Bab 5. Bulan madu

"Istri, Bapak, mengalami dehidrasi dan stres berat. Seharusnya, Bapak, sebagai suami lebih memperhatikan kesehatan istri, Bapak, di kehamilan muda seperti ini. Karena di saat seperti ini, seorang istri sangat membutuhkan perhatian dari orang-orang terdekatnya, terutama suami!" Dokter itu menjelaskan sekaligus memberi arahan untuk Hilman yang hanya bisa menatap bingung bercampur terkejut mendengar semua penjelasan dokter itu.

"Di saat kehamilan muda seperti ini, istri cenderung mudah stres, karena perubahan hormon yang dialaminya," sambung dokter itu lagi.

"Tunggu sebentar, Dok," ujar Hilman mengangkat salah satu tangannya, menghentikan penjelasan dari dokter di depannya.

"Dokter, bilang dia hamil?" tanya Hilman menatap bingung dokter di depannya.

"Jadi, Bapak, tidak tahu kalau istri Bapak sedang hamil?" tanya Dokter itu dengan wajah yang ikut terkejut.

"Saya bukan suaminya, Dok," ujar Hilman menatap kesal dokter di depannya.

Enak saja dia bilang aku suaminya, ngalamain malam pertama juga belum, masa udah bisa ngehamilin orang, gerutu Hilman di dalam hati.

"Bukannya, Bapak, wali pasien ini?" tanya Dokter malah ikut bingung.

"Saya? Saya kakaknya, Dok," jawab Hilman menjawab asal.

"Oh, kakaknya. Kalau gitu tolong beritahu adik ipar, Bapak, apa yang tadi saya sudah jelaskan," ujar Dokter itu.

"Baik, Dok. Terima kasih," ujar Hilman walau di dalam hatinya masih saja merasa kesal.

"Sudah dipanggil, Bapak. Sekarang malah dikira suaminya. Heuh, kayaknya ini memang hari sialku!" gerutu Hilman sambil duduk di samping brankar Rina.

Malam itu Hilman benar-benar menunggu Rina di rumah sakit, dia bahkan tertidur dengan posisi menelungkupkan kepalanya di sisi brankar.

Rina yang terbangun di pagi hari, meneteskan air matanya, saat melihat ada seorang laki-laki di sampingnya. Akan tetapi itu bukanlah sang suami, melainkan laki-laki yang bahkan tidak dia kenali sama sekali.

Rina tampak bangkit, dia melihat selang infus terpasang di punggung tangan sebelah kirinya.

"Kamu sudah bangun?" tanya Hilman sambil menegakkan tubuhnya, dia terbangun karena merasakan gerakan Rina.

"Iya. Terima kasih sudah membawa aku ke sini," ujar Rina sambil berangsur ke sisi brankar dan menurunkan kedua kakinya.

"Mau ke mana?" Bukannya menjawab ucapan terima kasih Rina, Hilaman malah bertanya lagi.

Rina tampak menghembuskan napasnya kasar, sebelum menjawab pertanyaan Hilman.

"Aku mau ke toilet."

"Biar aku antar." Hilman segera berdiri sambil mengambil kantung cairan infus milik Rina.

"Aku bisa sendiri," tolak Rina sambil hendak mengambil kantung cairan infus dari tangan Hilman.

"Tidak bisa, aku antar saja." Hilman langsung menjauhkan kantung cairan infus di tangannya.

Rina terlihat menghembuskan napas sebelum akhirnya memilih untuk mengikuti kemauan Hilman, dia pun berjalan menuju toilet.

Tubuhnya terasa lemas hingga malas rasanya untuk sekedar berdebat dengan laki-laki yang telah menolongnya itu.

Hilman ikut masuk ke toilet dan menggantungkan cairan infus di gantungan yang ada di sana.

"Aku tunggu di luar," ujar Hilman sebelum menutup pintu.

Rina hanya mengangguk sebagai jawaban, senyum dan keceriaan yang dulu selalu menguasai wajahnya kini sudah redup dan menghilang, setelah rasa sakit yang ditorehkan oleh Anjas.

Setelah cairan infus habis, Rina sudah diperbolehkan pulang. Hilman kembali menyetir mobil untuk mengantar Rina kembali ke hotel.

"Rin?" panggil Hilman di tengah keheningan yang terjadi di dalam mobilnya.

Rina yang tengah termenung sambil melihat jalanan dari jendela mobil pun menolehkan kepalanya, menatap wajah Hilman.

"Boleh aku tanya sesuatu?" tanya Hilman dengan nada suara ragu.

"Iya," angguk Rina.

"Aku tau dari dokter kalau kamu sedang hamil? Tapi, aku lihat di kartu identitasmu kalau kamu masih–" Hilman tidak mampu melanjutkan perkataannya.

