Zio Khanate

Lima hari berada di Prancis, dan pagi ini pria berwajah dingin itu terbang kembali ke Indonesia. Selain urusan bisnis, sang presdir utama dari perusahaan J-Leon Grup akan mengurus tentang perjodohan dari sang nenek.

Selama di Prancis, tak lelah dia berupaya membujuk Grandma untuk membatalkan perjodohannya dengan gadis bernama Allena. Namun, keputusan Grandma benar-benar tak bisa dirubah.

Oke! Leon sudah menemukan jalan keluar agar perjodohannya batal. Dan dia ingin secepatnya berbicara serius dengan Allena.

Setibanya di bandara pukul sebelas siang, Leon menyuruh Dio menuju kantor. Selain ada berkas yang memerlukan tanda tangan, dia pun sudah tidak sabar untuk menemui Allena.

Di ruang kerja, Allena tampak fokus dengan coretan penanya sampai tidak sadar jika sudah waktunya jam istirahat.

"Allen, ke kantin, yuk." Rara sudah selesai membereskan sisa pekerjaannya dan mengajak Allena untuk makan siang.

"Kamu duluan aja, nanti aku nyusul. Kayaknya gak nyaman, deh, aku mau cek ke toilet dulu." Masalah tamu bulanan, Allena merasa ada sesuatu yang kurang nyaman. Sebenarnya memang sudah jadwalnya dia kedatangan tamu bulanan, tapi yang menjadi masalah timingnya kurang pas.

"Oke, deh, aku pesen di meja yang biasa. Cepetan nyusul!" pesan Rara dan berlalu keluar.

Tujuh menit kemudian, Allena sudah selesai dari toilet. Wanita itu menuju kantin untuk menyusul Rara. Baru saja mendudukkan diri di depan Rara, tiba-tiba ada seseorang lagi yang ikut duduk di sampingnya. Dia menoleh.

"Tuan Leon?"

Pria itu duduk tenang, namun ekspresinya begitu datar.

Rara begitu terkejut dengan kehadiran presdir utama, setelah berhasil menguasai keterkejutannya, wanita itu tersenyum manis. Dia yang sangat menganggumi Leon tentu tak ingin melewatkan kesempatan emas untuk mencuri perhatian pria tersebut.

"Tuan, apa aku sedang bermimpi bisa makan siang satu meja dengan Anda. Ohya, Anda ingin pesan apa, biar saya yang pesankan," ucap Rara.

"Aku ada perlu dengan wanita ini." Leon menunjuk Allena lewat sorot matanya. "Kau pergi saja!"

Rara yang tersenyum berubah muram. Ibarat kata, belum dimulai tapi sudah gugur di awal. Apalagi melihat tatapan Leon terhadap sahabatnya begitu dalam, membuat Rara semakin terpatahkan.

"Nona, silahkan pindah ke kursi lain." Karena Rara tidak berpindah, Dio bersuara untuk mengusir Rara pergi.

Tatapan para karyawan tidak dipedulikan oleh Leon. Yang dipikirkan, dia harus segera berbicara dengan Allena dan menuntaskan perjodohan itu dengan cepat.

Allena melirik datar ke arah Leon. Selama satu minggu pria itu menghilang, ketika kembali, tetap bersikap aneh. Sebenarnya dia penasaran dengan ucapan ngawur Leon waktu itu, tapi dia enggan untuk mengulik lebih jauh. Mungkin saja pria itu memang asal bicara. Toh, selama ini mereka sama sekali tidak mengenal satu sama lain.

"Apa kamu tahu siapa aku?" ujar Leon.

"Anda adalah pemilik perusahaan tempat saya bekerja. Nama Anda Leonardo Praticzio," jawab Allena. Beruntung dia sempat membaca identitas pemilik perusahan. Sedikit tahu siapa pria yang ada di dekatnya saat ini.

"Aku adalah Leonardo Praticzio Khanate."

Allena mengernyit dan sedang mengingat-ingat sesuatu. Sepertinya dia pernah familiar dengan sebutan keluarga Khanate. Tapi ... dia belum mengingat seutuhnya.

"Kamu pasti belum paham. Aku Zio Khanate, anak kecil yang pernah diselamatkan oleh ibumu."

Deg ....

