Bab.8 Tidak ada kabar

Sudah seminggu Rina berada di rumah baru itu. Akan tetapi, Anjas tidak pernah mendatanginya atau bahkan menghubunginya.

Rina juga sudah pernah mendatangi rumah Anjas untuk mencari suaminya. Akan tetapi, ternyata rumah itu kosong, hingga dirinya tidak mendapatkan jawaban apa pun.

Merasa putus asa, akhirnya dengan ragu Rina menghubungi Hilman untuk menanyakan keberadaan suaminya itu.

Namun, sepertinya menghubungi Hilman memang bukan solusi dalam masalahnya dan Anjas, karena ternyata Rina tidak mendapatkan jawaban apa pun dari sahabat suaminya itu.

"Aku tidak tau, Rin. Maaf." Hanya itu jawaban yang didapatkan oleh Rina dari Hilman.

"Hilman kan sahabatnya Mas Anjas, mana mungkin dia mau memberitahuku," gumam Rina begitu menutup telepon dan Hilman.

Kini Rina mencoba mencari Anjas menggunakan keajaiban internet, mulai dari facebook, instagram, bahkan tiktok, dia mencoba berbagai nama yang mungkin menjadi id suaminya di berbagai media sosial itu.

Setelah hampir setengah hari berkutat dengan ponsel di tangannya, akhirnya Rina mendapatkan id nama suaminya di dalam instagram. Akan tetapi, sayang sekali akunnya dikunci, hingga dia tidak bisa melihat apa yang ada di dalamnya.

Akhirnya Rina mencoba mencari nama Tari, untuk mencari tau keberadaan suaminya. Akan tetapi, dia juga tidak menemukan id nama istri sah suaminya itu.

Rina kehabisan ide, otaknya sudah buntu saat ini, dia berdiri kemudian berjalan mondar-mandir untuk mencoba mencari jalan keluar dari kegundahannya. Walau akhirnya selalu membuatnya menemui jalan buntu.

"Aku harus minta tolong pada siapa sekarang? Di kota ini, aku sama sekali tidak mempunyai teman ataupun saudara," keluh Rani bergumam sendiri.

Perut yang tiba-tiba terasa perih membuat dia menghentikan langkahnya dengan bibir meringis, dia melihat jam di ponselnya. Ternyata itu sudah pukul tiga sore, sedangkan dia hanya baru makan sarapan saja.

"Ah, kamu lapar ya, sayang. Maafin Mama ya, Mama lupa. Sekarang kita ke dapur ya, Mama akan masak untuk kita makan," ujarnya sambil mengelus lembut perut bagian bawahnya, sambil berbicara seakan janin di dalam perutnya bisa mendengar suaranya.

Rina masuk ke dapur, dia mencoba mencari bahan makanan, di setiap sudut. Akan tetapi, dia hanya menemukan mie instan, karena dia lupa berbelanja stok makanan buat di rumah.

"Ya ampun, aku lupa beli bahan makanan," gumamnya, sambil menahan perih di dalam perutnya.

"Untuk sekarang kita makan mi instan dulu, ya sayang. Setelah makan baru kita akan mencari super maret untuk membeli bahan makanan." Rina kembali berbicara pada janin yang ada di dalam perutnya, kemudian mengambil mi instan.

Biasanya setiap pagi dia akan berbelanja di tukang sayur keliling yang masuk ke dalam komplek perumahan itu. Akan tetapi, sepertinya pagi ini tukang sayur itu sedang libur, hingga dia tidak bisa berbelanja bahan makanan.

"Sudah jadi! Sekarang kita makan ini dulu ya, sayang. Nanti baru kita jalan-jalan sambil mencari makanan di luar," ujar Rina sambil duduk di meja makan kemudian bersiap untuk makan mi instan yang sudah dia sajikan di dalam mangkuk.

Walau ucapannya terdengar ceria, seolah tidak ada beban di dalam hidupnya. Akan tetapi, sebenarnya berulang kali Rina mendongakkan kepala untuk meredam air mata yang hampir saja tumpah.

Rina tersenyum sambil menghembuskan napas kasar, kemudian menyuapkan mi instan itu ke dalam mulutnya. Entah kenapa saat dia menguyahnya rasa sesak di dalam dada semakin menjadi, dia tidak bisa menahan air mata yang terlanjur lolos begitu saja.

"Aku kenapa sih? Bukannya aku sudah makan, lalu kenapa aku pake nangis segala?" ujarnya sambil mencoba tersenyum, seolah sedang menyemangati dirinya sendiri.

