...~Mencintailah sewajarnya. Bila suatu saat nanti kau kehilangannya, sedihmu pun akan sewajarnya~...
.........
Ditengah kembimbangan, Ketukan pintu menyadarkan Dian. Wanita itu segera membuka pintu. Yang pasti itu bukan Ilyas, tidak mungkin seorang Ilyas harus mengetuk pintu sebelum masuk kedalam kamarnya sendiri.
" Bu mega? Ada apa bu? " Tanya Dian kepada bu Mega yang tengah berdiri di depannya sembari membawa sebuah nampan berisi makanan.
" Ini nyonya, makan malam. Tuan yang menyuruh saya untuk membawakan makanan untuk nyonya." Tersenyum manis. Wanita paruh baya tersebut sangat senang karena tuan yang sudah ia layani dari kecil akhirnya perhatian pada seorang wanita.
Wajah Dian langsung sumringah. Rupanya pria datar itu masih mempunyai nurani. Dan apakah ini bentuk perhatian kecil yang di berikan Ilyas kepada Dian? Entahlah siapa yang tahu.
Yang penting, Pucuk dicinta ulan pun tiba. Ah.. iya seperti itu.
Menerima nampan berisi makanan " Tapi, tuan Ilyas tidak makan? "
" Tuan Ilyas biasanya tidak makan malam nyonya." Ucapnya, Dian hanya manggut-manggut. Ia mana tahu bagaimana kehidupan para orang kaya.
Setelah Bu Mega pamit, Dian membawa nampan makanan berserta air minum tersebut kedalam kamar. Niat hati ingin makan di sofa tapi takut mengotori sofa yang terlihat mahal.
" Ya sudahlah daripada aku disuruh ganti rugi, mending aku makan di lantai ajah." Lagipula ia sudah biasa makan melantai.
Di sisi lain...
Terlihat tiga orang sedang berada di atas sofa sembari mengerjakan pekerjaannya masing-masing. Keadaan hening, hanya suara keyboard laptop yang terdengar berbunyi.
Atau pun saat mereka berbicara singkat satu sama lain.
Mike sedari tadi melihat jam di pergelangan tangan. Sudah hampir jam 10 malam, ia ingin pulang menemani sang istri yang pasti menunggunya pulang.
Ilyas menghentikan pekerjaannya " Sampai disini dulu. Besok kita lanjutkan di kantor." Untung saja ia sempat melirik asisten nya yang sudah gusar akan waktu.
Mike langsung tersenyum lega. Pria itu kemudian menutup laptop yang sedang ia pangku dari tadi, sedangkan Ardo yang juga sudah dari tadi gelisah karena takut lembur sampai subuh akhirnya bernafas lega. Untung lah sepertinya ia masih sempat nonton piala dunia.
Mereka kemudian Merapikan semua kertas-kertas serta dokumen penting yang berhamburan di atas meja.
" Oh yah tuan, bagaimana dengan luka di pinggang anda? " Tanya Ardo. Setelah dari rumah sakit, tuannya nampak baik-baik saja.
" Tidak apa-apa. Sayatannya tidak terlalu panjang dan dalam. Ini hanya luka biasa." Jawab Ilyas datar. Yah luka seperti itu hanya seperti sebuah goresan untuknya.
Ardo dan Mike manggut-manggut " Syukurlah." Ucap mereka.
Kemudian medua orang itu berdiri hendak pamit " Kami permisi tuan."
" Hmm.." baru juga mereka melangkah tiba-tiba
" Mike kau tinggal." Titahnya tanpa melihat Mike namun hanya fokus pada ponsel berisi beberapa jadwal yang dikirimkan sekretaris nya.
Ardo yang merasa namanya tak disebut pun undur diri. Sedangkan Mike, walaupun sebenarnya ia sudah sangat ingin pulang, ia tetap tinggal sesuai perintah sang tuan.
Kembali duduk " Ada yang bisa saya bantu, tuan? "
Ilyas hanya diam. Entah mengapa juga ia merasa bingung harus mengatakan nya mulai dari mana. Hahh sudahlah, ia akan mengatakan nya sebagaimana dirinya.
" Saat awal kau menikah, apakah dia memang seperti itu? " Yah pertanyaan ambigu keluar dari dalam mulut Ilyas membuat Mike garuk-garuk kepala.
Bagaimana apanya?
" Maaf tuan, tapi maksud anda yang bagaimana nya? " Dia bukan cenayang yang dapat membaca pikiran orang lain
Ilyas menatap datar Mike. Benar juga tak akan ada yang mengerti maksud ucapannya " Apakah Istri mu juga selalu menunduk dan tidak berani melihat mu? "
Mike langsung paham arah pembicaraan mereka. Ia memang memperhatikan istri tuannya yang selalu menunduk dan takut melihat suaminya sendiri.
" Tidak tuan. Mungkin karena kami memang sudah lama kenal."