"Kamu pasti nyangka aku adalah perempuan murahan yang mengejar laki-laki di hari pernihakannya, ya?" tanya Rina sambil tersenyum getir.

"Bu–bukan begitu, Rin–" ujar Hilman cepat, takut Rina akan salah paham dengan pertanyaannya.

"Aku adalah istri Anjas, kami menikah sirih enam bulan lalu," jawab Rina cepat, bahkan sampai memotong perkataan Hilman.

Tanpa sadar Hilman langsung mengerem laju mobilnya, hingga membuat Rina hampir terbentur. Mendengar pengakuan Rina yang sangat mengejutkan, membuat Hilman tiba-tiba tidak bisa berpikir.

"Apa?! I–itu gak mungkin, Anjas itu sangat mencintai Tari, mereka sudah pacaran sejak kuliah!" bantah Hilman membela sahabatnya.

Rina hanya tersenyum getir sambil menyandarkan tubuhnya pada sandaran kursi.

"Wajar kalau kamu gak percaya, kita kan baru bertemu. Aku juga gak meminta kamu untuk percaya sama aku," jawab Rina yang membuat Hilman menatapnya dengan sorot mata kalut.

Keduanya kembali terdiam, sampai akhirnya Hilman menghentikan mobilnya di lobi hotel.

"Terima kasih untuk semuanya, maaf aku sudah merepotkanmu. Sekarang aku bisa mengurus hidupku sendiri. Tolong bilang pada Mas Anjas, kalau aku bukan barang yang bisa dia titipkan pada orang lain begitu saja," ujar Rina sebelum ke luar dari mobil, kemudian berjalan masuk kembali ke dalam hotel.

Hilman menatap kepergian Rina dengan sorot mata tidak terbaca, dia baru meninggalkan lobi setelah dirinya tidak bisa melihat Rina lagi.

"Dasar Anjas brengsek!" Hilman memukul setir mobilnya merasa kesal dan marah pada sahabatnya.

Sikap Rina yang tampak sudah berubah tegar dan tidak mencari dukungan untuk menerima pengakuan dari Anjas, malah membuatnya mempercayai perkataan wanita yang baru kemarin dia temui.

Sedangkan Rina tampak duduk terdiam di sisi ranjang, dia menghirup napas dalam kemudian mengeluarkannya kasar, semua itu dia lakukan berulang demi sedikit menghilangkan sesak di dalam dada yang masih saja terasa.

"Sekarang aku harus bagaimana?" gumamnya merasa bingung sendiri.

Uang yang dia bawa hanya sedikit, itu pasti tidak cukup untuk membayar hotel tempatnya menginap. Rani ingin pulang ke kampung dan hidup bahagia lagi bersama kedua ornag tuanya.

Namun, dia juga tidak mungkin datang dan mengatakan kondisinya saat ini yang sedang dibuang oleh suaminya sendiri.

Lama terdiam Rina kembali mengambil ponselnya, dia mencoba menghubungi Anjas lagi.

.

.

Sementara itu di rumah yang cukup mewah terlihat Anjas dan Tari–wanita yang baru dinikahi Anjas, sedang duduk di ruang keluarga bersama kedua ornag tua Anjas.

"Jadi kalian berdua mau bulan madu ke mana?" tanya Papah Anjas.

Anjas dan Tari tampak saling memandang kemudian terkekeh bersama.

"Kami berencana untuk pergi bulan madu ke pulau Bali dan Lombok, Pah," jawab Anjas.

Pasangan baru itu terus saja menempel, bahkan tangan Anjas tidak pernah lepas dari pinggang Tari.

"Wah, bagus tuh. Di sana pemandangannya indah dan sangat cocok untuk bulan madu. Kami setuju. Iya kan, Pah?" ujar wanita paruh baya yang tidak lain adalah Ibu dari Anjas.

Suara getar ponsel Anjas mengalihkan perhatian keluarga yang sedang berbahagia itu.

"Kok gak diangkat, Mas?" tanya Tari pada Anjas.

"Gak penting," jawab Anjas sambil kembali mengantongi ponsel miliknya.

Tidak lama setelah getar ponsel itu berhenti kini giliran suara pesan masuk yang terdengar. Anjas kembali melihatnya.

Reno: [Mas, aku mau bertemu]

Reno: [Mas, tolong jawab pesan aku]

Reno: [Setidaknya beri aku kejelasan dulu, Mas. Atau aku akan nekat datang ke rumah keluarga kamu]

Anjas berdecak pelan melihat pesan masuk dari kontak yang dia namai sebagai Reno.

Sebenarnya itu adalah nomor Rani yang sengaja dia samarkan menjadi Reno, agar tidak ada yang curiga dengan hubungan keduanya.

...****************...

