Kedatangan Eyang Sari + Visual

Kediaman Nahendra.

Ruang Tamu.

"Siapa kamu?" tanya seorang wanita berkacamata sambil mengedarkan pandangan di sekitar ruangan, mencari Tama dan Miranda.

Anis beranjak, terkejut, melihat kedatangan Eyang Sari. Tak menyangka akan bertemu wanita yang selama ini dia benci. Selama berpacaran dengan Tama, ia memang tak pernah bertemu Eyang Sari dan hanya melihat dari foto-foto yang bersliweran di sosial media.

Menutupi kegugupannya, ia meremas blazer-nya dengan kuat. Anis tak langsung menyahut, tengah merangkai kata-kata untuk menjawab pertanyaan Eyang Sari. Dari informasi yang ia dapatkan dari Tama, jika Eyang sangat galak dan suka marah-marah.

"Kamu tuli atau apa?!" bentak Eyang Sari, sambil memberikan kode pada orang kepercayaanya yang berdiri di samping, untuk mencari Tama dan Miranda.

Pria bertubuh jangkung itu mengangguk, patuh, namun sebelum kakinya melangkah, ia melihat Tama, Miranda dan Rikardo berjalan cepat, menghampiri mereka.

Anis tersentak.

Si@lan! Dasar nenek peyot?! Awas saja kalau aku sudah menjadi Nyonya Nahendra, aku akan membuatmu menderita!

Anis hanya mampu berucap di dalam hati, sebab tak mau image-nya di depan Tama tercoreng.

"Eyang, kenapa tidak memberitahu kami kalau mau datang ke sini?" Miranda tersenyum tipis seraya memeluk Eyang Sari seketika.

Mimik muka Eyang yang semula mengeras berubah drastis dalam sekejap mata. Kedatangan Miranda membuat hatinya sejuk, apalagi ketika melihat senyum manisnya begitu menenangkan jiwanya.

Eyang mengurai pelukan. "Eyang rindu kamu, Miranda, Eyang memiliki firasat yang buruk tentang rumah tangga kalian," ucapnya sambil menggengam erat tangan Miranda yang tengah menuntunnya untuk duduk di sofa.

Anis yang menyaksikan interaksi Eyang dan Miranda, tanpa sadar mengepalkan kedua tangannya. Tak terima jikalau Eyang ternyata dekat dengan Miranda.

Setelah duduk di samping Eyang Sari, Miranda melirik Tama sekilas sedang bercengkrama bersama Rikardo di hadapannya. Mengerti akan akan kode dari Miranda, Tama tak berani menanggapi perkataan Eyang. Tama jelas tahu, Eyang memilikif feeling yang cukup kuat, apalagi menyangkut tentang keluarganya.

Melihat lirikan mata Tama, Miranda berdecak kesal di dalam hati.

Menghela nafas sejenak."Bagaimana Eyang bisa tahu," ucapnya. Tama dan Anis ketar-ketir seketika.

Eyang terdiam, dengan menampilkan wajah datar, tanpa ekspresi sama sekali. Wanita berambut putih dan memakai kacamata itu melemparkan pandangan kepada Miranda, Tama, dan Anis secara bergantian. Sementara Rikardo terlihat kebingungan, melihat mereka tak bersuara kembali.

Miranda membuang muka kala Tama melototinya saat ini. Dia sangat tak peduli dengan kemarahan Tama nantinya. Sedangkan Anis menggeram sebal, mendengar perkataan rivalnya itu.

Hening sejenak!

Suasana di ruangan saat ini begitu mencekam, hanya terdengar suara tarikan dan hembusan nafas dari Eyang Sari.

"Jadi benar, feeling Eyang?" tanya Eyang Sari dengan menaikkan satu alis mata.

Miranda mengangguk.

Mendengar hal itu, Eyang Sari rahangnya menggeras lalu meminta Rikardo, cicitnya untuk masuk ke dalam kamar. Rikardo menurut, lalu bergegas ke lantai tiga di tuntun oleh Nanny-nya.

"Cepat jelaskan pada Eyang, apa yang terjadi? Lalu siapa wanita ini?!" cecarnya beruntun sambil menunjuk Anis masih bergeming di tempat.

"Eyang, jangan dengarkan Miranda, dia hanya bercanda–"

"Siapa yang menyuruhmu bicara?!" Eyang memotong perkataan Tama.

Tama bungkam, kemudian menatap tajam Miranda. Ia marah ketika perkataannya di dalam kamar tadi, tak di gubris Miranda.

"Cepat katakan pada Eyang sekarang?" Eyang melirik-lirik Anis dari tadi, menebak jika wanita dihadapannya adalah sumber masalah di dalam rumah tangga cucunya.

"Tak usah takut! Dan kamu Tama, berhenti menakuti Miranda!!! Apa wanita ini sumber masalah kalian." Eyang menunjuk Anis tiba-tiba.

Tama dan Anis terkesiap mendengar penuturan Eyang. Keduanya nampak salah tingkah, berbeda dengan Miranda bersorak di dalam hati seraya mengelus-elus punggung tangan kanan Eyang.

"Eyang, maaf, kalau Miranda belum bisa menjadi istri yang baik bagi cucu Eyang, karena Tama berselingkuh bersama sekretarisku itu," ucapnya dengan nada bergetar, sambil melirik Anis, memberitahu Eyang jika sekretarisnya adalah wanita di hadapan mereka sekarang.

