"Halo, Dad. Ini gawat!" seru Rama panik.
"Gawat kenapa? Dan ke mana saja kamu, Ram? Kondangan sambil menginap?"
"Aku memperk*sa seorang gadis, Dad!" Rama tak menjawab pertanyaan sang Daddy, dia malah langsung memberitahukan masalah yang dialami.
"Memperk*sa?!" Terdiam sebentar, lalu Rama mendengar suara kekehan. "Jangan bercanda kamu, nggak lucu tahu."
"Sumpah, Dad. Aku serius."
"Tapi caranya bagaimana, Ram?" tanyanya yang tampak tak percaya.
"Cara apanya?" Alis mata Rama bertaut.
"Cara memperkosanya."
"Masa Daddy nggak tahu cara memperkosa? Ya dimasukkin lah, Dad. Terus goyang."
"Daddy paham tentang itu, tapi kamu 'kan tahu, burungmu letoy. Mana bisa dia memperkosa wanita. Kencing saja musti dipegangin, kan?"
"Lha, Dad. Semua cowok itu kalau kencingnya sambil berdiri ya dipegangin. Kecuali jongkok."
"Tapi Daddy nggak dipegangin juga bisa kok."
"Ya biar nggak basah aja celana karena air kencing. Kan pesing."
"Buka saja semua celananya kalau mau kencing. Daddy juga suka begitu kok."
"Ah, kok jadi bahas kencing, sih?" Rama mengusap wajahnya. "Jadi Ini gimana, Dad, aku bingung. Semalam burungku justru tegak dan berotot."
"Mungkin semalam kamu mimpi basah, Ram. Terus kebawa sampai bangun. Mangkanya kamu berpikir seperti itu," tebak Mbah Yahya yang masih tampak tak percaya.
"Ah Daddy. Ini kenyataannya, bukan mimpi basah. Masa Daddy nggak percaya padaku?"
"Ya sudah, bawa pulang saja gadis yang habis kamu perkosa. Daddy mau melihatnya," tantang Mbah Yahya.
"Gadis itu nggak ada, dia sudah pergi, Dad."
"Bagaimana bisa dia pergi?"
"Iya, pas bangun tidur dia sudah nggak ada. Seperti hilang entah ke mana."
"Sekarang kamu pulang dulu saja, kita ngobrol di rumah biar enak."
"Iya." Rama mengangguk kemudian mematikan panggilan.
***
Sisil berdiri di depan pintu apartemennya, kemudian memencet bel. Tak berselang lama pintu itu pun dibuka.
Seorang pria tampan berkumis tipis berdiri di sana. Usianya 35 tahun. Dia bernama Gugun Adiguna, Kakak kandung Sisil. Mereka tinggal di unit apartemen itu berdua.
Papa mereka sudah meninggal dunia, sedangkan Mama mereka pergi ke Arab. Awalnya dia menjadi TKW, tetapi beberapa bulan kemudian dia justru kepincut dengan orang sana dan memutuskan untuk menikah.
Baik Gugun atau pun Sisil, keduanya sering mencoba untuk menghubungi sang Mama. Tetapi selalu saja terhambat. Entah karena alasan wanita itu sibuk, tidak pegang ponsel atau apa pun itu.
Namun, Gugun sudah menilai jika memang Mamanya itu pasti sengaja, seperti ingin memutuskan tali silaturahmi kepada anak-anaknya. Mungkin karena dia sudah memiliki keluarga baru dan cukup terpandang, jadi secara tidak langsung seperti tak peduli pada mereka.
Gedung apartemen berlantai 5 itu milik Danu Siregar, bos Gugun yang sudah meninggal dunia satu tahun yang lalu. Tetapi saat ini kepemilikannya sudah dipindahkan pada anak semata wayangnya yang bernama Citra.
Hanya saja, Danu sudah memberikan satu unit apartemen itu untuk Gugun. Jadi baik dia atau pun Sisil, mereka tidak perlu membuyar uang sewa sebab sudah menjadi hak milik.
Gugun memakai stelan jas berwarna abu muda. Begitu rapih seperti ingin pergi ke kantor. Gugun sendiri bekerja sebagai asisten pribadi CEO.
"Sil, dari mana saja kamu? Kenapa semalam nggak pulang?" Gugun langsung memeluk tubuh adiknya dengan wajah khawatir. Perlahan dia relai pelukan itu dan menangkup kedua pipinya. Make up Sisil terlihat sudah luntur, rambutnya pun berantakan.
Namun, pandangan mata Gugun terhenti pada jejak berwarna merah keunguan pada leher Sisil sebelah kanan. Meskipun Gugun belum menikah bahkan berpacaran sekali pun, tetapi dia adalah pria dewasa. Bercak itu dia paham sekali seperti sebuah gigitan yang berasal dari laki-laki.
"Semalam kamu pergi sama Arya, ya? Ngapain saja kamu, Sil?!" cecar Gugun. Pertanyaan tadi belum mendapatkan jawaban, tetapi sekarang Gugun memberikan sebuah pertanyaan lagi.
"Kita masuk dulu, Kak. Nggak enak dilihat tetangga." Sisil menoleh ke kanan dan kiri, memperhatikan beberapa tetangga apartemennya yang keluar masuk.