"Walaupun ini cuma mi instan tapi setidaknya aku masih bisa makan, dan tinggal di rumah yang cukup besar ini." Rina kembali berbicara sambil memukul pelan dadanya yang terasa sesak, matanya pun mengedar melihat rumah yang cukup besar dengan peralatan yang bagus.

Bayangan bagaimana Ibu suka memarahinya kalau makan mi instan terlalu banyak pun melintas di kepala.

"Mi instan terus, memangnya gak ada makanan lain selain mi instan, hah? Itu kan ada bahan masakan yang lain, kenapa kamu malah masak mi instan, Rina?!"

"Mi instan itu gak baik kalau kebanyakan dimakan, mending kamu makan nasi pake telor, daripada makan mi instan, Rina!"

Suara ocehan Ibu yang selalu memarahinya saat sudah makan lebih dari dua mangkuk mi instan dalam jangka waktu satu minggu, terdengar di telinga Rina, membuat Rina tidak bisa lagi menahan isak tangisnya.

"Maafin Rina, Bu. Rina tau, Ibu pasti akan marah kalau tau Rina makan mi instan saat sedang hamil begini," gumam Rina lagi.

Acara makan mi instan pun gagal, karena tenggorokan Rina sudah terlanjur terasa sesak hingga susah untuk menelan. Dia akhirnya meninggalkan sisa mi instan di meja kemudian beranjak menuju ke kamar untuk mengganti pakaian.

Rina memutuskan pergi ke luar, untuk mencari angin sekaligus berbelanja bahan makanan. Rumah besar itu terasa cukup sesak hingga sulit bernafas, seolah tidak ada pasukan udara di dalamnya. Dia ke luar dari rumah sekitar pukul lima sore.

Rina berjalan menyusuri jalan komplek sambil menikmati suasana sore hari yang mulai terasa sejuk, setelah seharian ini matahari bersinar terik. Sepanjang perjalanan dia melihat banyak anak-anak yang sedang bermain bersama, hingga langkahnya terhenti di sebuah taman komplek yang cukup ramai.

Tanpa terasa Rina melangkahkan kakinya ke dalam, dengan senyum yang merekah. Melihat banyak anak kecil yang tertawa selalu membuatnya tidak kuasa menahan senyum di bibirnya.

Duduk di salah satu bangku yang ada di sana, Rina tersenyum melihat keceriaan anak-anak itu, walau akhirnya satu per satu di antara mereka pun pergi, karena hari yang sudah mulai gelap.

Tanpa terasa adzan magrib sudah berkumandang di mesjid komplek, membuatnya beranjak kemudian memutuskan untuk mampir lebih dulu ke masjid untuk melaksanakan kewajibannya sebagai seorang muslim.

Setelah solat berjamaah di masjid komplek, Rina melanjutkan langkahnya menuju ke jalan utama, di mana dia akan mencari kendaraan umum untuk menuju ke super market terdekat.

Ternyata kalau ditempuh dengan berjalan kaki, jarak dari rumah menuju gerbang utama perumahan cukup jauh juga, Rina baru sadar semua itu, karena ini juga pertama kalinya dia berjalan kaki di komplek setelah pindah ke perumahan ini bersama Hilman beberapa waktu lalu.

Sampai di gerbang, Rina mememilih menghampiri penjaga untuk bertanya tentang tempat yang dia tuju.

Namun, belum sempat penjaga komplek itu menjawab, sebuah mobil berhenti di belakang Rina, kemudian menbuka kaca jendelanya.

"Rina?" Suara seseorang mengalihkan perhatian Rina, hingga dia langsung menoleh ke belakang.

"Loh, Bang Hilman?" sapa Rina, sedikit tidak percaya dengan kebetulan ini.

"Kamu lagi ngapain di sini?" tanya Hilman dari dalam mobil yang hanya membuka kaca jendelanya saja.

"Aku mau ke super market, mau belanja bahan makanan," jawab Rina seadanya.

"Ya sudah, ayo aku antar, kebetulan aku juga mau ke luar," ujar Hilman.

"Beneran, Bang?" tanya Rina memastikan.

"Iya, ayo masuk." Hilman membuka pintu mobil dari dalam.

"Kebetulan kalau begitu," ujar Rina sambil tersenyum senang.

"Pak, saya ikut sama Bang Hilman saja. Maaf mengganggu ya, Pak," sambungnya lagi pada petugas penjaga gerbang komplek itu.

