Anjas menjatuhkan tubuhnya di atas ranjang, sungguh dirinya sangat lelah setelah dua minggu ini terus berjalan ke sana ke mari untuk menuruti kemauan Tari.
Walau sebenarnya dia juga merasa senang dengan kegiatan bukan madu kali ini. Akan tetapi, setelahnya rasa lelah pun baru terasa saat dirinya sampai di rumah, hingga tanpa sengaja mencari kesalahan Rina dan menjadikan Rina sebagai pelampiasan.
"Apa aku terlalu kasar padanya?" gumam Anjas sambil menerawang perlakuannya pada Rina beberapa saat yang lalu.
"Tersrahlah! Sekarang lebih baik aku istirahat dulu." Anjas menjawab pertanyaannya sendiri, kemudian meletakkan satu tangannya di atas kening sambil mulai menutup matanya.
Tidak membutuhkan waktu lama, Anjas sudah terlelap mengarungi alam mimpinya.
Sementara itu, setelah Rina merasa dirinya lebih tenang, dia langsung mencoba masuk ke kamar tempat suaminya tidur. Dia bisa melihat suaminya tergeletak di atas tempat tidur dengan sangat sembarangan.
"Benarkan, Mas Anjas pasti begitu karena terlalu lelah," ujar Rina sambil masuk ke kamar.
Mungkin itu hanya sebuah kata untuk menghibur hatinya sendiri. Tetapi, setidaknya dengan begitu dirinya bisa mengatur rasa kecewa karena sikap Anjas padanya.
Rina berjalan menghampiri Anjas, kemudian duduk di sisi ranjang. Dia tatap wajah lelap sang suami yang menikahinya lebih dari enam bulan yang lalu.
Perlahan tangannya menyisir rambut Anjas yang tampak berantakan, kemudian turun membeli wajah yang selalu dia bayangkan sejak ijab kobul dilangsungkan.
Rasanya begitu nyaman dan senang saat melihat suaminya tertidur di rumahnya, walau mungkin itu tidak akan berlangsung lama.
Perhatian Rina kini beralih pada kaki Anjas yang masih memakai sepatu. Dia kemudian beranjak lalu melepaskan sepatu dari kaki suaminya dengan sangat hati-hati, takut mengganggu tidur Anjas.
Rina pun menyelimuti Anjas sebelum akhirnya beranjak dari sana. Dia kembali ke sisi suaminya, kemudian sedikit mencondongkan tubuhnya, hingga mulutnya berada di depan telinga Anjas.
"Maaf ya, Mas. Aku membuat kamu kesal tadi. Aku tau kamu melakukan itu tidak sengaja karena lelah."
Rina mengusap pelan wajah Anjas kemudian mengecupnya di kening sebelum akhirnya beranjak dan pergi dari kamar itu.
Sore pun datang, Rina kini asik berkutat di dapur dengan berbagai bahan masakan yang tersedia di depannya. Peluh pun tampak terlihat membentuk bulir di keningnya, menandakan dia sudah cukup lama berada di sana.
Hingga tidak lama kemudian semua hidangan sudah tersaji dengan cantik di meja makan. Tatapan puas dan senyum lebarnya terus terukir di wajah polosnya.
"Semuanya sudah sempurna, kini giliran aku yang bersiap," ujar Rina sambil mencium tubuhnya sendiri.
"Uh!" Rina mengibaskan tangannya di depan wajah sambil mengerutkan hidungnya, kemudian berjalan menuju kamar untuk membersihkan diri sekaligus membangunkan Anjas.
Sementara itu, beberapa waktu lalu di kamar, Anjas terbangun saat aroma harum masakan mengusik indra penciumannya, dia tentu tahu benar itu wangi masakan siapa.
"Apa ini sudah malam? Kenapa Rina tidak membangunkan aku?" tanya Anjas sambil melihat ke arah jendela yang sudah terlihat gelap.
Anjas cepat bangun dan duduk di ranjang, dia baru sadar kalau tubuhnya sudah terbalut oleh selimut. Padahal dia ingat waktu tidur dirinya tidak memakai selimut sama sekali, bahkan dia juga tidak sempat untuk membuka sepatunya.
"Ini pasti, Rina," tebak Anjas.
Padahal memang mau siapa lagi yang memperhatikannya di rumah ini, selain Rina? Anjas bahkan tidak memberikan pembantu untuk membersihkan rumah, di sana Rina mengurus semua keperluan rumah sendiri.
Perlahan Anjas menurunkan kakinya yang sudah berbalut kaus kaki yang berbeda.
Ya, Anjas terbiasa tidur dengan menggunakan kaus kaki, Rina sudah mengetahui itu, karena setiap kali Anjas pulang ke kampung, semua keperluannya selalu disiapkan oleh istrinya.
