Mencari Cara

"Eyang!"

Setelah selesai berdebat dengan Anis barusan. Tama keheranan, melihat Eyang tak pamit padanya.

Wanita yang memiliki uban itu, menolehkan mata ke arah Tama, lalu mendelikkan mata ke atas.

"Apa?!" kata Eyang, ketus.

"Eyang mau pulang?" Walau Eyang suka marah-marah tapi Tama sangat menyayangi Eyang. Beberapa bulan ini dia sudah lama tak berjumpa Eyang, sibuk dengan perkerjaanya yang menggunung di kantor, dia sangat merindukan Eyang.

Alih-alih menjawab pertanyaan Tama, Eyang melirik Miranda. "Miranda, Eyang pulang dulu, baik-baik di sini, Eyang akan datang kembali nanti dengan membawa berita baik untukmu."

Miranda mengulas senyum, lalu berkata,"Terimakasih Eyang, berhati-hatilah, sampaikan salamku pada Ayah dan Ibu."

Eyang Sari tersenyum tipis sambil mengangguk. Sebelum melangkah pergi, dia menatap Anis dengan tajam.

"Astaga, Eyang lupa mengatakan padamu, Miranda, suruh para asisten menyemprot seluruh ruangan dengan pewangi, karena di dalam mansion ini baunya sangat menyengat, apalagi sumbernya sekarang berdiri di hadapan Eyang," Eyang Sari berucap dengan penuh penekanan tanpa menatap lawan bicaranya.

Merasa tersindir, Anis mengepalkan kedua tangannya, sambil menatap sengit Eyang Sari.

"Apa maksud anda?! Jadi Eyang mengatakan aku bau, begitu?! Dasar nenek peyot!" seru Anis, naik pitam.

Eyang Sari menaikan bahu sedikit, malas meladeni Anis, secepat kilat ia melenggang pergi bersama orang kepercayaannya.

Sedangkan Tama, mulai tersulut emosi, sebab untuk pertama kalinya mendengar Anis mengatakan Eyang dengan sebutan 'nenek peyot'. Menilai sikap Anis sangat tak sopan.

"Anis, apa-apaan kamu!? Hormatilah Eyang!" Tama tak menyangka Anis bisa mengatakan kata-kata kasar.

Anis tersentak, baru menyadari sikapnya yang berlebihan.

"Tama, aku tak bermak–" Anis hendak menyentuh lengan Tama.

"Ah sudahlah," ucapnya dengan menepis tangan Anis. Secepat kilat ia beralih memandangi Miranda, tengah memperhatikan interaksinya dan Anis.

"Miranda, mulai hari ini Anis tidak bisa berkerja sebagai sekretarismu, dia harus banyak beristirahat karena sedang hamil muda," ucapnya, mendengar hal itu Anis yang semula merasa kecewa terhadap sikap Tama barusan, tersenyum penuh kemenangan.

Miranda enggan membalas, memilih pergi, berjalan cepat ke lantai tiga, hendak menemui anaknya.

Tama terdiam sesaat ketika Miranda mengacuhkannya barusan. Dadanya nyeri seketika, Miranda seperti menganggapnya tidak ada. Berbeda dengan Anis ia sedang mengkhayal menjadi orang kaya sambil mengedarkan pandangan ke seluruh mansion.

Akhirnya, sebentar lagi aku akan menjadi istri Nahendra, awas saja kamu, Miranda, aku akan membuatmu menderita!

*

*

*

Menjelang siang, Miranda masih berada di dalam kamar sambil memandangi foto pernikahannya yang terpajang di dinding kamar. Dia menghela nafas berat, kala Tina sedari tadi menghubungi dirinya. Pasalnya tadi pagi dia mengirim pesan kepada Tina, memintanya mengurus semua pekerjaannya yang menumpuk di kantor. Bukannya membalas pesan Miranda. Tina malah menelepon Miranda.

