"Aku memp*rkosa Sisil."
Satu jawaban yang keluar dari mulut Rama sontak membuat pipi kirinya terhantam sebuah bogem mentah dari Gugun.
Bugh!!
"Br*ngsek sekarang kau, Ram! Aku akan menghajarmu!" geram Gugun seraya mencengkram kerah kemeja Rama.
Meskipun bobot Rama lebih besar ketimbang dirinya, tetapi nyatanya Gugun mampu menarik pria itu sampai membuatnya berdiri. Segera, dia pun menonjok pipi kanannya.
Bugh!!
"Kau harus ...!" Kepalan selanjutnya yang hendak Gugun layangan ke dahi seketika terhenti, sebab Mbah Yahya langsung menangkisnya. Dia tak mungkin diam saja melihat anaknya disakiti.
"Jangan sakiti Rama!" teriak Mbah Yahya dengan air liur yang muncrat membasahi wajah Gugun. Gugun segera menghentakkan tangannya melepaskan Rama lalu mengusap wajahnya yang bau jigong itu.
"Mulut Bapak bau busuk!" omelnya kemudian berlari masuk ke dalam kamar dan kamar mandi. Gugun membasuh wajahnya yang terasa panas di depan wastafel, matanya melotot dan tampak merah saat memandangi wajahnya sendiri dari pantulan cermin besar di depan.
Emosinya tadi begitu meledak-ledak, sampai tidak bisa mengontrol diri. Perlahan dia pun menarik napas, lalu pelan-pelan mengembuskannya.
'Jadi Pak Rama yang memperkosa Sisil dan membuatnya sampai berencana ingin bunuh diri?' batin Gugun sambil menggertakkan gigi. "Keterlaluan sekali dia, dia pantas masuk penjara dan ...." Monolog Gugun menggantung diudara saat dia mengingat status Rama.
Aneh dan tidak mungkin. Kata-kata itu seketika terlintas di otaknya.
Seperti apa yang Gugun katakan sebelumnya, dia memang tahu Rama karena dia adalah keponakan Daud yang berarti saudara sepupunya Tari.
Saat pesta pernikahan mereka saja Gugun menghadiri, hanya saja baik Rama atau pun Mbah Yahya—mereka tak menyadarinya.
Alasan Tari meninggal karena serangan jantung akibat kaget dan terguncang dia juga mengetahuinya. Bahkan seluruh tamu undangan saat itu seolah menjadi saksi mata atas kekurangan Rama yang selama ini disembunyikan.
'Kalau Rama impoten ... bagaimana bisa dia memperkosa adikku? Atau jangan-jangan Rama hanya mengarang cerita saja?'
Jika tadi Gugun emosi dan tak terima, sekarang justru dia merasa tidak yakin dengan apa yang pria itu katakan barusan.
"Sakit nggak, Ram?" tanya Mbah Yahya seraya menangkup kedua pipi Rama yang terlihat membiru. Sepertinya Gugun tadi benar-benar memakai tenaga dalam.
"Nggak, Dad." Rama berbohong, kepalanya menggeleng. Padahal aslinya kedua pipi putihnya itu nyut-nyutan sekarang. "Tapi bagaimana ini, Dad? Kak Gugun sepertinya nggak terima. Apa dia nggak akan merestuiku?" Rama menaruh buket bunganya yang sejak tadi dia pegang di atas meja. Tetapi sebelah sepatu milik Sisil masih dia pegang.
Dia tak masalah jika dihajar, Rama juga memaklumi itu. Gugun pasti sangat terpukul dengan apa yang sudah terjadi pada adiknya meskipun tak sepenuhnya salah Rama.
Hanya saja untuk sekarang, yang terpenting adalah mendapatkan restu darinya. Supaya dapat menikahi Sisil.
"Dia harus merestuimu," ujar Mbah Yahya yakin. Dia pun menoleh ke arah Gugun yang baru saja keluar dari kamarnya.
"Kami adalah tamu, niat kami datang bermaksud baik karena ingin melamar Sisil adikmu. Tolong hargai kami, dan tolong hargai Rama yang ingin bertanggung jawab!" tegur Mbah Yahya dengan suara tegas. Kalau saja dia tak membutuhkan jawaban dari pria itu, mungkin Gugun sudah dia hipnotis sekarang juga.
Pria berkumis lele itu duduk kembali di kursi single dengan kaki bersilang. Gugun mendeesah pelan sembari geleng-geleng kepala. "Maaf kalau aku tadi terbawa emosi. Tapi sekarang aku justru nggak percaya dengan apa yang Pak Rama katakan."
"Nggak percaya apa maksudnya?" tanya Rama menatap Gugun. "Kak Gugun nggak percaya aku memperkosa Sisil begitu?" tebaknya.
"Iya." Gugun mengangguk. "Bapak nggak perlu bercanda, mana mungkin Bapak memperkosa adikku."
