...~Jika kesendirian adalah tanda kesedihan, mungkin bulan tidak akan lebih terang dari bintang-bintang~...
..........
Sarah membuang nafas kasar. Ia ingin membalas tapi Dianra menang telak dengan perkataannya " iya.. iya.. terserah kamu deh cantik." Dianra kembali tertawa melihat tingkah laku sahabat nya.
Seakan tersihir dengan senyuman Dian yang sangat manis dan cantik membuat siapapun yang melihat pasti betah " Kamu benar-benar cantik Di. Aku yakin kalau aku pria, udah dari dulu aku lamar. Sumpah dah."
" Hahaha kamu berlebihan."
Memutar bola mata malas. Ini nih, sahabatnya terlalu polos dan tidak tahu kelebihan nya sendiri. Padahal Sarah sangat yakin, Dianra pasti bisa mendapatkan pria yang lebih tampan dan kaya dari Malik. Namun apalah daya jika takdir sudah berbicara, Bahkan Sarah pun tak akan bisa melakukan apa-apa.
" Kenapa kamu gak jadi selebriti ajah Di? Atau jadi model pakaian syari'ah? " Melihat kecantikan serta senyuman Dian yang bagaikan rembulan di malam hari, tentu wanita itu pasti akan terkenal.
" Aku gak suka jadi sorotan. Apalagi untuk terkenal, itu tidak mungkin." Jawab Dianra jujur. Memang benar, Dianra sangat anti kamera.
" Huh! Kau seperti orang primitif."
" Hahaha kamu memang menghibur, Sarah. Lebih dari badut."
Sarah berdecak kesal " Iya.. iya.. aku yang paling lucu. Yaudah aku pulang dulu yah, pengen lanjut tidur." Menaruh uang berwarna ungu di atas meja
Tangan lentik Dianra mengambil uang tersebut " Hati-hati, rezeki mu di patok ayam."
" Sini, biar ayam nya aku goreng." Sekali lagi Dianra tertawa mendengar perkataan Sarah. Setelah mengucap salam, Sarah pun pergi dari sana.
Dianra kembali sibuk dengan aktivitas nya. Ada beberapa pelanggan setia yang selalu datang. Yang penting para ojol sangat suka mangkal di warung Dianra membuat warung itu sangat jarang sepi.
Para pelanggan juga suka dengan Dianra yang cantik, baik, lemah lembut, Sholehah, senyumannya yang bagaikan mentari di siang hari, begitulah mereka menggambarkan Dianra. Namun sayangnya wanita cantik itu sudah bersuami.
Sekarang sudah sepi. Dian bersiap-siap ingin menutup warung
" Hmm mobil siapa itu? " Melihat sebuah mobil berwarna hitam melewati warung. Setahu Dian, tak ada satupun warga di kompleks ini yang mempunyai mobil sebagus itu.
Mengangkat kedua bahu. Ia tak ingin memikirkannya, lagi pula Dian sama sekali tak berminat dengan mobil ataupun barang-barang mewah.
.........
Masih dengan menggunakan mukenah, Dianra merebahkan tubuh setelah Sholat isya. Di ambilnya ponsel yang ada diatas meja. Niat hati ingin menelpon sang suami
" Halo, assalamu'alaikum mas."
" Wa'alaikum salam, dek. Udah kangen yah? " Terdengar gombalan seperti biasa yang keluar dari mulut manis Malik
Dian tertawa kecil " apa sih mas. Mas udah sampe?"
" Alhamdulillah iya udah dek. Adek sendiri udah dirumah 'kan? "
" Iya udah. Mas Jangan lupa istirahat yang cukup. Jangan lupa makan." Nasehat yang selalu Dian sampaikan kepada Malik
" Siap istri cantikku."
Mereka pun melanjutkannya obrolan manis yang penuh kerinduan ala pengantin baru.