Sendok yang dipegang Allena terlepas dan jatuh begitu saja. Tubuhnya menegang ketika mendengar Zio Khanate. Sosok anak kecil yang diselamatkan dari status piatu, namun justru dirinya yang harus menerima status menyakitkan itu.

Sebab Zio Khanate lah ibunya harus pergi untuk selama-lamanya. Pria kecil itu merampas kasih sayang ibunya dan mengganti dengan kesedihan sepanjang harinya.

Dua kristal bening jatuh membasahi pipi Allena, dia menunduk untuk menutupi ingatan kesedihannya.

"Lalu ada apa?" jawab Allena lirih.

"Karena peristiwa itu, keluarga Khanate berhutang budi pada keluargamu." Leon masih ingin bicara, tapi Allena terburu menyahut.

"Aku ataupun ayah tidak pernah menganggap begitu. Kejadian itu sudah berlalu." Allena menegarkan diri. Kehilangan sosok ibu diusia belia adalah masa terberat dalam hidupnya. Seolah kebahagiaannya dirampas begitu saja dan menempatkannya dalam keadaan hampa. Namun, seiring berjalannya waktu, dia berusaha berdamai dengan waktu dan melupakan tragedi itu.

"Ku pikir kejadian itu memang sudah berlalu, tapi rasa bersalah dan hutang budi keluargaku tak bisa berlalu begitu saja. Grandma menyuruhku mencarimu dan ...." Leon terdiam.

"Dan ...?" Allena mengernyit. Penasaran dengan kalimat yang masih menggantung.

"Dan menikahimu."

"Apa ...?" Allena terlonjak kaget. Reflek berdiri dan menggebrak meja. "Tidak."

"Yeees!" Leon ikut berdiri dan berwajah sumringah. Penolakan itulah yang dia tunggu. Jika hanya dia yang menolak, grandma tidak berhenti memaksanya. Tapi bila Allena sendiri yang menolak, grandma pasti menyerah. Lebih baik dia bertanggungjawab dalam hal materi daripada status perkawinan.

Tak jauh dari posisi Leon dan Allena, Dio mengerutkan dahi. Yang satu tidak, yang satu yes. Entah apa maksud mereka. Dia tidak fokus mendengar pembicaraan tuannya, karena sibuk mengawasi sekitar.

"Kamu tidak mau ada pernikahan, bukan? Hanya kamu yang bisa menggagalkan perjodohan konyol ini. Kamu hanya perlu bilang pada grandma kalau kamu menolak menikah denganku. Dan masalah akan beres."

"Kalau begitu silahkan saja sampaikan penolakan saya pada nenek Anda. Saya tidak kenal dan tidak ada urusan. Dan, permisi, saya harus kembali bekerja karena jam istirahat sudah selesai." Allena menyahut segelas air mineral, meminum sampai habis dan pergi.

Melihat Allena beranjak pergi, Leon berdecak kesal. Menendang kaki meja yang menimbulkan derit cukup kencang. Bahkan beberapa karyawan sampai terkejut dan melihat ke arahnya.

"Berapa kali dia bersikap angkuh! Harusnya aku yang pergi lebih dulu, tapi lihatlah. Dia begitu mengesalkan." Wajah Leon mengeras dan sangat dingin. Para karyawan yang sesaat lalu mengarah padanya kini menunduk.

"Mungkin Allena syok mengetahui siapa Anda. Dan, membicarakan tragedi penembakan ibunya, sama seperti membuka luka lama. Bisa saja Allena ingin menenangkan diri."

"Kau malah membela wanita itu. Dasar tidak berguna!" Leon mengambil langkah lebar, kesal dengan sekretarisnya yang menurutnya justru membela Allena.

"Dimana ucapanku yang membela Allena? Huh, Tuan terlalu sensi," gumam Dio. Dan tetap mengikuti langkah tuannya.

Terpopuler

Comments

EBI

EBI

🤭🤭🤭

2023-04-09

0

Lovesekebon

Lovesekebon

Hm.. Leon 🤔🙄

2023-02-10

0

Kasih 🥰 Ibu😘😘

Kasih 🥰 Ibu😘😘

menolak aj Leon tpi jangn menyesal klo nanti dirimu menikahi wanita yg salah..🤪🤪

2023-01-20

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!