"Dia masih melakukannya?" Anjas tersenyum melihat tidak ada perlakuan yang berbeda dari Rina, dia bahkan bisa melihat sudah ada sandal rumah yang siap untuk dirinya pakai di samping ranjang.
"Sepertinya aku memang harus minta maaf padanya," gimam Anjas sebelum kemudian beranjak dan pergi ke kamar mandi.
.
Rina hendak membuka pintu saat tiba-tiba pintu ditarik dari arah dalam, hingga membuat Rina terbawa dan hampir saja jatuh terjerembab ke depan.
"Astagfirullah!" Rina memekik, terkejut dengan apa yang hampir terjadi padanya.
"Rina!" Anjas yang membuka pintu dan tidak sadar akan keberadaan Rina, langsung sigap untuk menahan tubuh istrinya hingga Rina terselamatkan dari kecelakaan dadakan itu.
Kini posisi keduanya seperti orang yang sedang berpelukan dengan tangan Rina yang bertumpu di dada Anjas, sedang kedua tangan Anjas melingkar di pinggang Rina.
"Maaf, Mas. Aku gak tau kalau, Mas, juga mau membuka pintu," ujar Rina sambil berusaha menegakkan lagi tubuhnya.
"Kamu gak apa-apa, Rin?" tanya Anjas, sambil membantu istrinya yang tampak sangat terkejut.
Rina menggeleng, untuk sesaat mata keduanya sempat bertaut seolah saling mengungkapkan apa yang ada di dalam hati yang terdalam masing-masing.
Rina bisa melihat ada kekhawatiran di mata Anjas, dia cukup senang mengingat semua itu menandakan kalau Anjas masih memedulikannya.
"Kamu mau ke mana?" tanya Anjas, setelah dia memutuskan tautan mata keduanya.
"A–aku mau bersih-bersih, Mas," jawab Rina dengan mata yang tidak pernah lepas dari wajah suaminya.
"Oh iya, aku juga sudah menyiapkan makan malam. Kita makan malam bareng ya ... tapi, aku mandi dulu sebentar. Mas, mau kan nunggu aku?" Rina memberi informasi tentang rencananya, sebelum Anjas berkata apa pun.
Tidak menyangkal jika rasa khawatir jika Anjas akan segera berpamitan untuk kembali pada Tari kini menjadi sesuatu yang menakutkan bagi dirinya.
Anjas bisa melihat sorot penuh harap di mata Rina. Sebenarnya ada rasa iba dan bersalah di dalam hatinya, atas semua yang terjadi pada Rina beberapa bulan terakhir in, walau Anjas selalu menepisnya dan menganggap itu tidak penting.
Akhirnya Anjas pun mengangguk, membuat senyum Rina terbit semakin lebar, dengan mata yang penuh dengan binar bahagia.
"Terima kasih, Mas. Aku janji gak akan lama," ujar Rina penuh semangat, kemudian segera masuk ke kamar, meninggalkan Anjas yang menatap wanita itu dengan tatapan yang rumit.
Anjas memilih menunggu di ruang tengah, sambil memainkan ponsel pintarnya. Hingga tiba-tiba sebuah telepon dari Tari mengejutkannya.
"Astaga, bagaimana ini? Apa aku harus menjawabnya?" Anjas tampak bingung sendiri saat panggilan dari istrinya itu terus berulang.
"Tapi, kalau aku jawab, aku harus bilang apa?" sambung Anjas lagi, semakin dibuat prustrasi.
"Baiklah, aku jawab saja, semoga saja dia bisa percaya dengan alasan yang aku bilang." Anjas melihat ke arah pintu kamar, memastikan kalau Rina belum ke luar.
"Halo, sayang," sapa Anjas sambil beranjak menuju ke ruang depan untuk menghindari Rina.
"Kamu ke mana saja sih, sayang, kenapa belum pulang juga?" tanya Tari dengan nada kesal dan manja.
"Aku masih ada kerjaan yang harus dikerjain sama Hilman, sayang. Kamu sudah makan, hem?" tanya Anjas lembut.
Telepon pun berlanjut cukup lama, Anjas tampak membujuk Tari untuk tidak menunggunya karena malam ini dirinya pulang terlambat. Namun, sepertinya percakapan itu tidak menemukan titik temu hingga akhir.
Tanpa Anjas tahu sejak tadi Rina mendengar semua percakapannya dan Tari dari balik tembok dengan air mata yang hampir tumpah.
...****************...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 100 Episodes
Comments
guntur 1609
rina yg bodoh. terlalu lemah. sesukanya anjas memperlakykanta kalau begitu sifat si rina
2023-05-05
0
Ganuwa Gunawan
jahat emen ya ini laki..
klu aku jdi s Rina..langsung ngomel ngomel sm s Anjas
2023-01-01
0
Hanipah Fitri
lanjut
2022-12-14
2