Sudah seminggu Rina berada di rumah baru itu. Akan tetapi, Anjas tidak pernah mendatanginya atau bahkan menghubunginya.
Rina juga sudah pernah mendatangi rumah Anjas untuk mencari suaminya. Akan tetapi, ternyata rumah itu kosong, hingga dirinya tidak mendapatkan jawaban apa pun.
Merasa putus asa, akhirnya dengan ragu Rina menghubungi Hilman untuk menanyakan keberadaan suaminya itu.
Namun, sepertinya menghubungi Hilman memang bukan solusi dalam masalahnya dan Anjas, karena ternyata Rina tidak mendapatkan jawaban apa pun dari sahabat suaminya itu.
"Aku tidak tau, Rin. Maaf." Hanya itu jawaban yang didapatkan oleh Rina dari Hilman.
"Hilman kan sahabatnya Mas Anjas, mana mungkin dia mau memberitahuku," gumam Rina begitu menutup telepon dan Hilman.
Kini Rina mencoba mencari Anjas menggunakan keajaiban internet, mulai dari facebook, instagram, bahkan tiktok, dia mencoba berbagai nama yang mungkin menjadi id suaminya di berbagai media sosial itu.
Setelah hampir setengah hari berkutat dengan ponsel di tangannya, akhirnya Rina mendapatkan id nama suaminya di dalam instagram. Akan tetapi, sayang sekali akunnya dikunci, hingga dia tidak bisa melihat apa yang ada di dalamnya.
Akhirnya Rina mencoba mencari nama Tari, untuk mencari tau keberadaan suaminya. Akan tetapi, dia juga tidak menemukan id nama istri sah suaminya itu.
Rina kehabisan ide, otaknya sudah buntu saat ini, dia berdiri kemudian berjalan mondar-mandir untuk mencoba mencari jalan keluar dari kegundahannya. Walau akhirnya selalu membuatnya menemui jalan buntu.
"Aku harus minta tolong pada siapa sekarang? Di kota ini, aku sama sekali tidak mempunyai teman ataupun saudara," keluh Rani bergumam sendiri.
Perut yang tiba-tiba terasa perih membuat dia menghentikan langkahnya dengan bibir meringis, dia melihat jam di ponselnya. Ternyata itu sudah pukul tiga sore, sedangkan dia hanya baru makan sarapan saja.
"Ah, kamu lapar ya, sayang. Maafin Mama ya, Mama lupa. Sekarang kita ke dapur ya, Mama akan masak untuk kita makan," ujarnya sambil mengelus lembut perut bagian bawahnya, sambil berbicara seakan janin di dalam perutnya bisa mendengar suaranya.
Rina masuk ke dapur, dia mencoba mencari bahan makanan, di setiap sudut. Akan tetapi, dia hanya menemukan mie instan, karena dia lupa berbelanja stok makanan buat di rumah.
"Ya ampun, aku lupa beli bahan makanan," gumamnya, sambil menahan perih di dalam perutnya.
"Untuk sekarang kita makan mi instan dulu, ya sayang. Setelah makan baru kita akan mencari super maret untuk membeli bahan makanan." Rina kembali berbicara pada janin yang ada di dalam perutnya, kemudian mengambil mi instan.
Biasanya setiap pagi dia akan berbelanja di tukang sayur keliling yang masuk ke dalam komplek perumahan itu. Akan tetapi, sepertinya pagi ini tukang sayur itu sedang libur, hingga dia tidak bisa berbelanja bahan makanan.
"Sudah jadi! Sekarang kita makan ini dulu ya, sayang. Nanti baru kita jalan-jalan sambil mencari makanan di luar," ujar Rina sambil duduk di meja makan kemudian bersiap untuk makan mi instan yang sudah dia sajikan di dalam mangkuk.
Walau ucapannya terdengar ceria, seolah tidak ada beban di dalam hidupnya. Akan tetapi, sebenarnya berulang kali Rina mendongakkan kepala untuk meredam air mata yang hampir saja tumpah.
Rina tersenyum sambil menghembuskan napas kasar, kemudian menyuapkan mi instan itu ke dalam mulutnya. Entah kenapa saat dia menguyahnya rasa sesak di dalam dada semakin menjadi, dia tidak bisa menahan air mata yang terlanjur lolos begitu saja.
"Aku kenapa sih? Bukannya aku sudah makan, lalu kenapa aku pake nangis segala?" ujarnya sambil mencoba tersenyum, seolah sedang menyemangati dirinya sendiri.
"Walaupun ini cuma mi instan tapi setidaknya aku masih bisa makan, dan tinggal di rumah yang cukup besar ini." Rina kembali berbicara sambil memukul pelan dadanya yang terasa sesak, matanya pun mengedar melihat rumah yang cukup besar dengan peralatan yang bagus.