Setelah menutup sambungan telepon, Dian kemudian melepas mukenah yang ia gunakan " mas Malik sepertinya sangat lelah." Menghembuskan nafas kasar. Bisa terdengar suara suaminya yang nampak lelah namum masih berusaha untuk terlihat ceria di hadapan sang istri.
Hari kepulangan Malik dari keluar kota pun tiba.
Dian sengaja tak pergi ke warung hari ini demi menyambut kepulangan Malik. Wanita itu sudah menyiapkan beberapa makanan kesukaan suaminya.
Bunyi suara motor yang sangat dikenali terdengar diluar. Dengan langkah cepat Dian menuju keluar rumah
" Mas Malik." Seru Dian dengan wajah yang sangat gembira
Malik tersenyum " Assalamu'alaikum dek."
" Wa'alaikum salam." Mencium tangan kanan suaminya dan lagi-lagi dihadiahi kecupan manis di kening
Dian mengambil tas suaminya. Mereka pun berjalan masuk kedalam rumah " Mandi dulu yah, Dian udah siapin makanan kesukaan mas." Inilah yang disukai Malik dari Dian. Wanita yang sangat perhatian yang mampu membuat nya meleleh.
Malik hanya mengangguk, sebenarnya ia juga sangat amat lelah. Namun tidak mungkin Malik tidur tanpa membersihkan badan, belum lagi perutnya yang memang sedari tadi minta di isi semenjak di bandara.
Setelah mandi, Malik kembali keluar. Terlihat istrinya yang sudah tersenyum manis sedang menata makanan. Malik pun duduk dimeja makan
" Wah... Makan besar nih."
Dian tertawa kecil " Menyambut kepulangan mu mas." Lalu membalik piring. Dian dengan sigap melayani Malik. Setelah itu mereka makan dengan saling melempar gombalan dan candaan seperti biasa.
Kembali ke kamar, keduanya sudah ingin tidur. Sebelum itu, tentu saja mereka pasti akan melakukan ritual malam ala pengantin baru.
" Minggu depan kita ke rumah umi yah. Keluarga besarku akan datang. Anak bungsu bang Taufiq akan di hakikat." Mengusap punggung polos Dian yang tengah ia peluk
Dian mengangguk " Iya mas." Jawabnya. Walaupun ada rasa tegang saat ingin bertemu dengan keluarga besar suaminya. Dian masih ingat saat menikah dulu, ada beberapa orang dari keluarga Malik yang menatap tak suka kepada nya. Namun Dian tak ingin membantah perkataan Malik
.........
" Cepat dek, kita segera berangkat." Seru Malik menstatar motor. Hari ini mereka akan pergi ke rumah umi Halimah dan abi Aburizal.
Dian datang dari dalam rumah " Iya mas." Menghampiri sang suami " Kita gak perlu bawa buah tangan mas? "
" Gak usah. Acara hakikat nya udah mau mulai." Dian hanya mengangguk dan naik keatas motor.
Hanya beberapa menit mengendarai motor, akhirnya mereka sampai di sebuah kawasan pesantren.
" Nanti diam ajah yah, kalau misalkan beberapa kerabat ku ngomong yang aneh-aneh." Ucap Malik melangkah bersama Dian menuju ke rumah dua tingkat tersebut.
Dian yang memang dari dulu penurut hanya mengangguk " iya mas." Sambil menjawab. Walaupun sebenarnya ia sedikit bingung dengan perkataan aneh yang dimaksud Malik. Namun tiba-tiba Dian mengerti perkataan aneh apa yang dimaksud sang suami.
Malik tersenyum, inilah salah satunya keuntungan menjadikan Dian istri. Dian adalah wanita penurut yang takut berdosa jika membantah perkataan suami, karena itu Dian akan selalu menurut.
" Assalamu'alaikum." Salam Dian dan juga Malik
" Wa'alaikum salam." Terlihat sudah ada banyak orang disana
" Masuk nak Dian. Malik bantu Abi sama abang disana." Menunjuk abi Aburizal dan Taufik yang tengah mengerjakan sesuatu
Malik menurut lalu mengikuti perkataan uminya. Dian juga ikut membantu umi dengan memasak beberapa makanan untuk acara hakikat nanti bersama para tetangga dan juga beberapa kerabat keluarga suaminya.