Miranda yang sedang badmood, malas mengangkat telepon. Memilih men-silentkan ponsel mininya itu namun tetap saja Miranda sedikit terganggu dengan suara getaran benda tersebut menggema di telinganya dari tadi.

"Ck!" Secepat kilat Miranda mematikan ponsel. Lalu mendengus sejenak sembari melihat lagi figura ia dan Tama tengah berpose mesra.

Miranda tengah berpikir, apa yang harus dia lakukan agar Anis tak betah tinggal di sini. Walau bibirnya mengucapkan kata perpisahan, tapi Miranda memikirkan nasib Rikardo yang masih kecil dan butuh peran seorang ayah. Dia tak mau Rikardo tak mendapatkan kasih sayang seperti dirinya dahulu.

Sementara itu, di lantai bawah.

Anis menselonjorkan kaki di sofa sambil menyomot keripik pedas di dalam toples. Dia mengunyah cemilan itu sambil mengedarkan pandangan pada ke seluruh ruangan, menghayal dia akan menjadi Nyonya Nahendra. Setelah Tama pergi ke kantor tadi, dia langsung berlagak seperti bos di kediaman Nahendra. Dia sangat senang karena memiliki banyak waktu untuk bersantai-santai tanpa harus berkerja lagi.

"Hei, ambilkan aku minum!" perintah Anis ketika asisten berjalan di depannya.

Asisten berwajah oval itu mengerutkan dahi melihat tingkah Anis tak seperti biasa. Dia menghembuskan nafas kala Anis berteriak histeris meminta padanya mengambil minuman segera. Tanpa banyak kata, dia bergegas melangkah pergi menuju dapur.

"Yuhu, spada!"

Dari pintu utama, seorang pria berpenampilan enerjik, dan memakai pakaian berwarna terang serta membawa tas berukuran sedang bertengker di tangan kanannya. Melangkah perlahan masuk ke ruangan sambil membuka cepat kacamata hitamnya, kemudian mengedarkan pandangan, melihat Anis sedang bersenandung kecil.

Dasar pelakor! Desisnya di dalam hati dengan mendekati Anis.

"Hei!! Pelakor!!" teriaknya menggelegar.

Anis terlonjak kaget hingga menumpahkan makanan di dalam toples. Dalam sepersekian detik, dia menolehkan mata ke sumber suara.

"Ngapain kamu di sini?!" murka Anis sambil bangkit berdiri.

Pria itu terperangah, melihat sifat asli Anis. Beberapa menit yang lalu dia mendapatkan informasi dari Eyang Sari, kalau Anis adalah selingkuhan Tama selama ini. Mendengar hal itu, tentu saja ia sangat marah. Ternyata dugaanya selama ini benar, saat melihat Tama dan Anis saling menatap satu sama lain terkadang, dengan tatapan penuh arti. Sebagai sahabat baik Miranda, Tina alias Tono sangat tak terima.

"Cih, memangnya you siapa? Ini mansion Miranda, sahabat eyke," ucapnya, meliuk-liukkan tangan dengan kemayu.

"Dasar banci!!!" Anis hendak memukul tapi segera ditepis Tina.

"Iyuh! Walaupun eyke banci tapi eyke nggak pernah ganggu hidup oranglain tuh!" Tono berucap sambil menyelipkan rambut pendek di telinga kanan.

"Nah sementara you! Nggak tahu diri! Jadi pelakor aja bangga!" serunya, lantang.

Anis meradang. Lalu hendak melayangkan pukulan namun secepat kilat Tono berlari ke arah Miranda yang tengah menuruni anak tangga.

"Haha!" Tina menjulurkan lidah sejenak pada Anis dari kejauhan.

Anis mendengus kasar lalu mengambil lagi cemilan keripik yang tumpah tadi di lantai.

"Tono, kenapa kamu bisa di sini, perkerjaanmu sudah selesai?" tanya Miranda, keheranan.

