Istri Selingan
...Happy Reading guys!...
Pagi itu matahari bersinar begitu cerah, menerpa daun yang masih terlihat basah sisa hujan semalam. Kicau burung pun terdengar saling bersahutan menambah indah suasana pedesaan.
Di dalam sebuah Rumah sederhana riuh terdengar, walau itu tak sampai ke luar. Suara itu tertahan oleh kokohnya tembok beton berwarna putih itu.
"Rina, kamu sudah selesai belum, lama sekali sih?" Suara ketukkan pintu terdengar terus berlanjut ditambah dengan teriakan seorang wanita paruh baya yang sedang menunggu anaknya di depan pintu kamar mandi.
"Sebentar, Bu. Rina lagi pake baju dulu," Suara sahutan dari dalam pun terdengar.
"Kamu mandi lama banget sih, ini sudah setengah jam, Rina!" omel Ibu di depan pintu kamar mandi.
"Iya, Bu. Ini Rina ke luar," ujar seorang perempuan muda yang baru saja ke luar dari kamar mandi.
Pakaian sederhana dengan rambut yang ditutup oleh handuk, juga wajah segar terlihat menghiasi perempuan itu.
"Sudah sana, gantian Ibu sudah kebelet dari tadi," gerutu Ibu sambil sedikit mendorong Rina ke pinggir agar bisa masuk ke dalam kamar mandi.
Rina tampak tersenyum, dia kemudian melihat sesuatu di dalam genggaman tangannya. Sebuah tes kehamilan dengan dua garis merah terlihat jelas di atasnya.
Erina gadis desa yang menikah dengan seorang laki-laki asal kota dua bulan lalu, dia melakukan rumahtangga jarak jauh, mengingat pekerjaan sang suami yang tidak bisa ditinggalkan.
"Allhamdulillah, aku hamil. Mas Anjas pasti seneng dengar kabar ini," ujarnya sambil kembali mengantongi alat tes kehamilan itu.
Dengan rambut masih tertutup oleh handuk, dia menuju ke teras belakang, tempat mesin cuci berada. Memilah baju kotor kemudian memasukkannya ke dalam mesin, disusul dengan air bersih dan sabun.
Sambil menunggu cuciannya selesai, Rina kembali ke kamar untuk mengeringkan rambutnya.
"Rina, kapan Anjas mau pulang lagi, kenapa dia belum ada kabar juga?" tanya Ibu, saat keduanya sedang menjemur pakaian bersama.
"Katanya bulan ini Mas Anjas gak bisa pulang, Bu. Jadi sepertinya biar aku yang menyusul saja ke kota," jawab Rina dengan wajahnya yang selalu riang dan bersemangat.
"Menyusul? Memang kamu sudah bilang sama suamimu?" tanya Ibu dengan kening berkerut dalam.
"Enggak, Bu. Aku mau kasih kejutan buat Mas Anjas, sekaligus mau kasih tau kabar bahagia." Rina tampak menyingkirkan baju yang sudah menggantung di depannya demi melihat wajah sang ibu, kemudian sibuk menjemur lagi.
"Kabar bahagia apa, Rin?" Ibu semakin penasaran.
Rina tersenyum sumringah, matanya tampak berbinar bersiap untuk memberikan kabar gembira itu pada ibunya.
"Aku hamil, Bu," ujar Rina sambil memperlihatkan alat tes kehamilannya pada sang ibu.
"Hah, kamu hamil, Rin? Kamu gak bercanda kan?" Ibu menghentikan kegiatannya kemudian mengambil alat tes kehamilan di tangan Rina.
Matanya memperhatikan dengan jelas garis merah di yang terlihat, bibirnya sedikit menganga akibat terkejut oleh kabar gembira itu.
"Ya Allah, ini beneran punya kamu, Rin?" tanya Ibu lagi memastikan.
"Iya, Bu. Rina hamil! Mas Anjas pasti seneng banget dengar kabar ini. Iya kan, Bu?" Rani tersenyum senang sambil menghambur memeluk ibunya.
Wanita paruh baya yang merupakan Ibu kandung Rina itu pun mengangguk dengan mata berkaca-kaca, dia mengelus kepala Rani dengan begitu lembut.