" Cantik banget menantu mu umi Halimah." Ucap seorang tetangga seusia umi Halimah
Umi Halimah tersenyum " Tentu saja, pilihan Malik memang tidak salah. Coba lihat, sangat cantik 'kan. Nanti cucu ku pasti akan sangat cantik atau tampan juga." Yang dibicarakan hanya tersenyum malu-malu dengan wajah yang memerah.
" Oh yah, kamu belum isi Dian? Bukannya sudah lumayan lama kalian nikah? Kalian tidak menundanya 'kan." Seorang kerabat dari keluarga Malik, sebut saja tante Sesi menyahut
" Gak nunda kok tante, Dian sama mas Malik cuman ikut alur ajah." Jawab Dian dengan tutur kata yang halus
Mereka semua ber-oh ria " Tapi kenapa sampe sekarang belum isi? Jangan-jangan kamu mandul." celetuk anak Tante Sesi, sepupu Malik sebut saja Dewi.
Mereka semua terdiam. Wajah Dian langsung berubah murung, wanita itu sedikit menunduk. Inilah Perkataan aneh yang dikatakan sang suami tadi.
Jujur saja, Dian sudah beberapa kali memeriksa namun tetap saja garis yang muncul hanya satu. Mana dua Minggu yang lalu ia sempat datang bulan.
" Husttt mulutmu Dewi dijaga. Jangan mengatakan hal buruk. Umi yakin semuanya pasti punya waktu." Bela umi Halimah. Tentu saja ia juga khawatir akan perkataan Dewi, namun wanita paruh baya tersebut tidak ingin membebani menantunya
Mengelus punggung tangan sang menantu yang sedang mengupas bawang " Jangan dipikirkan. Berdoa ajah semoga cepat jadi."
Dian tersenyum " Aamiin." Jawabnya kemudian.
" Yah tapi aku 'kan hanya mengatakan apa adanya umi." Dewi seakan tidak Terima di tegur
" Terima kasih mbak Dewi, tapi aku sama mas Malik ikut takdir ajah. Kalau memang Allah belum mengizinkan mau bagaimana lagi, kita sebagai hamba-Nya tidak bisa menentang kehendak-Nya." Dengan suara yang sangat lembut Dian mengatakan nya
Umi Halimah melihat sedih kearah menantunya. Beribu-ribu kata maaf ia lontarkan dalam hati
Mereka semua terdiam lalu melanjutkan berbincang namun tidak membahas mengenai kehamilan atau bayi lagi, agar tidak menyinggung seseorang.
Dian sadar ia pasti sudah jadi artis dikalangan kerabat keluarga suaminya. Dirinya akan selalu dibicarakan dimana-mana, baik yang benar atau yang buruk. Namun Dian tak ingin ambil pusing, di adukan ke Malik juga suaminya tak bisa berbuat banyak.
Dian pernah melakukan nya namun Malik hanya mengatakan agar jangan terlalu ambil pusing. Yang menjalani kehidupan rumah tangga 'kan kita, bukan mereka. Begitulah perkataan Malik waktu Dian mengadu.
Karena itu Dian akan diam sesuai perkataan Malik.
.
.
TBC
Follow ig othor🤭😅🙏 \=> HimaSun_05
Jangan lupa tinggalkan jejak kalian. Like komen dan votenya 😘 banyakin hadiah nya juga biar othor tambah semangat nulis nya ✌️
...Subscribe yah manteman😖...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 86 Episodes
Comments
Alula Shahin Lashirania
ini lanjutannya dentrix gak sih kak
2023-01-20
1
Evi
semangat
2022-12-06
1
sinti
lanjut kak semangat
bagus ceritanya
2022-12-06
2