan. "Ambilkan pakaian kerjaku dan kebutuhan lainnya!"

Tanpa menunggu jawaban, seperti biasa, Leon langsung memutus sambungan telepon. Pria itu perlahan-lahan melepaskan diri dari genggaman tangan Queen. Lalu melewati Allena untuk menuju ke kamar mandi.

Selagi Leon ke kamar mandi, dia keluar ruangan berniat membeli makanan untuk sarapan mereka. Di lorong rumah sakit, tak sengaja melihat sekretaris Dio. Lalu dia berteriak memanggil.

"Sekretaris Dio!"

Pria dengan punggung lebar itu menoleh dan berhenti. "Ya, Nyonya."

"Jangan memanggilku seperti itu, aku merasa seperti Cinderella." Allena tersenyum melihat wajah bingung sekretaris Dio. "Ohya, biasanya Tuan Leon sarapan dengan menu apa?" Meski malu menanyakan hal itu pada Dio, tapi Allena harus melakukannya. Hanya ingin mengucap terima kasih kepada Leon yang sudah menemani Queen sepanjang malam.

"Telur mata sapi."

"Hah?"

"Tidak ada menu spesial bagi Tuan Leon selain telur mata sapi yang dibentuk seperti wajah. Kuning telur ada dua, potongan wortel membentuk potongan segitiga. Cabai merah sebagai mulut, dan brokoli hijau sebagai rambut."

"Hah? Ha ha ...." Sungguh, Allena terbahak-bahak mendengar rincian detail dari Dio.

"Anda lucu sekali. Sepagi ini sudah melawak. Apa tidurmu terlalu tegap, sampai Anda berbicara aneh?" ucap Allena masih tertawa.

"Terserah penilaian Anda. Tapi saya sudah memberitahu menu andalan Tuan Muda. Saya permisi." Dio membungkuk sebentar dan melangkah menjauh.

"Hei, tunggu! Jadi Anda tidak becanda?"

"Apa saya terlihat becanda?" Dio balik bertanya.

"Ti-tidak, sih."

Wajah Dio memang tersetting serius.

"Aku lupa, kalau begitu tolong ucapkan sekali lagi," pinta Allena.

"Maaf, Nyonya, saya harus segera ke apartemen mengambil pakaian Tuan. Telat lima menit jabatan saya taruhannya. Permisi." Kali ini Dio berjalan lurus tanpa berbalik lagi.

Allena terbengong sejenak dan akhirnya melanjutkan langkahnya ke kantin. Menunggu pesanan dibuatkan, dia duduk di kursi dengan pikiran berkecamuk.

Telur mata sapi dengan kuning telur harus dua. Itu seperti kesukaan Queen. Jika Leon suka brokoli sebagai rambut, Queen lebih menyukai mie goreng sebagai definisi rambut. 'Kebetulan sekali.'

Allena kembali membawa paper bag berisi makanan juga cup kopi yang dipersiapkan untuk Leon. Menata rapi di atas meja, ketika Leon keluar dari kamar mandi, Allena langsung menyuruhnya untuk sarapan.

"Anda mau minum kopi atau langsung sarapan?" tawar Allena.

"Aku jarang minum kafein. Teh atau jus lebih enak untuk lambungku." Leon mengambil duduk di depan Allena.

"Maaf aku tidak tau tentang itu."

Tatapan Leon terpaku dengan telur mata sapi di atas piring. Lalu beralih pada Allena. Wanita itu tersenyum. "Semoga Anda suka." Dia tersenyum seperti meledek.

Setelah Dio datang membawakan pakaian ganti. Leon memutuskan untuk berangkat ke kantor tanpa bersamaan dengan Allena.

Ketika Dio membukakan pintu mobil untuk Leon, sang presdir itu justru menendang kaki Dio lumayan keras.

"Pasti kau yang memberitahu makanan kesukaanku?" sentaknya dengan kemarahan.

"Maaf, Tuan, maafkan saya. Nyonya bertanya, jadi saya hanya menjawab seperti yang saya tau."

"Bodoh! Gara-gara itu dia menertawaiku! Sialan," umpat Leon.

"Sekali lagi, maaf, Tuan. Tapi, bukankah lama kelamaan Nyonya juga pasti akan tau."

"Iya juga. Akh ... tapi paling tidak jangan sekarang. Sudah! Cepetan jalan!"

"Baik, Tuan."

Terpopuler

Comments

Lovesekebon

Lovesekebon

Semakin seru 👍👍👍💯

2023-02-10

0

Bidan Sumari

Bidan Sumari

ok kt tunggu upnya kakak....

2023-01-23

0

Kasih 🥰 Ibu😘😘

Kasih 🥰 Ibu😘😘

anak sama bapak makann kesukaan nya sama

2023-01-22

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!