"Anak Ibu sudah besar ya, sekarang Rina sudah mau kasih Ibu cucu," ujar Ibu penuh haru.
"Heem ...." Rina mengangguk di dalam pelukan ibunya.
Untuk beberapa saat suasana haru itu tetap bertahan, sampai akhirnya Ibu melepaskan pelukannya dan tiba-tiba berbalik berlari meninggalkan Rina.
"Bapak! Bapak! Kita mau dapat cucu!" Ibu berteriak heboh sambil berlari memutar rumah, untuk mencapai teras depan, di mana ada Bapak yang sedang menikmati kopi.
"Ada apa sih, Bu? Pagi-pagi sudah teriak-teriak, malu dong didengar sama tetangga," gerutu Bapak dengan kerutan dalam di keningnya, pertanda tidak suka dengan sikap istrinya.
Rina hanya terkekeh melihat kehebohan yang dibuat oleh ibunya pada pagi hari begini. Dia sangat senang melihat reaksi ibunya dan berharap Anjas pun memperlihatkan reaksi bahagia juga jika tahu semua ini.
"Kita akan segera mendapatkan cucu, Pak. Rina hamil!" ujar penuh semangat Ibu, tanpa menghiraukan raut wajah kesal Bapak.
"Apa? Rina hamil, Bu?" tanya Bapak melebarkan matanya.
"Iya, Pak. Kita akan segera punya cucu, Pak!" angguk Ibu.
"Alhamdulillah! Sekarang mana anaknya, Bu? Rina!" Bapak tampak ikut senang, dia langsung memanggil anak perempuannya.
"Rina di sini, Pak," jawab Rina yang baru saja muncul dari teras samping rumah.
"Anak Bapak, hamil?" tanya Bapak, memastikan.
"Iya, Pak. Rina hamil," angguk Rina dengan senyum lebarnya hingga gigi bagian depannya terlihat semua.
"Ya Allah, Alhamdulillah, Bapak akan segera mendapatkan cucu." Bapak tampak tersenyum harus dan langsung memeluk anak perempuannya itu.
"Iya, Pak." Rina terkekeh walau air terlihat menggenang di sudut matanya.
"Anjas gimana, kamu sudah memberitahunya?" tanya Bapak sambil melepaskan pelukan dari anak perempuannya.
"Aku mau nyusul Mas Anjas ke kota, Pak," ujar Rina sambil menggeleng.
"Ngapain? Bapak gak setuju kalau kamu ke kota sendiri, apa lagi kamu sedang hamil." Bapak tampak serius dengan perkataannya.
"Untuk kasih kejutan buat Mas Anjas, Pak. Boleh ya, dari sini ke kota kan cuman naik satu bis saja, nanti kalau sudah sampai di terminal baru aku kasih kabar Mas Anjas," ujar Rani mencoba untuk membujuk Bapak.
Bila kata orang kelemahan dari seorang ayah adalah anak perempuannya, maka itu sepertinya memang benar terjadi pada Bapak dan Rina. Karena saat ini, Rina terlihat sedang menaiki bis ke kota sendiri.
"Kabari kita kalau kamu sudah sampai di kota ya, Rin. Jaga diri, ingat kamu sedang hamil sekarang." Bayangan perpisahannya dengan kedua orang tua pun melintas di kepala.
"Nak, kamu jangan rewel ya, sebentar lagi kita akan bertemu dengan Ayah," gumam Rani beralih mengusap bawah perutnya.
Ya, akhirnya Rina mendapatkan izin dari Bapak dan Ibu, setelah melalui berbagai macam drama.
Beberapa waktu kemudian, Bus yang ditumpangi oleh Rina sudah mulai memasuki gerbang kota, Rina pun mulai berusaha menghubungi Anjas agar bisa menjemputnya di terminal.
Namun, sudah berulang kali dia mencoba menghubungi Anjas, tidak ada satu panggilan pun yang dijawab.
"Mas Anjas ke mana sih, kok panggilan aku gak dijawab terus?" gerutu Rina menatap kesal ponsel miliknya dengan foto dirinya bersama sang suami sebagai layar utama.