"Ih, Tina, bukan Tono, you jahat banget ya, nggak cerita ke eyke masalah rumah tangga you," ucap Tono.

Miranda terkejut. "Darimana kamu tahu?"

"Dari Eyang Sari," jawab Tina cepat lalu merangkul tangan Miranda, berjalan menuju pintu utama.

Sebelum Miranda menanggapi perkataannya. Tina langsung berkata,"Nanti saja eyke cerita sama you, mau jemput Rikardo kan? Ayo, eyke temanin." Tina menebak jika Miranda mau menjemput Rikardo. Hal itu dapat dia lihat dari penampilan Miranda yang sekarang mengenakan pakaian casual.

Miranda tak membantah. Dia tersenyum tipis karena Eyang benar-benar menyayanginya. Dia penasaran mengapa Eyang menceritakan permasalahan keluarganya pada Tina.

"Dasar wanita murahan! Bisa-bisanya hamil di luar nikah, lalu parahnya lagi malah tinggal di mansion dan berlagak seperti Nyonya besar! Cih!" cerocos Tina sambil menatap tajam Anis yang sedang membungkuk, memunguti keripik.

Gerakan tangan Anis terhenti lalu berdiri tegap. "Argh!!! Si@lan! Dasar banci!!!" pekiknya, dengan dada yang naik dan turun.

Melihat Anis marah. Tina cekikikan lalu menarik lengan Miranda agar bergegas keluar dari mansion.

*

*

*

Kini, Miranda dan Tina berada di dalam mobil, dalam perjalanan ingin menjemput Rikardo pulang sekolah. Tina menarik nafas pelan, melihat Miranda lebih banyak terdiam. Pria kemayu itu jelas tahu jika suasana hati Miranda sedang tak baik.

"Mir, maaf eyke ikut campur urusan rumah tangga you, apa you masih cinta sama Tama? Lalu apa you masih mau bertahan sama dia?" tanyanya, penasaran.

Miranda melirik sekilas lalu kembali mengalihkan pandangan ke depan, melihat kendaraan lalu lalang di depan sana.

"Aku masih mencintainya, bodoh kan aku, padahal dia sudah menyakitiku, tapi dihatiku masih terukir namanya, meskipun begitu aku memilih mundur," jawab Miranda, pelan."Tono, Eyang mengatakan apa saja padamu?" Sambungnya lagi.

Tono tersenyum simpul mendengar jawaban Miranda. Karena memilih berpisah dengan Tama.

"Ada deh, tapi intinya eyke akan bantu you bercerai dengan Tama tanpa membuat perusahaan bangkrut, emmm selagi menunggu otak pintar eyke berpikir. Sekarang yang harus you lakuin, buat Anis nggak betah tinggal di mansion, Mir."

"Iya, tapi aku bingung bagaimana caranya supaya Anis nggak betah?"

Tina mengembangkan senyuman. "Serahin semuanya sama eyke, masalah itu mah gampil," ucapnya dengan menjentikkan jari.

Di sisi lain.

Cole Bennet nampak pusing, karena kesusahan mencari data wanita yang semalam membuat majikannya marah. Sambil menunggu Tuannya beristirahat di dalam kamar. Dia mengutak-atik laptop dari tadi dan mengamati rekaman CCTV di lorong Ibiza Club semalam.

Cole mendesah kasar, walaupun sudah mengetahui wajah asli sang wanita. Dia tetap saja tak menemukan petunjuk sedikitpun. Ternyata sang wanita bukanlah orang sembarangan.

Argh! Nasib-nasib jadi bawahan!

Terpopuler

Comments

fifid dwi ariani

fifid dwi ariani

trus sabar

2023-07-22

0

tria sulistia

tria sulistia

kena mental ga tuh disindir 😂

2023-01-05

0

Daryati Idar

Daryati Idar

ayo miranda kamu harus secapatnt cerai ama tama

2022-12-19

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!