Gugun meraih bahu adiknya, kemudian mengajaknya masuk dan langsung menutup serta mengunci pintu. Setelah itu duduk di sofa panjang secara bersebelahan di depan tv.
"Semalam aku kerja kelompok sama Lusi, Kakak ingat, kan?" Sisil ingat, kemarin dia sempat meminta izin kepada pria itu sebelum pergi. Gugun yang berada di kantor jadi tak bisa mengantarkannya.
"Iya. Tapi kenapa kamu nggak pulang-pulang? Kakak sempat ke rumah Lusi dari jam 10 malam, tapi kata satpam di rumahnya dia belum pulang. Kakak tungguin sampai jam 11, tapi tetap saja belum pulang. Nomormu juga nggak aktif, tumben-tumbenan."
"Hapeku lowbet, Kak. Kemarin malam Lusi mengajakku kerja kelompok di restoran, tapi pelayan di sana salah nganterin minuman Kak. Aku sempat mencoba minuman itu, tapi rasanya nggak enak dan tenggorokanku sakit seperti terbakar. Terus kesananya aku ngantuk dan nggak ingat apa-apa," jelas Sisil panjang lebar.
"Kok bisa? Apa mungkin minuman yang kamu minum adalah alkohol? Dan apa obat lain yang dicampurkan ke dalam sana?" tanya Gugun penasaran.
"Aku kurang tahu, Kak. Kan aku belum pernah minum alkohol."
"Terus, habis itu apa yang kamu ingat? Tadi pas bangun masih ada di restoran?"
Sisil menggeleng. "Nggak, pagi-pagi pas bangun aku ada di mobil seorang pria. Malah aku tiduran dengannya."
"Pria? Tiduran?" Mata Gugun agak melebar sempurna. Tampak seperti kaget. "Siapa pria itu? Apa Arya?"
Sisil menggeleng. "Dari postur tubuh sepertinya bukan. Aku sendiri nggak sempat melihat wajahnya."
"Kenapa nggak lihat wajahnya?"
"Wajahnya ketutupan tangan, dan aku pas bangun langsung turun dari mobilnya. Meninggalkan dia yang masih tidur."
"Harusnya kamu jangan langsung meninggalkannya. Tanyakan dulu apa yang dia perbuat. Jangan langsung pulang."
"Aku pulang karena takut Kakak menungguku. Dan aku pas bangun masih memakai pakaian lengkap. Begitu pun dengannya, Kak."
"Tapi kenapa lehermu merah?"
Sisil langsung meraih lehernya sendiri. Dia sendiri tidak tahu jika ada bekas cupaang yang tertinggal di sana. Lantas dia pun berdiri dan menghampiri kaca besar yang menempel pada tembok. Sisil dapat melihat jelas di sana. "Leherku beneran merah. Tapi, Kak. Aku sendiri nggak tahu jelas dia melecehkanku atau nggak."
"Kamu merasakan sesuatu nggak? Seperti ada yang janggal pas bangun tidur?"
"Pas bangun badanku pada sakit semua. Milikku juga rasanya perih dan ngilu kalau dibawa jalan." Sisil menyentuh inti tubuhnya.
Gugun terbelalak. Terkejut dengan apa yang dikatakan adiknya. Segera, dia pun berdiri kemudian menarik lengan Sisil hingga membuat adiknya sama-sama berdiri. "Kita ke rumah sakit sekarang untuk mengeceknya!"
Tangan gadis itu langsung ditarik begitu saja keluar dari apartemen. Tetapi mendadak Sisil menahan kakinya. Padahal mereka hendak masuk ke dalam lift.
"Aku mau mandi dulu, Kak," pinta Sisil.
"Nggak perlu mandi. Malah lebih bagus belum mandi biar pas diperiksa akan kelihatan dengan jelas, kamu dilecehkan atau nggak." Gugun tentunya tak akan terima, jika adik semata wayangnya yang dia sayangi diperkosa oleh pria tak bertanggung jawab. Dia akan memberikan hukuman yang setimpal kepada pelakunya.
"Tapi pas dicek nanti gimana? Aku malu, Kak, kalau tubuhku dilihat orang." Sisil menggeleng. Dia membayangkan jika tubuh bugilnya dilihat seorang dokter.
"Nggak apa-apa. Tapi nanti yang memeriksa adalah dokter wanita, Sil. Kamu tenang saja. Kakak akan cari dokter wanita." Gugun menarik dengan sedikit paksaan pada lengan Sisil. Supaya gadis itu ikut masuk ke dalam lift ikut dengannya.
Ting~
Pintu lift itu pun lantas tertutup, kemudian turun ke lantai dasar.
'Ya Allah, semoga Sisil baik-baik saja dan pikiran jelekku hanya sebuah tebakan. Aku pasti nggak bisa memaafkan diriku sendiri kalau itu beneran terjadi kepada adikku,' batin Gugun.
...Maaf ya, Om 😩...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 267 Episodes
Comments
Fitriyani Puji
kamu akn punya adek ipar dan calon ponak an om hhhhh
2023-02-28
2
🍁𝐂liff❣️💋🅂🅄🄼🄰🅁🄽🄸👻ᴸᴷ
tgg jwb kok om.. pasti krn cm sm sisil 🦅 bsa bangun🤭
2023-02-25
1
Yolan
🤭🤭🤭😛😛😛🤪🤪🤪🤣🤣
2023-01-06
0