...🍀🍀🍀...
Malam itu Damar tengah berada di teras depan rumahnya. Walaupun urakan, dia juga berasal dari keluarga kaya raya sama seperti Juna. Ayahnya adalah seorang pengacara terkenal.
Terlihat Damar sedang duduk melamun seorang diri disana. Ia memikirkan gadis yang seharusnya tidak ada di pikirannya. Bukan Ghea tapi Naya. Ya, tadi siang ia melihat Naya di ceburkan ke got yang tak jauh dari sekolah oleh beberapa anak laki-laki di kelas Damar. Saat Damar mengintrogasi mereka, mereka mengatakan bahwa Juna yang menyuruh itu.
Tak hanya itu, Damar juga menolong Naya dari Bullyan mereka. Bahkan ia mengantar Naya ke rumah Juna. Damar mengira Naya memang pembantu disana, jadi ia sama sekali tak curiga kenapa Naya ada disitu.
"Dipikir-pikir kasihan juga si mata empat. Tapi benar gak sih kalau dia nyuri dompet si Ghea? Rasanya gue gak percaya, dia kan anaknya polos dan baik. Dan gue gak nyangka kalau si Juna sebenci itu sama si mata empat sampai nyuruh orang buat bully dia. Jahat banget si Juna! Pokoknya besok gue harus ngomong sama dia." gumam Damar yang masih mempunyai hati dan rasa kasihan pada Naya. Apalagi melihat gadis itu tadi. "Ya anggap saja kalau gue lagi nebus kesalahan gue sama dia karena gue udah buat dia jadi ciuman sama si Juna waktu itu." gumam pria itu lagi.
Tak lama kemudian, seorang pria muda menepuk bahu Damar. Mungkin usianya tak beda jauh dengan Damar, dia tampan, hidungnya mancung, alias tebal, bibir yang sedikit merah dan juga kulitnya putih bersih. Dia adalah Gara, saudara sepupu Damar.
"Ngapain lo ngomongin ciuman ciuman hah?" tanya Gara, lalu ia mengambil tempat duduk disamping Damar.
"Gak apa-apa Gar!" sahut Damar.
"Jangan bilang lo lagi mikirin cewek?" tanya Gara dengan wajah datarnya. Gara terkenal dingin dengan sosok yang bernama wanita, tapi dia sebenarnya lembut dan baik.
"Ish apaan sih! Ngapain juga mikirin cewek, cuma buat galau aja." cetus Damar sebal. Sudah cukup sakit Damar mengharapkan Ghea yang akhirnya jadian bersama Juna. Kenapa harus memikirkan gadis lain? Kanaya? Oh come on, dia hanya kasihan saja dan tak lebih dari itu.
"Ya habis, ada kata cium cium disitu." kata Gara sambil tersenyum tipis.
"Gak ada, lo salah denger Gar." sangkal Damar. "By the way, lo sendiri gimana Gar? Lo udah punya pacar kan?"
"Nggak." kata Gara tegas. Dan Damar tidak melihat ada kebohongan di dalam matanya.
"Sorry Gar gue gak percaya." Damar bicara dengan sudut bibir terangkat ke atas.
"Terserah." kata Gara cuek.
"Tunggu...apa jangan-jangan lo masih mikirin cinta monyet lo itu?" tebak Damar dan Gara hanya diam bak patung.
"Gar! Itu cuma cinta monyet bro. Lagian kemana itu cewek? Gak mungkin lo ketemu lagi sama dia kan?"
"Gak ada yang gak mungkin, gak ada yang tau takdir." jawab Gara datar seperti wajahnya.
"Gue gak bisa debat omongan Lo, kalau Lo udah bawa-bawa takdir. By the way, siapa tau besok lo nemuin gebetan di sekolah gue. Ceweknya cakep cakep sih, kecuali si mata empat." beo Damar bawel.
"Mata empat?" Alis Gara terangkat ke atas.
"Ya, dia gak cakep. Dia pakai kacamata, terus jalan suka nunduk, dia lemah di bully diam aja."
"Mar, lo gak boleh body shaming. Apa lo lupa gue kayak apa dulu?" Gara bicara dengan nada yang dinaikkan satu oktaf. Ia tidak suka ada orang yang suka body shaming. Dulu ia gemuk dan tidak ada yang mau berteman dengannya, waktu SD dia di bully. Tapi ada seorang gadis kecil pemberani yang menyelamatkannya dan mau berteman dengannya.
"Oke deh...bukan maksud gue hina dia sih. Gue cuma mendeskripsikan aja dia seperti apa." kata Damar berkilah.
"Gak boleh bilang orang lain jelek, Mar. Itu sama aja lo menghina sang pencipta." tegur Gara seraya menunjukkan jarinya pada kening Damar.
"Yaelah...si Gara malah ceramah lo. Oke oke, nanti gue kenalin sama si mata empat. Dia baik kok orangnya, malah gue kasihan sama dia. Besok gue mau bantuin dia." jelas Damar.
"Why?" Gara tertarik.
"Dia di bully di sekolah, gegara dia ketahuan nyuri dompet di kelas dan masalahnya dia tuh gak mau minta maaf sama orang itu."
"Coba duduk yang bener, gue mau denger." kata Gara tegas. Ia siap mendengarkan curhatan Damar apalagi tentang pembullyan.
*****
Keesokan harinya.
Pagi itu Juna sudah ada di meja makan bersama kedua orang tuanya. Hari ini kedua orang tuanya akan pergi ke China untuk urusan bisnis. Di rumah itu hanya ada Juna, Naya, pak satpam dan pembantu rumah tangga saja untuk 5 hari ke depan.
"Idih, males banget bareng sama si mata empat di rumah." decak Juna sebal.
