Terusir

Allena berjalan mengendap-endap menuju kamarnya. Dia tadi baru saja pulang dari apotek membeli sesuatu yang akan menentukan masa depannya. Ya, Allena membeli test pack.

Allena segera masuk ke kamar mandi dan membaca petunjuk pemakaian. Setelah memahami caranya, dia mempraktekkan langsung. Irama jantung seperti genderang yang ditabuh dengan kuat. Bahkan dadanya terasa nyeri.

"Jangan Tuhan. Ku mohon jangan sampai pikiran buruk itu terjadi. Aku tidak mau dan aku tidak siap hamil." Dengan tangan gemetaran Allena memasukan test pack ke dalam wadah kecil berisi air urinnya sendiri.

Dia memejamkan mata, seolah takut untuk melihat hasilnya. Masa depannya tergantung dengan hasil test pack itu.

Setelah menunggu beberapa menit, garis itu mulai terlihat. Dan ....

Deg ....

Alat itu terlepas dari genggaman. Jatuh tak jauh dari kakinya. "Tidak!" Allena membungkam mulut agar pekikannya tak di dengar siapapun.

Allena menelan ludah bulat-bulat. Hasil test pack itu membuat dunianya gelap. Hancur. Positif dengan dua garis merah.

"Ya Tuhan ...." Seketika kepala Allena berdenyut sakit. Dia menangis tanpa suara. Dan itu menyakitkan sekali.

"A-aku hamil?" ucapnya tak percaya. Naas sekali, dia hamil tapi tidak tahu identitas pria yang menghamilinya. Lalu dia harus meminta pertanggung jawaban siapa?

Sebuah bangku taman menjadi tujuan Allena untuk menumpahkan sesak di dada. Dia tak tahu harus bagaimana. Tiba-tiba dia teringat dengan kemeja putih dan celana dasar milik pria yang menidurinya malam itu. Apakah dua benda itu bisa menjadi petunjuk untuk dia menemukan pria itu?

Menannggung kehamilan seorang diri?! Itu tidak mungkin. Dia akan dicap sebagai wanita murahan, mendapat hakiman dari kerabat, tetangga juga teman-temannya. Dia sama sekali tidak siap.

"Apa aku gugurkan saja bayi ini? Ah, tidak-tidak! Kalau aku menggugurkan bayi ini, sama artinya aku pembunuh. Tidak. Aku tidak mungkin melakukan itu." Allena memijat pelipis yang terasa berdenyut. Kepalanya sangat pusing bahkan rasanya mau pecah.

Ketika kembali ke rumah.

Brak ....

Prasetyo menggebrak meja dengan keras sampai yang ada di sana terlonjak kaget. "Katakan, Allena, apa kamu benar sedang hamil?"

Allena terpaku. Bagaimana ayahnya tahu kalau dia hamil, padahal dia sudah menyembunyikan kehamilan itu dengan baik tanpa diketahui siapapun. Dia melirik Yesa, adik tirinya itu tersenyum dengan ekspresi wajah mengejek. Tangan Allena terkepal erat, ingin sekali meninju wajah Yesa. Karena apa yang terjadi padanya adalah ulah adik tirinya itu.

"Yah, Allen, bisa jelaskan ...."

"Jawab, iya atau tidak!" Prasetyo membentak dengan nada tinggi. Tatapan matanya begitu tajam menghunus jantung Allena.

"I-iya Allen hamil." Suara Allena tercekat. Dia menunduk dalam, tidak berani menatap wajah sang ayah.

"Allena ...!" Prasetyo sudah mengangkat tangan dan hampir melayangkan tamparan, tetapi tangan itu terhenti di udara. Dia masih bisa menahan diri. Semarah apapun, tidak bisa memukul Allena.

"Kenapa berhenti, Yah, harusnya beri Allena tamparan yang keras. Kalau perlu tampar sampai berkali-kali," batin Yesa.

"Kamu membuat malu keluarga, membuat malu Ayah. Ayah sangat kecewa." Nada bicara Presetyo melirih, namun hal itu membuat Allena seperti dijatuhi batu besar. Sakit sekali melihat sang ayah sampai meneteskan air mata.

"Maafkan Allena, Yah. Allen dijebak. Malam itu Yesa ...." Belum usai kalimat yang dikatakan Allena, sudah dipotong oleh Susan.

"Itu masalahmu, Allena, jangan coba-coba menyeret Yesa. Selama ini kalian jarang mengobrol atau terlihat bersama, jelas kamu sedang merencanakan kebohongan!"

"Aku tidak berbohong. Yesa yang menjebakku."