"Kok mana mungkin? Itu memang kenyataannya, Kak. Ini buktinya." Rama memberikan sepatu flatshoes yang dia pegang kepada Gugun. Menurutnya, itu bisa dijadikan bukti kalau memang benar, dia yang memperkosa Sisil.
Gugun mengambil dan memperhatikan sepatu itu. Dia merasa asing dan rasanya belum pernah adiknya itu memakai sepatu itu. "Sepatu siapa?"
"Itu sepatunya Sisil, dia pas turun dari mobilku meninggalkan sebelah sepatunya."
Gugun terkekeh. Tampak jelas disini dia tak percaya dan seperti meremehkan Rama yang tidak sempurna. Selain itu, dia dan keluarganya mengingat jika kematian Tari gara-gara Rama. "Pak Rama nggak usah mengarang deh, ini bukan sepatu adikku," ucapnya dengan yakin seraya menaruh benda itu ke atas meja.
"Itu sepatu memang milik Sisil, Kak. Aku yakin itu," ucap Rama.
"Aku sudah menerawangnya, dan memang benar itu milik Sisil." Mbah Yahya menambahkan.
"Menerawang apa maksudnya? Bapak kira, Bapak ini seorang dukun?" Gugun menatap remeh Mbah Yahya sambil tersenyum miring.
"Aku memang dukun!" sahut Mbah Yahya cepat.
"Mana ada zaman sekarang dukun?"
"Kau nggak percaya?!" tanya Mbah Yahya geram. "Aku akan membuktikannya!" Segera, dia berlari ke arah dapur. Entah mau apa.
Namun tak berselang lama, dia pun kembali dengan mulut yang tampak terisi penuh air. Entah air apa itu, yang jelas Mbah Yahya langsung kumur-kumur dan berkomat-kamit dalam hati.
Setelah itu dia menyemburkannya ke wajah Gugun tanpa permisi.
Byur!!
Bukan hanya Gugun, Rama pun ikut terkejut dengan apa yang pria itu lakukan.
Aroma bau yang tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata itu sontak membuat kepala Gugun terasa kunang-kunang saat mengendusnya. Perutnya pun bergejolak. Dia lantas berlari sambil membungkam bibir dan hidung.
"Bapak nggak sopan sekali! Kenapa Bapak malah ... Uueek! Uueek!" Sebelum Gugun sampai kamarnya, dia lebih dulu muntah-muntah.
"Kak Gugun!" seru Rama panik seraya berdiri dan langsung menghampiri Gugun. Tetapi tubuh pria itu seketika ambruk. Jatuh ke lantai.
Bruk!!
"Astaghfirullah!" Rama berjongkok, lalu menaruh lengan Gugun ke bahunya. Kemudian dia tarik saat tubuhnya berdiri. "Daddy kenapa diam saja? Ayok bantu aku bawa Kak Gugun ke rumah sakit!" pinta Rama. Dilihat Daddynya itu sejak tadi tersenyum manis melihat apa yang telah terjadi.
"Nggak perlu bawa dia ke rumah sakit. Dia hanya pingsan, nanti juga bangun sendiri." Mbah Yahya mendekat. Kemudian membantu Rama untuk membaringkan tubuh Gugun di sofa panjang.
"Kenapa Daddy membuatnya pingsan?! Harusnya jangan!"
"Itu karena dia meragukan kesaktian Daddy. Jadi Daddy sembur dia lah." Mbah Yahya menepuk dadanya dengan bangga.
Dia mengira, pingsannya Gugun karena jampi yang diberikan padanya. Supaya nanti pas dirinya sadar hatinya akan luluh.
Padahal, Gugun pingsan karena pengaruh bau jigongnya. Yang sudah hampir dua hari tidak gosok gigi.
"Tapi harusnya nggak usah seperti ini, Dad. Kasihan dia," ucap Rama lalu tiba-tiba dia mengendus aroma tidak sedap dari air di wajah Gugun. "Wajah ganteng Kak Gugun juga jadi bau jigong begini, Dad. Daddy benar-benar keterlaluan ih!" Rama mendengkus kesal.
Dia lantas melangkah menuju dapur untuk mengambil air pada baskom kecil. Mengisi air kram yang dicampur air panas yang Rama ambil dari dispenser.
...Baru sadar, Om 🤣 mangkanya Daddymu ga perlu diajak lah. bikin masalah doang 😆...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 267 Episodes
Comments
Desak Putu Ayu Srinadi
Lucu banget
2023-10-22
0
Fitriyani Puji
mbh yahya kaya kobra aja main sembur aja deh
2023-02-28
1
⍣⃝𝑴𝒊𝒔Cliff💋🅚🅙🅢👻ᴸᴷ🔱
mbah ini asal sembur2 aja 🤣
2023-02-25
0