Bayangan bagaimana Ibu suka memarahinya kalau makan mi instan terlalu banyak pun melintas di kepala.
"Mi instan terus, memangnya gak ada makanan lain selain mi instan, hah? Itu kan ada bahan masakan yang lain, kenapa kamu malah masak mi instan, Rina?!"
"Mi instan itu gak baik kalau kebanyakan dimakan, mending kamu makan nasi pake telor, daripada makan mi instan, Rina!"
Suara ocehan Ibu yang selalu memarahinya saat sudah makan lebih dari dua mangkuk mi instan dalam jangka waktu satu minggu, terdengar di telinga Rina, membuat Rina tidak bisa lagi menahan isak tangisnya.
"Maafin Rina, Bu. Rina tau, Ibu pasti akan marah kalau tau Rina makan mi instan saat sedang hamil begini," gumam Rina lagi.
Acara makan mi instan pun gagal, karena tenggorokan Rina sudah terlanjur terasa sesak hingga susah untuk menelan. Dia akhirnya meninggalkan sisa mi instan di meja kemudian beranjak menuju ke kamar untuk mengganti pakaian.
Rina memutuskan pergi ke luar, untuk mencari angin sekaligus berbelanja bahan makanan. Rumah besar itu terasa cukup sesak hingga sulit bernafas, seolah tidak ada pasukan udara di dalamnya. Dia ke luar dari rumah sekitar pukul lima sore.
Rina berjalan menyusuri jalan komplek sambil menikmati suasana sore hari yang mulai terasa sejuk, setelah seharian ini matahari bersinar terik. Sepanjang perjalanan dia melihat banyak anak-anak yang sedang bermain bersama, hingga langkahnya terhenti di sebuah taman komplek yang cukup ramai.
Tanpa terasa Rina melangkahkan kakinya ke dalam, dengan senyum yang merekah. Melihat banyak anak kecil yang tertawa selalu membuatnya tidak kuasa menahan senyum di bibirnya.
Duduk di salah satu bangku yang ada di sana, Rina tersenyum melihat keceriaan anak-anak itu, walau akhirnya satu per satu di antara mereka pun pergi, karena hari yang sudah mulai gelap.
Tanpa terasa adzan magrib sudah berkumandang di mesjid komplek, membuatnya beranjak kemudian memutuskan untuk mampir lebih dulu ke masjid untuk melaksanakan kewajibannya sebagai seorang muslim.
Setelah solat berjamaah di masjid komplek, Rina melanjutkan langkahnya menuju ke jalan utama, di mana dia akan mencari kendaraan umum untuk menuju ke super market terdekat.
Ternyata kalau ditempuh dengan berjalan kaki, jarak dari rumah menuju gerbang utama perumahan cukup jauh juga, Rina baru sadar semua itu, karena ini juga pertama kalinya dia berjalan kaki di komplek setelah pindah ke perumahan ini bersama Hilman beberapa waktu lalu.
Sampai di gerbang, Rina mememilih menghampiri penjaga untuk bertanya tentang tempat yang dia tuju.
Namun, belum sempat penjaga komplek itu menjawab, sebuah mobil berhenti di belakang Rina, kemudian menbuka kaca jendelanya.
"Rina?" Suara seseorang mengalihkan perhatian Rina, hingga dia langsung menoleh ke belakang.
"Loh, Bang Hilman?" sapa Rina, sedikit tidak percaya dengan kebetulan ini.
"Kamu lagi ngapain di sini?" tanya Hilman dari dalam mobil yang hanya membuka kaca jendelanya saja.
"Aku mau ke super market, mau belanja bahan makanan," jawab Rina seadanya.
"Ya sudah, ayo aku antar, kebetulan aku juga mau ke luar," ujar Hilman.
"Beneran, Bang?" tanya Rina memastikan.
"Iya, ayo masuk." Hilman membuka pintu mobil dari dalam.
"Kebetulan kalau begitu," ujar Rina sambil tersenyum senang.
"Pak, saya ikut sama Bang Hilman saja. Maaf mengganggu ya, Pak," sambungnya lagi pada petugas penjaga gerbang komplek itu.
Rina pun masuk ke dalam mobil Hilman sambil tersenyum senang, untuk sejenak dia bisa melupakan rasa sakit di dalam hatinya, hanya karena melihat kebahagiaan anak-anak dan tumpangan dari Hilman yang memang sedang dia butuhkan.
...****************...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 100 Episodes
Comments
Ganuwa Gunawan
yang sabar ya Rin..
2023-01-01
1
Rice Btamban
tetap semangat
2022-12-11
2
Hany
ayo Hilman jangan sampai kamu di tuduh selingkuh dengan tari oleh anjas
2022-12-08
2