"Dua-duanya aki-aki?"
"Nggak. Satu doang. Satunya Bapak-bapak. Dan tangannya memegang buket bunga."
"Ah ya sudahlah, biarkan saja, Sa." Gugun tak mau ambil pusing. Menurutnya, mereka yang Hersa maksud tidak penting.
"Kaki mereka menghalangi jalan, Gun. Apalagi tubuh si aki-aki. Dia tidur terlentang."
"Kamu bilang sama satpam saja suruh usir mereka. Begitu saja repot. Udah dulu, ya?" Sebelum mendapatkan jawaban, Gugun sudah lebih dulu mematikan panggilan lalu memasukkan kembali ponselnya ke dalam kantong celana.
"Siapa, Kak?" tanya Sisil penasaran.
"Si Hersa." Gugun mengambil bibir itu kembali, lalu menyuapi Sisil.
"Mau ngapain Kak Hersa telepon?"
"Katanya ada dua pria yang tiduran di depan apartemen kita. Nggak tahu mereka siapa."
"Terus Kakak habis ini mau ke sana?"
"Nggak." Gugun menggeleng. "Nggak penting juga. Sekarang kamu habiskan dulu bubur ini terus minum obat, ya! Kamu juga musti janji sama Kakak nggak akan melakukan hal gila lagi. Ada Kakak di sampingmu yang akan selalu membantumu." Gugun mendekat, lalu mencium kening adiknya.
"Iya, Kak." Sisil mengangguk sambil menelan bubur.
***
Keesokan harinya.
Pagi-pagi setelah mandi dan memakai baju ganti yang Gugun ambil dari mobilnya, dia lantas keluar dari kamar mandi. Dilihat Sisil masih tertidur lelap.
Gugun tersenyum, kemudian kakinya melangkah keluar dari kamar itu lalu menutup pintu.
"Pagi Kak," sapa Arya yang baru saja menghampiri. Dia menenteng plastik merah di tangannya.
"Pagi, Arya. Kebetulan kamu datang ke sini. Kakak mau titip Sisil sama kamu sebentar boleh nggak?"
"Boleh banget. Tapi Kakak mau ke mana? Aku bawa nasi goreng nih buat Kakak dan bubur buat Sisil." Arya menarik turunkan tentengannya.
"Kakak mau pulang ke apartemen. Mau ngambil baju ganti buat Sisil dan laptop," jawab Gugun lalu mengusap bahu kiri Arya. "Kamu masuk saja, tapi jangan bangunkan Sisil yang masih tidur, biarkan dia bangun sendiri."
"Oke. Kakak hati-hati di jalan."
"Iya." Gugun mengangguk cepat. Lantas melangkahkan kakinya keluar dari rumah sakit kemudian masuk ke dalam mobilnya yang berada di parkiran.
Baru saja dia menyalakan mesin mobilnya, mendadak ponselnya berdering di dalam saku jas. Setelah dilihat, ternyata itu adalah sebuah panggilan masuk dari Harun.
Segera, Gugun mengangkat panggilan itu dan menempelkan benda pipih itu ke telinga kanan.
"Halo, selamat pagi Pak Gugun," sapa Harun dari seberang sana.
"Pagi."
"Pak, saya sudah mendapatkan hasil rekaman CCTV. Bapak bisa mengeceknya lewat email, saya sudah mengirimkannya," jelas Harun.
"Oke. Sekarang aku akan mengeceknya. Aku pulang dulu, nanti aku kabari kalau sudah mengecek."
"Baik, Pak. Ditunggu."
Gugun mematikan panggilan telepon itu. Kemudian bergegas mengemudikan mobilnya. Dia ingin cepat-cepat sampai apartemen untuk mengecek rekaman itu pada laptopnya.
***
"Pak! Bangun, Pak!" seru seorang satpam apartemen sembari menepuk bahu Mbah Yahya. Pria itu tidur terlentang dengan mulut yang berbuka lebar. Air liurnya membasahi kedua pipi.
Sedangkan Rama, dia tidur sambil duduk dan menyandarkan punggungnya di tembok. Bedanya mulut Rama tertutup rapat.
Mereka berdua masih di apartemen Gugun, menunggu pria itu dan Sisil pulang.
Sebenarnya, saat waktu menjelang sore, Mbah Yahya sudah meminta Rama untuk pulang sebab orang yang mereka cari tak kunjung membukakan pintu.
Akan tetapi, Rama menolak dan memohon kepada sang Daddy untuk bersabar menunggu. Sampai akhirnya, mereka ketiduran semalaman di sana.
"Pak! Bangun!" Sekarang dia menepuk bahu kiri Rama. Pria itu sontak membuka matanya lalu berdiri.
"Ayok menikah denganku, Sil, aku akan ...." Ucapannya menggantung diujung bibir saat mengetahui dengan jelas siapa wajah di depannya.
Nyawa Rama yang belum sepenuhnya terkumpul itu sempat mengira jika di hadapannya itu Sisil. Jadi refleks mengatakan ingin menikahinya.
"Bapak yang kemarin itu, kan? Kok ...." Pria itu menghentikan ucapannya saat tangan Mbah Yahya tiba-tiba mengusap wajah. Seketika dia pun jatuh pingsan.
Bruk!!
"Dad! Kenapa dibuat pingsan lagi?!" gerutu Rama. Dilihat Daddynya itu tengah menguap sekarang.