Rina pun masuk ke dalam mobil Hilman sambil tersenyum senang, untuk sejenak dia bisa melupakan rasa sakit di dalam hatinya, hanya karena melihat kebahagiaan anak-anak dan tumpangan dari Hilman yang memang sedang dia butuhkan.

...****************...

Terpopuler

Comments

Ganuwa Gunawan

Ganuwa Gunawan

yang sabar ya Rin..

2023-01-01

1

Rice Btamban

Rice Btamban

tetap semangat

2022-12-11

2

Hany

Hany

ayo Hilman jangan sampai kamu di tuduh selingkuh dengan tari oleh anjas

2022-12-08

2

lihat semua
Episodes
1 Bab1. Kabar mengejutkan
2 Bab 2. Mata melihat, hati terluka
3 Bab 3. Bertemu
4 Bab 4. Tidak sadarkan diri
5 Bab 5. Bulan madu
6 Bab.6 Datang
7 Bab 7. Pindah
8 Bab.8 Tidak ada kabar
9 Bab.9 Belanja
10 Bab 10. Makan malam
11 Bab 11. Bulan madu
12 Bab 12. Rasa bersalah Hilman
13 Bab 13. Kedatangan Anjas
14 Bab.14 Perlakuan yang masih sama
15 Bab.15 Memilih Bersabar
16 Bab.16 Bersabar tidak harus menderita
17 Bab.17 Pagi penuh cinta.
18 Bab.18 Acara empat bulanan
19 Bab.19 Kecelakaan
20 Bab.20 Bubur ayam
21 Bab.21 Detak jantung
22 Bab.22 Tempat singgah
23 Bab.23 Dokter Arya
24 Bab.24 Lelah
25 Bab.25 Menikmati senja
26 Bab.26 Kabar buruk
27 Bab.27 Duka yang tidak disangka
28 Bab.28 Kepergian orangtua
29 Bab.29 Ingin lepas
30 Bab.30 Yang terakhir?
31 Bab.31 Keputusan
32 Bab.32 Wanita di balik pintu
33 Bab.33 Kritis
34 Bab.34 Berbanding terbalik
35 Bab.35 Pertemuan kembali
36 Bab.36 Ego dan kenyataan
37 Bab.37 Penyewa
38 Bab.38 Calon suami
39 Bab.39 Kebahagiaan semu
40 Bab.40 Apakah Anak Anjas
41 Bab.41 Menghindar
42 Bab.42 Menerima
43 Bab.43 Bukti
44 Bab.44 Keluarga Arya
45 Bab.45 Dewasa karena keadaan
46 Bab.46 Pelakor
47 Bab.47 Dampak
48 Bab.48 Sebuah rencana
49 Bab.49 Musuh
50 Bab.50 Bertengkar
51 Bab.51 Bangga
52 Bab.52 Cemburu
53 Bab.53 Menagih janji
54 Bab.54 Numpang makan
55 Bab.55 Pengakuan Hilman
56 Bab.56 Takut salah kostum
57 Bab.57 Panti asuhan
58 Bab.58 Teman masa kecil
59 Bab.59 Mengamuk
60 Bab.60 Sebuah pilihan
61 Bab.61 Kisah
62 Bab.62 Masa lalu
63 Bab.63 Sebuah kebenaran
64 Bab.64 Restu?
65 Bab.65 Berjuang bersama
66 Bab.66 Semangat Untuk Mantan
67 Bab.67 Disangka Pelayan.
68 Bab.68 Adik kesayangan
69 Bab.69 Wanita berbahaya
70 Bab.70 Kejutan yang dinantikan
71 Bab.71 Kebohongan kecil
72 Bab.72 Menjadi teman
73 Bab.73 Kejadian sesungguhnya
74 Ban.74 Hilman meminta penjelasan
75 Bab.75 Celaka
76 Bab.76 Orang tua sok tahu
77 Bab.77 Perhatian Arya
78 Bab.78 Sadar
79 Bab.79 Hanya rekayasa
80 Bab.80 Ada kemajuan
81 Bab.81 Resah
82 Bab.82 Restu
83 Bab.83 Malu
84 Bab.84 Pamit
85 Bab.85 Anggapan yang salah
86 Bab.86 Tamu tak diundang
87 Bab.87 Hampir saja
88 Bab.88 Rencana Arya
89 Bab.89 Maukah kamu menikah denganku?
90 Bab.90 Ancaman
91 Bab.91 Sah
92 Bab.92 Mati bersama
93 Bab.93 Merebut
94 Bab.94 Rindu Bintang
95 Bab.95 Aku mau ikut Mama
96 Bab.96 Di mana Arya
97 Bab.97 Kembali
98 Bab.98 Tenggelam dalam lautan obsesi
99 Bab.99 Sebab akibat
100 Bab.100 TAMAT
Episodes