"Juna, ingat! Kamu dan Naya sudah menikah secara hukum agama dan negara. Walaupun kamu pelajar, tapi status kamu adalah suami Naya. Kamu harus ingat itu, tugas seorang suami. Kamu harus menjaga Naya selama papa dan mama tidak ada." seloroh Yudha menasihati anaknya.
"Hem...iya iya pa." jawab Juna sambil melahap roti yang sudah di olesi selai nanas ke dalam mulutnya.
"Juna, kamu dengar papa kan?" sentak Yudha kesal karena Juna cuek saja. Yudha bingung harus bagaimana menghadapi anaknya yang manja ini supaya mandiri seperti Naya.
"Iya pa, denger." sahut Juna malas.
"Pa, udah dong jangan marah-marah sama Juna terus." bela Rima.
"Mama selalu saja membela Juna, ini sebabnya Juna jadi anak yang manja." kata Yudha pada istrinya.
"Salah emang kalau mama memanjakan anak sendiri? Anak kita satu-satunya." kata Rima tak mau kalah.
Malas berdebat, Yudha pun mengambil tindakan tegas. Saat Naya keluar dari kamarnya, Yudha menyerahkan kunci motor dan juga ATM juga pada Naya. Ia serahkan semuanya pada Naya dan jika Juna ingin sesuatu, maka ia harus minta kepada Naya dulu. Yudha juga meminta Naya untuk berhemat pada Juna. Awalnya Naya menolak tapi Yudha memaksa.
"Pa, ini gak adil!"
"Masih untung papa masih mau kasih kamu uang jajan. Kamu cuma tinggal minta sama istri kamu." cetus Yudha tegas. "Naya, papa berangkat dulu ya. Kamu baik-baik saja Juna di rumah, kalau ada apa-apa...kamu telpon papa." Yudha sangat lembut pada Naya.
"Iya pa."
Setelah itu Yudha dan Rima pergi menaiki mobil, mereka menuju ke bandara untuk segera pergi ke China. Kini hanya tinggal ada Juna dan Naya yang akan berangkat sekolah.
"Tumben lo gak kepang rambut?" tanya Juna yang menyadari bahwa Naya tidak mengepang rambutnya seperti biasa. Kali ini rambutnya di ikat 1 saja.
"Iya, bagus gak?" refleks Naya bertanya begitu.
Juna tersenyum menyeringai, ia mendekati wajah Naya. "Gak ada yang beda, tetap aja lo mata empat!" ledek Juna seraya terkekeh. Membuat wajah Naya semakin lesu, ia pikir akan dapat pujian. Tetap saja Juna mengejeknya.
"Khusus hari ini, kita berangkat bareng." kata Juna sambil menyodorkan helm pada Naya. Helm yang berwarna hitam, bukan helm yang selalu dipakai Ghea warna pink.
"Gak usah." tolak Naya.
"Hemat ongkos. Sekalian ada yang mau gue omongin sama lo, soal kemarin." kata Juna pada gadis itu.
Naya dan Juna pun berangkat bersama naik motor ke sekolah bersama. Naya pikir Juna tidak punya alasan mengajak berangkat sekolah bersama, tapi rupanya itu karena Ghea tidak masuk sekolah. Di sepanjang perjalanan, Juna mengatakan apa yang terjadi pada Naya kemarin sepulang sekolah. Naya hanya menjawab Juna dengan ketus, pikirkan saja sendiri. Kenapa Juna harus pura-pura tak tahu?
Lagi-lagi mereka bertengkar, tiada hari tanpa bertengkar. Juna yang kesal menurunkan Naya di pinggir jalanan yang sepi, hingga membuat gadis itu terlambat ke sekolah.
Dia pun di hukum oleh guru piket hari ini untuk berdiri di lapangan. Tapi tenang saja ia tak sendiri, ia dihukum bersama Damar dan Gara.
"Mata empat, lo di hukum juga?" tanya Damar. Naya acuh pada Damar dan terus menghormat ke tiang bendera yang masih berkibar itu.
Gara melihat Naya, ia merasakan ada yang aneh saat melihat gadis itu. Seperti...tidak asing. Mereka bertiga pun berdiri di lapangan dengan posisi menghormat sampai jam pelajaran pertama selesai. Matahari semakin terik, sedangkan Naya hari ini tidak sarapan pagi dan sengaja menyimpan makanannya untuk bekal di sekolah.
'Ya Allah, masih sisa 10 menit lagi... tapi kepalaku pusing...'
Tubuh Naya oleng ke pinggir sebelah kanan, tepat ada Gara disana. Dengan sigap pria itu menangkap tubuh Naya yang lumbung, mata Naya terpejam.
"Eh! Mata empat kenapa? Woy!" Damar ikutan panik melihat Naya tidak sadarkan diri.
Gara mengangkat tubuh Naya, ia menggendong tubuh mungil itu. Tanpa banyak bicara, Gara menggendong Naya dan membawanya ke lorong sekolah untuk mencari UKS.
Dia berpapasan dengan Juna dan seorang temannya yang hendak membawa buku dari kelas ke perpustakaan. Langkah Juna terhenti saat melihat Naya di gendongan seorang pria asing.
"Sorry, UKS ada dimana ya?" tanya Gara pada Juna.
"Biar gue yang bawa dia." ucap Juna seraya merentangkan kedua tangannya.
...*****...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 48 Episodes
Comments
Uyhull01
apa gak salah Jun kmu mau gendong Naya,?? bknya benci ya meskipun itu halal disentuh drimu??
2023-01-10
3
Uyhull01
apa gadis itu naya??
2023-01-10
2
Munce Munce
apa mungkin Naya cinta monyetnya gara..🤔🤔🤔🤔🤔
2023-01-10
2