...~Menangislah......
...jika itu menenangkan mu, menangislah sekencang-kencangnya Teriakan duka dan kecewa mu. Menangis adalah tanda bahwa kita bahkan lebih kuat dari dugaanmu...
...lalu, tersenyumlah untuk meredakan pilumu, itu akan lebih baik....
...Sebab, hujan tidak turun kelabu awan digantikan Pelangi~...
.........
Dua Minggu berlalu semenjak acara hakikat dan sindir menyindir yang terjadi di rumah mertuanya. Dian tak pernah mengatakan apa yang ia alami waktu itu. Wanita cantik itu takut rumah tangganya berantakan hanya karena ia sering mengadu.
Biarlah Dian menyimpan semuanya sendiri, lagipula dia juga sudah biasa. Dari dulu, Dian selalu mengalah saat di panti asuhan. Wanita itu benar-benar tak pernah merasa mempunyai sesuatu yang memang ia miliki sebab semuanya harus dibagi.
Siang ini Dian tidak membuka warung. Bahan-bahan untuk jualan habis, mau tidak mau Dian harus membeli bahan-bahannya lagi.
Setelah kepasar, rupanya pasar tutup karena terlalu becek dan beberapa gardu rusak akibat angin dan hujan semalam. Dian pun memutuskan ke supermarket, walaupun bahan-bahan disana tidak segar. Namun mau bagaimana lagi Dian tetap haru jualan 'kan.
Setelah membeli semua keperluannya, Dian keluar dari supermarket. Wanita berhijab yang selalu menjadi pusat perhatian karena wajahnya bak Barbie berjalan itu hendak menyebrang jalan untuk mencari angkutan umum.
Di seberang jalan ada sebuah cafe. Dian menunduk menyebrang untuk ke depan cafe, disana lebih mudah menyetop angkutan umum.
Namum, langkah Dian terhenti di tangah zebra cross saat melihat pemandangan di balik kaca cafe tersebut.
Deg...
" M.. mas Malik." Lirih Dian. Lututnya seakan lemas, dadanya berdetak begitu kencang, matanya memanas melihat sang suami yang ia cintai tengah bersama seorang wanita.
Dimana tangan suaminya menggenggam erat tangan wanita cantik tersebut dengan tersenyum manis. Keduanya nampak sangat harmonis bagaikan pasangan kekasih. Dian tak bisa melihat wajah wanita Tersebut sebab wanita itu memunggungi jendela.
Dian mematung di tempat. Pikiran nya seakan kosong. Dadanya bergemuruh ingin segera menghampiri Suaminya dan mencari penjelasan, namun pikiran buruk menghantam.
Bagaimana jika tebakannya benar? Apa yang akan ia lakukan.
Sampai tiba-tiba..
Tit..
Tit..
Tit..
" Mbak, awas mbak.. jangan ngalangin jalan! " Seru beberapa pengendara. Lampu merah sudah berevolusi menjadi lampu hijau.
Dian tersadar " ah.. maaf.. Maafkan saya." Segera berlari ke sisi jalan, tepat nya di sisi cafe. Sengaja ia kesana ingin melihat lebih jauh.
" Mas Malik.. tidak mungkin 'kan mas.." lirihnya lagi dengan suara yang amat sedih. Terlihat bagaimana tadi suaminya mencium punggung tangan wanita cantik yang entah siapa tersebut.
Dian mencoba menelpon sang suami, dan Melihat apakah suaminya jujur atau tidak. Sambungan pertama, tak di angkat. Terlihat Malik hanya melihat sekilas ponselnya dan tidak mengangkat lalu kembali bercengkrama dengan wanita Tersebut.
Sekali lagi Dian menelpon. Sudah dari tadi wanita cantik itu menggenggam erat ponselnya, kenapa suaminya tidak mengangkat dan malah asik dengan wanita lain?
Sampai di seberang terlihat Malik menggeram kesal lalu berpamitan pada wanita yang mempunyai rambut sebahu tersebut. Malik sedikit menjauh dan mengangkat teleponnya
" Assalamu'alaikum dek." Suara yang lembut terdengar dari seberang. Dian sudah hampir menangis namum mencoba untuk kuat.