"Sudah cukup! Lebih baik aku kehilangan satu putriku daripada nama baik keluarga tercoreng. Allen, kemasi barangmu dan pergi!"

"A-ayah ...?!" Allena tak percaya jika ayah kandungnya tega mengusirnya tanpa mau mendengar penjelasan lebih detail.

Allena menyeret langkah menuju kamarnya. Dia mengemasi pakaian dan bingkai foto ibunya. Dia terisak sesaat dengan mendekap foto ibunya.

Saat membuka lemari, dia melihat kemeja putih dan celana dasar milik pria malam itu. Dia menggenggam kain itu dengan kuat. Gara-gara pria asing dia harus menanggung kemalangan.

Tiba-tiba pintu kamarnya dibuka. Yesa melenggang masuk. "Terusir dari rumah sendiri. Duh, kasian banget, ya."

Allena menghela napas kasar. Dia berbalik dan menatap Yesa tajam. "Kamu yang merencakan semua ini! Sekarang, katakan, siapa pria itu?"

"Ha ha ... kamu yang berhubungan badan dengan pria itu, kenapa menanyakannya padaku."

"Kamu yang menyewa pria itu, kamu pasti tahu siapa dia."

"Ups ... sorry, tapi aku memilih gigolo secara acak. Jadi, aku tidak begitu paham orangnya." Yesa mengangkat sebelah bibirnya untuk mencibir Allena.

"JAHAT DAN KEJAM SEKALI KAMU, YESA!"

Plak!

Allena tak bisa menahan emosi dan menampar Yesa sampai wanita itu mundur beberapa langkah. Pipi putih Yesa berubah merah dan ada bekas tamparan.

"Dasar Allena sialan!"

Plak!

Yesa membalas tamparan Allena, dan akhirnya mereka bertengkar. Saling serang dan menjambak. Susan yang mendengar keributan di kamar Allena segera menghampiri.

"Berhenti!" Susan mencoba melerai, tetapi Allena dan Yesa sama-sama kuat.

"Ayah ... Yah ...!" Susan berteriak memanggil Prasetyo.

"Allen, Yesa, BERHENTI!"

Ketika suara Prasetyo terdengar, barulah Allena dan Yesa berhenti saling serang.

"Allen, cepat tinggalkan rumah ini!"

Allena mengambil tas dan melangkah pergi.

Allena memilih pergi ke bandara. Dia akan meninggalkan kota kelahirannya dan semua kenangan yang ada. Memulai kehidupan yang baru dengan bertopang pada diri sendiri.

Pria muda dengan wajah datar itu menatap jengah sudut ruangan. Telinganya terasa panas mendengar kalimat yang sama secara berulang-ulang.

"Kamu harus menikahi gadis itu, Leon."

"Bagaimana aku harus menikahnya kalau aku sama sekali tidak mengenal gadis itu."

"Leonard Praticzio, kamu masih bisa menghirup udara berkat ibunya gadis itu. Kamu, keluarga kita, sangat berhutang budi pada gadis itu."

"Kalau cuma hutang budi, masih bisa kita balas dengan cara lain. Tinggal kita bantu bentuk materi, sudah 'kan, beres."

"Tidak bisa! Sebanyak apapun uang ganti rugi, tidak akan bisa mengganti kasih sayang yang hilang dari polwan itu untuk putrinya. Bayangkan, di umur 7 tahun gadis itu harus kehilangan kasih sayang dari ibunya demi menyelamatkan nyawamu. Grandma ingin kamu membalas budi dengan cara menikahi gadis itu."

Leonard terdiam. Dia tidak pernah bisa membantah ucapan sang nenek. Apapun itu.

"Leon akan mencari gadis itu dan menikahinya."

Padahal Leon sedang mencari sosok gadis yang pernah dia tiduri di sebuah klub malam. Keesokan harinya Leon baru tahu bahwa gadis itu bukanlah gadis sewaan yang disiapkan oleh Dio. Bahkan ketika dia menceritakan kepada Dio tentang gadis perawan yang tidur dengannya, sekretarisnya itu justru terkejut. Dan ternyata Leon salah memasuki kamar. Harusnya dia masuk ke kamar no 10, tapi Leon yang saat itu mabuk malah masuk ke kamar nomor 01.

Terpopuler

Comments

Lovesekebon

Lovesekebon

HM lanjut menyimak..🥰🥰

2023-02-10

0

Ekha SheCha

Ekha SheCha

wah.. salah sasaran, jodoh tak kemana 😊
semangat thor

2023-01-21

0

Sumi Sumi

Sumi Sumi

semoga secepat nya bertemu ,, up up up

2023-01-06

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!