"Nanti dia banyak tanya. Udah sekarang mending kita pulang. Si Sisil sama Kakaknya pasti pulang kampung, mangkanya nggak ada di apartemen, Ram," ujarnya sembari mengucek kedua mata sebab pandangannya terasa buram.
"Kalian siapa? Kok ada di ....." Terdengar suara seorang pria yang menjeda ucapannya. Mbah Yahya dan Rama lantas menoleh ke sumber suara. Pria itu adalah Gugun yang baru saja datang menghampiri. "Bapak ini Pak Rama dan Pak Yahya, kan?!" tebaknya dengan wajah yang seketika masam. Gugun memperhatikan keduanya. Memindai tubuh mereka dari atas sampai bawah yang tampak familiar menurutnya.
"Bapak siapa? Kok tahu namaku dan nama Daddyku?" Rama berbalik tanya.
Berbeda dengan Gugun yang seakan mengenali mereka, meskipun terlihat jelas dari wajah dia tidak suka. Rama dan Mbah Yahya justru sama sekali tak mengenal Gugun. Wajah pria itu terlihat asing.
"Namaku Gugun. Mungkin kalian nggak kenal aku, tapi aku kenal kalian. Kalian berdua yang membuat sepupuku meninggal dunia!" jelas Gugun memberitahu.
Antara bingung dan kaget, dua pria berbeda generasi itu langsung membulatkan matanya dengan lebar. Mereka sama-sama terkejut dengan apa yang Gugun katakan.
"Gugun?" ucap Rama. "Berarti kamu Kakaknya Sisil?"
"Kamu kenal adikku juga?" Gugun berbalik tanya.
"Iya." Rama mengangguk cepat. "Tapi maksud Bapak aku telah membunuh sepupu Bapak itu apa? Siapa sepupu Bapak?"
"Mantan istrimu. Siapa lagi?"
"Bapak sepupunya Tari?" tanya Rama.
"Ya ...."
Jder!!
Bagaikan tersambar petir. Rama merasakan jantungnya berdebar seperti ingin loncat dari dadanya.
Jika pria itu bernama Gugun, berarti dia adalah Kakaknya Sisil. Tetapi mengapa Gugun juga harus menjadi sepupunya almarhum Tari? Otomatis Sisil juga sepupunya. Kenapa harus seperti itu? Itulah yang terlintas dalam pikiran Gugun saat ini.
"Aku dan Rama ada urusan denganmu," ucap Mbah Yahya sambil mengusap bahu Rama dan merangkulnya. "Bisa kita mengobrol sebentar? Masuk ke dalam apartemenmu?" pintanya sembari mengulas iler di pipi.
Gugun berdecak, lantas dia menempelkan ibu jarinya ke arah pintu. Untuk mendeteksi sidik jari pembuka kunci.
Setelah kunci itu terbuka, Gugun langsung melebarkan pintu dan mengajak mereka masuk.
"Ayok masuk, tapi jangan lama-lama karena aku harus ke rumah sakit," ucap Gugun dengan ketus. Dia yang masuk lebih dulu.
Rama menoleh ke arah Mbah Yahya sebentar, seluruh tubuhnya terasa bergetar dan berkeringat sekarang. Entah mengapa, Rama merasa sangat takut.
'Apa jangan-jangan Gugun juga tahu alasan Tari meninggal? Lalu, bagaimana masalahku dengan Sisil nanti? Dan di mana Sisil?' batin Rama.
"Ayok," ajak Mbah Yahya. Dia dan anaknya itu langsung melangkah masuk dan menutup pintu. Kemudian duduk di sofa panjang. Sedangkan Gugun sudah duduk di sofa single lebih dahulu.
"Ada apa?" tanya Gugun.
"Si Rama sebenarnya—"
"Pertama-tama aku ingin mengucapkan kata maaf," potong Rama cepat. Dia tahu sang Daddy pasti akan mengatakan ke arah inti, maka dari itu dia langsung menyelanya. "Maaf atas semua yang telah terjadi pada keluarga Kakak, aku sangat menyesal sekali," sesal Rama dengan wajah sendu.
'Kakak?' Sebelah alis mata Gugun terangkat. Dia merasa heran mendengar panggilan yang Rama sebutkan untuknya. 'Perasaan dia awalnya memanggilku Bapak deh.'
"Aku menyesal karena nggak bilang dari awal sama Tari sampai akhirnya dia tiada. Tapi aku ke sini karena ingin tanggung jawab atas apa yang telah aku perbuat kepada Sisil, adik Kak Gugun."
"Sisil?!" Bola mata Gugun langsung membulat sempurna. Mendengar kata tanggung jawab dan nama adiknya, seketika membuat emosi di dadanya mendidih. Kepalanya terasa panas dan urat di wajahnya ikut kencang. "Tanggung jawab apa yang kau maksud?! Apa yang kau lakukan kepada adikku?!" teriaknya.
Rama sontak terkejut dengan mata melotot, kala Gugun sudah berdiri di hadapannya dengan kedua tangan yang mengepal kuat.
...Bentar lagi akan ada perang nih roman-romannya 🤣...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 266 Episodes
Comments
Anonymous
Aduch jangan perang lah mas Gugun , takutnya nanti di usap sama mbah Yahya yg tangan nya bau jigong pingsan pula
2024-03-08
0
Bunda silvia
Bubur thor
2023-03-20
0
Fitriyani Puji
wah om rama bawa helm ngak tu kalo ngak bakal monyok wajah ganteng nya
2023-02-28
0