Secepat hembusan angin, Eyang berdiri lalu melangkah mendekati Anis sambil melayangkan tatapan tajam, setajam sebilah pedang.

Plak!!!

"Eyang!" pekik Tama bangkit berdiri sofa, lalu berjalan cepat menghampiri Anis sambil membawa Anis ke belakang tubuhnya, berlindung dari amukan Eyang.

Sementara, Miranda tersenyum hambar kala di depan matanya, Tama melindungi wanita lain. Dadanya begitu sakit, melihat pemandangan tersebut. Miranda membuang muka sambil mengigit bibir bawah, menahan sesuatu yang ingin keluar dari bola matanya sekarang.

Plak!!!

Tamparan kuat menggema di ruangan. Eyang mendaratkan tamparan di pipi kanan Tama juga. Dengan nafas yang memburu, Eyang melihat Tama dan Anis.

"Kalian berdua tidak pantas di sebut manusia! Eyang kecewa padamu, Tama. Miranda sangatlah sempurna, apa kamu sudah di sihir oleh wanita jal@ng ini?" cetusnya, cepat.

Tama meradang. "Cukup, Eyang! Anis bukan lah j@lang!"

Eyang tertawa sejenak. "Kalau bukan jal@ng? Lalu apa? Bukan kah sebutan itu pantas disematkan pada wanita seperti dia? Tama, Tama, Eyang tak habis pikir, mengapa kamu tidak bisa membedakan antara berlian dan kerikil?"

Di belakang tubuh Tama, rahang Anis menggeras dengan sangat kuat, ketika mendengar Eyang menghina dan mencemoohnya. Dia sangat tak terima dengan perkataan Eyang barusan.

"Sayang sekali, berlian yang kamu maksud sepertinya kalah dari batu kerikil!" seru Anis seraya mendorong kuat tubuh Tama yang menghalanginya.

"Lihatlah dia! Benar-benar tidak tahu malu!" Eyang menggeleng pelan, tak menyukai kepribadian Anis, yang tidak ada sopan-sopannya berbicara pada orang yang lebih tua.

"Tama, jika kamu menyayangi Eyang, menjauhlah dari wanita binal ini sekarang." Sambung Eyang lagi sambil menatap dingin keduanya bersamaan.

"Eyang! Cukup! Jangan menghina Anis lagi, aku tidak akan menjauhi Anis, dia akan tinggal di sini, karena sekarang Anis hamil!" seru Tama, lantang.

Nafas Eyang tercekat, tak menyangka jika Anis tengah mengandung anak Tama. Dia menoleh ke arah Miranda yang dari tadi terdiam, tak menyanggah ataupun menimpali perkataannya. Eyang begitu sedih karena tak bisa menepati janjinya kepada mendiang orangtua Miranda.

Alih-alih menanggapi perkataan Tama. Eyang Sari malah mendekati Miranda.

"Miranda, maafkan Eyang karena tak bisa mengajari Tama untuk menghormati dan menghargai seorang wanita," ucap Eyang dengan memeluk Miranda.

Dalam dekapan tubuh Eyang, pecah juga tangis Miranda. Dia terisak kuat karena tak mampu membendung airmatanya saat ini. Miranda sangat mencintai Tama, tapi apalah daya, kenyataannya di dalam hati suaminya, tak terukir namanya.

Sejak belia hingga dewasa, Miranda memang tak pernah dekat dengan seorang pria. Hal itu disebabkan oleh kedua orangtuanya sangat menjaga ketat dirinya sejak kecil. Tama adalah cinta pertama Miranda. Ia langsung jatuh hati dan terpesona pada Tama sejak perjumpaan pertama.

Mendengar isakan tangis Miranda, hati Tama begitu nyeri. Bingung akan perasaanya saat ini. Menghela nafas sejenak sambil menatap ke arah Eyang dan Miranda. Sementara Anis menahan cemburu kala melihat Tama memperhatikan kedua wanita berbeda generasi itu saling memeluk satu sama lain.

Anis melampiaskan kekesalannya dengan mencubit kuat lengan Tama tiba-tiba.

"Awh! Anis, sakit, apa-apaan kamu?" Tama mengaduh kesakitan sejenak, menatap bingung pada Anis yang melototinya sekarang.

Sementara itu, Eyang mengelus punggung Miranda yang masih menangis dalam pelukkannya.

"Miranda, Eyang meminta padamu jadilah wanita kuat, buat wanita ular itu tak betah tinggal di rumah ini." Eyang berbisik pelan di telinga Miranda, lalu mengurai pelukan.

"Hapus air matamu itu, buatlah Tama menyesal, Eyang akan mencari cara agar kalian bisa berpisah tanpa harus membuat perusahaan hancur," ucap Eyang sambil melirik Tama dan Anis sedang beradu mulut sekarang.

Miranda mengusap cepat jejak tangisnya. Kemudian menatap lekat Eyang Sari.

Benar kata Eyang, aku harus membuat Tama menyesal, terimakasih Eyang.

Miranda Gunadhya

Tama Nahendra

Terpopuler

Comments

Yuli Yanti

Yuli Yanti

maaf thor aq kurang suka sma visual nya🙏

2024-05-27

0

fifid dwi ariani

fifid dwi ariani

trus Semangat

2023-07-22

0

tria sulistia

tria sulistia

aku kasih vote ya kak nana. point kak nana gimana? ga kepoting kan?

2023-01-03

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!