Hingga akhirnya bis pun memasuki terminal tanpa Rina bisa menghubngi sang suami.
"Heuh, untung saja aku mengantongi alamat rumah Mas Anjas." ujar Rina sambil turun dari bis, dia menghembuskan napas kasar kemudian mengambil tas ransel berisi baju-bajunya di dalam bagasi mobil.
"Terima kasih, Mang," ujar Rina pada kondektur bis yang membantunya.
Rani ke luar dari terminal, setelah memesan ojek online untuk mengantarkannya menuju alamat rumah Anjas. Sepertinya itu adalah cara mudah untuk mencari alamat tanpa harus bersusah payah di tempat yang asing ini.
Tiga puluh menit perjalanan dari terminal, akhirnya ojek yang dia tumpangi berhenti di sebuah rumah bertingkat tiga, dengan luas kira-kira tiga ratus meter persegi. Sebuah rumah yang sangat besar juga mewah, bagi orang dari kalangan menengah ke bawah seperti Rina.
"Ini benar alamatnya kan, Bang?" tanya Rina, memastikan pada pengemudi ojek online yang mengantarkannya.
"Benar, Neng, ini adalah alamat yang, Neng, berikan," angguk pengemudi ojek itu.
Rani memberikan ongkos kemudian berterima kasih pada pengemudi ojek itu, dia kemudian mencoba menekan bel rumah yang ada di depannya.
"Kok sepi banget sih?" gumam Rani merasa bingung.
Lima belas menit menunggu di depan gerbang, akhirnya ada tetangga yang menghampiri Rina.
"Pemilik rumahnya sudah pada berangkat ke gedung pernikahan," ujar perempuan paruh baya yang menghampirinya.
"Gedung pernikahan? Memang siapa yang menikah, Bu?" tanya Rina dengan kerutan di keningnya.
"Oh iya, ini benar rumah yang ada di alamat ini kan, Bu?" sabung Rina lagi sambil memperlihatkan kertas di tangannya.
"Iya benar, ini rumah yang ada di alamat itu. Kebetulan hari ini pemilik rumah sedang menikah, jadi semua penghuninya berada di gedung. Kalau boleh tau, kamu siapanya?" tanya ibu itu, menatap Rina dari ujung kaki sampai ujung kepala.
Rina tampak terdiam sebentar, dia belum tau pasti kalau ini rumahnya Anjas, mana mungkin dirinya langsung mengaku sebagai istri pada orang lain. Apalagi, selama ini Anjas selalu bilang kalau dia dari kalangan orang biasa saja, sama seperti dirinya.
"Saya kerabatnya, Bu. Kalau boleh tau gedung pernikahannya di mana ya, biar saya menyusul ke sana saja. Sepertinya saya terlambat datang, hehe." Rina tampak terkekeh canggung di akhir kalimatnya.
"Sebentar, sepertinya saya masih menyimpan undangannya," ujar wanita paruh baya itu.
Beberapa saat kemudian wanita paruh baya itu sudah kembali sambil membawa surat undangan di tangannya.
Rani menerimanya, dia kemudian melihat surat undangan itu untuk mengetahui alamatnya Akan tetapi, kini matanya melebar saat membaca nama calon pengantinnya.
"Ini benar nama mempelai laki-lakinya adalah Anjas Gunawan, Bu?" tanya Rina dengan suara yang sedikit bergetar.
"Iya, ini adalah pernikahan Anjas Gunawan, anak satu-satunya keluarga Gunawan," jawab wanita paruh baya itu yang membuat tubuh Rina mematung.
Kabar yang baru saja dia dengar bagaikan petir yang menyambar di tengah kemarau, begitu mengejutkan hingga dadanya terasa sesak.
Bagaimana mungkin suaminya menikah lagi? Rina tidak akan percaya begitu saja tanpa memaatikannya lebih dulu dan melihat dengan mata kepala sendiri.
...****************...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 100 Episodes
Comments
Susanti Wahyuningsih
q mampir kak...😊
penasaran sm ceritanya....
2023-01-16
2
Uthie
mampir 👍
2023-01-15
1
🙃 ketik nama 💝🎀🌈🌴
aku mampir kak,,,, 🙏🙏
2023-01-02
2