" Wa'alaikum salam, mas."
" Ada apa Dek? Tumben nelpon."
" Enggak mas, Dian cuman pengen tanya. Nanti mas pengen dimasakin apa, biar Dian beli bahan masakan nya dulu."
Malik terlihat membalik dan melihat wanita yang bersamanya tadi lalu melempar senyum " Wah asik tuh. Tapi maaf dek, sepertinya nanti mas lembur, jadi gak bisa makan malam bareng." Sungguh sangat hebat berakting
" Yah... Lalu mas makan apa dong? Jangan makan yang sembarangan loh mas. Atau bagaimana kalau nanti Dian pergi ke kantor mas..__" belum sempat Dian menyelesaikan perkataannya.
" Gak perlu dek.. gak perlu. Nanti mas beli di luar ajah, higenis kok." Potong Malik terlihat panik di dalam cafe namun dari nada suara Sangat tenang.
Setelah beberapa percakapan singkat mereka pun mengakhiri sambungan telepon
Lagi-lagi Dian merasakan sesak saat melihat suaminya kembali duduk. Sekarang ia duduk di samping wanita itu, dan terlihat wanita tersebut merangkul lengan Malik lalu mencium pipi suaminya.
Tak ingin berlarut-larut, Dian segera mengambil ponsel dan memotret kejadian yang membuat dadanya sakit. Setelah itu, ia segera melenggang dari sana.
.........
Waktu sudah hampir tengah malam namun Malik belum juga pulang. Dian menjadi sangat khawatir. Bagaimana jika memang benar Malik selingkuh? Atau bagaimana jika Malik mengalami sesuatu yang berbahaya sekarang?
Duduk diruang tamu, Dian mencoba menelpon sang suami.
Tut.. tut.. tut..
" Iya, Assalamu'alaikum dek." Kali ini hanya beberapa bunyi akhirnya di jawab
" Wa'alaikum salam mas. Mas masih lama lemburnya? "
" Mungkin. Kayanya besok mas baru bisa pulang dek." Terdengar sangat kecewa di seberang
Dian manggut-manggut. Ia sangat ingin menanyakan mengenai yang tadi siang namun wanita itu takut menghadapi kenyataan.
" Emm mas udah makan? "
" Iya udah. Adek sendiri udah makan? "
Dian mengangguk " Udah mas. Oh yah mas, tadi siang mas ngapain ajah."
Yang di seberang terdiam " Kenapa dek? Yah pasti kerjalah. Seharian ini mas cuman di kantor."
Deg...
Sungguh sekarang hati Dian seakan diremas. Sakit.. sangat sakit.. " Ah enggak mas. Cuman penasaran doang. Yaudah mas, Dian ingin tidur dulu." Suaranya sudah sedikit bergetar, tangan yang memegang ponsel pun seakan sudah tak punya tenaga untuk di genggam.
" Iya Assalamu'alaikum."
" Hmm, Wa'alaikum salam." Tangannya seakan lemas, ponsel yang tak punya salah apapun itu jatuh bebas diatas sofa.
" Mas.. kenapa mas.. kenapa kau bohong sama Dian? Hiks.. sebenarnya apa yang kurang dari Diann... " Akhirnya tangis yang sedari siang ia tahan tumpah juga.
Ia kecewa, putus asa. Pernikahan impian nya seakan runtuh begitu saja dengan sedikit goncangan. Dian menangis dalam diam, dadanya sangat sesak.
Bug.. bug.. bug..
Memukul-mukul dada yang sangat sakit terasa " Sakit... Mas kenapa kamu sejahat ini hiks.. hiks.." tak bisa mengeraskan tangis karena rumahnya yang berada di dalam kompleks takut nya nanti para tetangga mendengar tangisannya.
.........
Perlahan-lahan Dian membuka mata, sangat berat matanya untuk terbuka. Ia terbangun dan melihat disekitar. Rupanya Dian tertidur di sofa ruang tamu. Bahkan bajunya belum diganti, kerudung masih melekat di kepala.