Updated 100 Episodes

1
Bab1. Kabar mengejutkan
2
Bab 2. Mata melihat, hati terluka
3
Bab 3. Bertemu
4
Bab 4. Tidak sadarkan diri
5
Bab 5. Bulan madu
6
Bab.6 Datang
7
Bab 7. Pindah
8
Bab.8 Tidak ada kabar
9
Bab.9 Belanja
10
Bab 10. Makan malam
11
Bab 11. Bulan madu
12
Bab 12. Rasa bersalah Hilman
13
Bab 13. Kedatangan Anjas
14
Bab.14 Perlakuan yang masih sama
15
Bab.15 Memilih Bersabar
16
Bab.16 Bersabar tidak harus menderita
17
Bab.17 Pagi penuh cinta.
18
Bab.18 Acara empat bulanan
19
Bab.19 Kecelakaan
20
Bab.20 Bubur ayam
21
Bab.21 Detak jantung
22
Bab.22 Tempat singgah
23
Bab.23 Dokter Arya
24
Bab.24 Lelah
25
Bab.25 Menikmati senja
26
Bab.26 Kabar buruk
27
Bab.27 Duka yang tidak disangka
28
Bab.28 Kepergian orangtua
29
Bab.29 Ingin lepas
30
Bab.30 Yang terakhir?
31
Bab.31 Keputusan
32
Bab.32 Wanita di balik pintu
33
Bab.33 Kritis
34
Bab.34 Berbanding terbalik
35
Bab.35 Pertemuan kembali
36
Bab.36 Ego dan kenyataan
37
Bab.37 Penyewa
38
Bab.38 Calon suami
39
Bab.39 Kebahagiaan semu
40
Bab.40 Apakah Anak Anjas
41
Bab.41 Menghindar
42
Bab.42 Menerima
43
Bab.43 Bukti
44
Bab.44 Keluarga Arya
45
Bab.45 Dewasa karena keadaan
46
Bab.46 Pelakor
47
Bab.47 Dampak
48
Bab.48 Sebuah rencana
49
Bab.49 Musuh
50
Bab.50 Bertengkar
51
Bab.51 Bangga
52
Bab.52 Cemburu
53
Bab.53 Menagih janji
54
Bab.54 Numpang makan
55
Bab.55 Pengakuan Hilman
56
Bab.56 Takut salah kostum
57
Bab.57 Panti asuhan
58
Bab.58 Teman masa kecil
59
Bab.59 Mengamuk
60
Bab.60 Sebuah pilihan
61
Bab.61 Kisah
62
Bab.62 Masa lalu
63
Bab.63 Sebuah kebenaran
64
Bab.64 Restu?
65
Bab.65 Berjuang bersama
66
Bab.66 Semangat Untuk Mantan
67
Bab.67 Disangka Pelayan.
68
Bab.68 Adik kesayangan
69
Bab.69 Wanita berbahaya
70
Bab.70 Kejutan yang dinantikan
71
Bab.71 Kebohongan kecil
72
Bab.72 Menjadi teman
73
Bab.73 Kejadian sesungguhnya
74
Ban.74 Hilman meminta penjelasan
75
Bab.75 Celaka
76
Bab.76 Orang tua sok tahu
77
Bab.77 Perhatian Arya
78
Bab.78 Sadar
79
Bab.79 Hanya rekayasa
80
Bab.80 Ada kemajuan
81
Bab.81 Resah
82
Bab.82 Restu
83
Bab.83 Malu
84
Bab.84 Pamit
85
Bab.85 Anggapan yang salah
86
Bab.86 Tamu tak diundang
87
Bab.87 Hampir saja
88
Bab.88 Rencana Arya
89
Bab.89 Maukah kamu menikah denganku?
90
Bab.90 Ancaman
91
Bab.91 Sah
92
Bab.92 Mati bersama
93
Bab.93 Merebut
94
Bab.94 Rindu Bintang
95
Bab.95 Aku mau ikut Mama
96
Bab.96 Di mana Arya
97
Bab.97 Kembali
98
Bab.98 Tenggelam dalam lautan obsesi
99
Bab.99 Sebab akibat
100
Bab.100 TAMAT

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!