Ilyas nampak mengangguk 'kan kepala. Mungkin saja, pikirnya
" Tapi, saat masih awal kami saling kenal, istri saya memang selalu menunduk. Katanya karena bukan mahram." Serunya lagi, dan yah kali ini Mike akan menceritakan kisah cinta nya.
" Bukan mahram? Tapi aku 'kan suaminya."
Mike semakin tersenyum senang. Untunglah sang tuan rupanya masih normal, ia kira tuannya penyuka batang karena tidak pernah mau berurusan dengan wanita.
" Kalau menurut pendapat saya, mungkin karena nyonya masih belum terlalu mengenal anda, pasti dia merasa canggung. Apalagi melihat masa lalu nyonya dan latar belakangnya yang sangat bertolak belakang dengan anda membuat nyonya sungkan." 'siapapun yang mengenal anda mungkin akan seperti nyonya bahkan lebih parah'
Ilyas meresap semua perkataan Mike. Benar juga yah, pikirnya
" Tuan apa anda menyukai nyonya? " Sontak Ilyas langsung mendongak melihat Mike dengan wajah yang tak mengerti.
" Tapi sepertinya anda memang menyukai janda yah tuan. Iya si, perawan memang menggoda tapi janda lebih menarik." Celetuk Mike
Ilyas menatap datar salah satu asisten nya yang memang mempunyai sifat yang unik, menurutnya " Pulanglah. Istrimu menunggu mu."
Mike tersenyum " Baik tuan. Kalau begitu saya permisi."
Setelah kepergian Mike, Ilyas pun ikut keluar dari ruangannya. Sudah hampir jam 10, mungkin wanita sudah tertidur, pikirnya.
Di perjalanan ia bertemu dengan bu Mega " Selamat malam tuan." Membungkuk hormat seperti biasa.
Tak mengindahkan " Bagaimana? Apakah wanita itu memakannya sampai habis? " Ia malah bertanya.
Bu Mega mengangguk " Iya tuan. Nyonya memakan makanan nya sampai habis."
Tanpa banyak bicara, Ilyas kembali melanjutkan langkah menuju ke kamar. Sedangkan Bu Mega tersenyum dengan perhatian kecil yang di berikan Ilyas kepada Dian.
Ceklek..
Dibukanya kamar tersebut. Tak ada siapapun di dalam, dengan menyerngit kan dahi Ilyas masuk " kenapa dia tidur di sofa? " Menatap heran kearah Dian yang tertidur di sofa dengan masih menggunakan hijab.
Sedangkan Dian waktu beberapa jam sebelumnya.
Wanita cantik tersebut ingin tidur, namun ia bimbang. Apakah tidur di ranjang, atau di sofa?
" Kalau aku tidur di ranjang, bagaimana dengan tuan Ilyas? Pasti aku kena marah lagi." Mengambil selimut lebih dari dalam lemari.
" Ah.. sudahlah, mending tidur di sofa ajah." Duduk di sofa. " Masya Allah, Sofanya ajah seempuk ini. Ini mah pasti aku bisa tidur nyenyak nih." Menaruh bantal lalu memukul-mukul bantal tersebut
" Gak usah lepas hijab yah. Aku masih Canggu soalnya." Gumam Dian berbicara pada dirinya sendiri dan memutuskan untuk tidur di sofa.
Kembali ke Ilyas
Pria tersebut berlutut tepat di depan wajah Dian " Apa dia tidak panas? " Memegang hijab " Wajahnya sangat manis saat tertidur." Entah dia kerasukan apa, tapi Ilyas pun heran akan dirinya yang selalu ingin memperhatikan Dian.
Hendak memegang wajah Dian namun tiba-tiba. " Ah! Gila! " Berdiri sembari mengusap wajah kasar.
" Aku sudah gila." Menggerutu kesal lalu masuk kedalam kamar mandi. Tak lama ia keluar dengan sudah memakai piyama tidur. Kembali di lihat Dian yang tertidur di sofa dengan lelap.
Mencoba untuk cuek dan naik keatas ranjang. " Terserah dia. Dasar wanita bodoh, ada ranjang tapi lebih memilih tidur di sofa." Kembali menggerutu lalu menarik selimut dan memejamkan mata.
Untung saja sofa yang di gunakan Dian tidur adalah sofa tidur yang memang luas untuk tubuh mungilnya. Jadi Ilyas tidak terlalu ambil pusing kalau-kalau wanita itu terjatuh.
.
.
TBC
Follow ig othor🤭😅🙏 \=> HimaSun_05
Jangan lupa tinggalkan jejak kalian. Like komen dan votenya 😘 banyakin hadiah nya juga biar othor tambah semangat nulis nya ✌️
...Subscribe yah manteman😖...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 87 Episodes
Comments
sinti
lanjut kak semangat 💪💪💪
2022-12-11
0
Shanty Rizhan
semangaatt thoorr,,💪
2022-12-11
0
Jahroh Fatimah
lanjutkan thooorrr
2022-12-11
0