" Ah.. kepala ku sakit.." sangat susah membuka mata, dipastikan matanya bengkak sudah menangis.
Dian meniti ruangan. Ah rupanya ia tertidur di sofa ruang tamu karena kelelahan sudah menangis. Terdengar suara adzan subuh berkumandang.
Dianra perlahan-lahan bangkit lalu memeriksa keluar. Betapa kagetnya Dian saat pintu rumah rupanya tidak dikunci. Untung saja tidak ada pencuri yang Masuk.
Diluar belum ada tanda-tanda motor Malik, berarti suaminya memang benar-benar belum pulang. Dengan langkah yang lesu nan gontai Dian masuk kedalam kamar untuk berudhu lalu Sholat subuh.
.
.
.
Jam menunjukkan pukul 9, suara motor terdengar dari luar. Dianra yang kala itu sengaja tak ke warung menghampiri keluar melihat suaminya datang.
" Eh.. gak ke warung dek? " Seru Malik saat akan masuk ia melihat istrinya sudah ada di depan pintu dengan senyuman manis seperti biasa.
Dian mencoba untuk bersikap santai dan seperti biasa " Assalamu'alaikum mas." Mencium tangan kanan Malik
Seperti biasa pula, Malik mencium kening Dian " Wa'alaikum salam." Ciuman yang selalu membuat bahagia, entah mengapa kini seakan Dian enggan untuk menerima ciuman tersebut.
" Masuk mas, Dian udah siapin makanan kesukaan mas." Seperti tak pernah terjadi sesuatu, Dian membawa tas Malik masuk kedalam
Malik tersenyum " Hoaaammm gak usah dek, mas capek pengen tidur." Serunya lalu Langsung masuk kedalam kamar.
Dian mengikuti dari belakang. Melihat nanar punggung tegap suaminya yang dulu ia sempat berpikir punggung tersebut adalah punggung tempatnya berlindung, namun sekarang semuanya runtuh. Punggung yang pasti akan selalu menyakiti hati Dian
Malik Langsung merebahkan tubuh diatas ranjang, terlihat begitu kelelahan. Padahal kerjanya hanya bersama wanita yang bukan mahram.
Seperti biasa, Dian terkekeh melihat tingkah sang suami. Mencoba untuk menutupi kesedihan " Mas buka dulu kemejanya. Sini biar Dian cuci."
" Bukain dek." Menutup mata. Dian menghela nafas panjang, lalu membuka kemeja Malik sedikit susah.
Setelah itu membawanya ke mesin cuci di dapur.
Deg..
Air mata Dian turun lagi, ia melihat tanda lipstik di kerah baju dan dada kemeja tersebut. Tercium aroma parfum lain dari kemeja itu
" Ya Allah mas..." Menutup wajah menggunakan kemeja putih tersebut, suaranya bergetar. Tidak! Seluruh tubuh bergetar, hatinya sakit seakan-akan ia akan hancur
" Sebenarnya apa yang membuat mu seperti ini.. hiks.. hiks.."
" Jika memang kau tidak puas dengan ku katakan mas, kita bicarakan baik-baik." Walaupun sebenarnya Dianra tak ingin pernikahan nya hancur begitu saja. Apalagi jika hanya melawan seorang pelakor yang sama sekali bukan mahram suaminya, Dian yakin masih bisa menghadapi nya.
.
.
TBC
Follow ig othor🤭😅🙏 \=> HimaSun_05
Jangan lupa tinggalkan jejak kalian. Like komen dan votenya 😘 banyakin hadiah nya juga biar othor tambah semangat nulis nya ✌️
...Subscribe yah manteman😖...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 86 Episodes
Comments
Evi
yg sabar
2022-12-06
0
Rita
baca smpe sini siap2 ikut sakit hati tp gpp dian othor sdh sediain pengganti yg lbh baik😎
2022-12-06
2
sinti
lanjut kak semangat
2022-12-06
2