Terpopuler

Comments

Uthie

Uthie

begitulah kalau nikah dengan laki yg gak jelas asal usulnya... bisa jadi laki tsb udh punya istri atau akan menikah, kaya si Anjas itu 😌

2023-01-15

1

Ganuwa Gunawan

Ganuwa Gunawan

kurang asem..
orang mh klu ga suka nikah d grebeg..
cerai aja pas udah dapet seminggu
ini mh malah asik ke bab blasan..sampe hamil tuh s Rina

2023-01-01

0

Hanipah Fitri

Hanipah Fitri

salah nya di Anjas, kalau memang gak suka dgn Rani kenapa di gaulin selama 6 bulan dan tdk cerita kondisi nya

2022-12-14

2

lihat semua
Episodes
1 Bab1. Kabar mengejutkan
2 Bab 2. Mata melihat, hati terluka
3 Bab 3. Bertemu
4 Bab 4. Tidak sadarkan diri
5 Bab 5. Bulan madu
6 Bab.6 Datang
7 Bab 7. Pindah
8 Bab.8 Tidak ada kabar
9 Bab.9 Belanja
10 Bab 10. Makan malam
11 Bab 11. Bulan madu
12 Bab 12. Rasa bersalah Hilman
13 Bab 13. Kedatangan Anjas
14 Bab.14 Perlakuan yang masih sama
15 Bab.15 Memilih Bersabar
16 Bab.16 Bersabar tidak harus menderita
17 Bab.17 Pagi penuh cinta.
18 Bab.18 Acara empat bulanan
19 Bab.19 Kecelakaan
20 Bab.20 Bubur ayam
21 Bab.21 Detak jantung
22 Bab.22 Tempat singgah
23 Bab.23 Dokter Arya
24 Bab.24 Lelah
25 Bab.25 Menikmati senja
26 Bab.26 Kabar buruk
27 Bab.27 Duka yang tidak disangka
28 Bab.28 Kepergian orangtua
29 Bab.29 Ingin lepas
30 Bab.30 Yang terakhir?
31 Bab.31 Keputusan
32 Bab.32 Wanita di balik pintu
33 Bab.33 Kritis
34 Bab.34 Berbanding terbalik
35 Bab.35 Pertemuan kembali
36 Bab.36 Ego dan kenyataan
37 Bab.37 Penyewa
38 Bab.38 Calon suami
39 Bab.39 Kebahagiaan semu
40 Bab.40 Apakah Anak Anjas
41 Bab.41 Menghindar
42 Bab.42 Menerima
43 Bab.43 Bukti
44 Bab.44 Keluarga Arya
45 Bab.45 Dewasa karena keadaan
46 Bab.46 Pelakor
47 Bab.47 Dampak
48 Bab.48 Sebuah rencana
49 Bab.49 Musuh
50 Bab.50 Bertengkar
51 Bab.51 Bangga
52 Bab.52 Cemburu
53 Bab.53 Menagih janji
54 Bab.54 Numpang makan
55 Bab.55 Pengakuan Hilman
56 Bab.56 Takut salah kostum
57 Bab.57 Panti asuhan
58 Bab.58 Teman masa kecil
59 Bab.59 Mengamuk
60 Bab.60 Sebuah pilihan
61 Bab.61 Kisah
62 Bab.62 Masa lalu
63 Bab.63 Sebuah kebenaran
64 Bab.64 Restu?
65 Bab.65 Berjuang bersama
66 Bab.66 Semangat Untuk Mantan
67 Bab.67 Disangka Pelayan.
68 Bab.68 Adik kesayangan
69 Bab.69 Wanita berbahaya
70 Bab.70 Kejutan yang dinantikan
71 Bab.71 Kebohongan kecil
72 Bab.72 Menjadi teman
73 Bab.73 Kejadian sesungguhnya
74 Ban.74 Hilman meminta penjelasan
75 Bab.75 Celaka
76 Bab.76 Orang tua sok tahu
77 Bab.77 Perhatian Arya
78 Bab.78 Sadar
79 Bab.79 Hanya rekayasa
80 Bab.80 Ada kemajuan
81 Bab.81 Resah
82 Bab.82 Restu
83 Bab.83 Malu
84 Bab.84 Pamit
85 Bab.85 Anggapan yang salah
86 Bab.86 Tamu tak diundang
87 Bab.87 Hampir saja
88 Bab.88 Rencana Arya
89 Bab.89 Maukah kamu menikah denganku?
90 Bab.90 Ancaman
91 Bab.91 Sah
92 Bab.92 Mati bersama
93 Bab.93 Merebut
94 Bab.94 Rindu Bintang
95 Bab.95 Aku mau ikut Mama
96 Bab.96 Di mana Arya
97 Bab.97 Kembali
98 Bab.98 Tenggelam dalam lautan obsesi
99 Bab.99 Sebab akibat
100 Bab.100 TAMAT
Episodes

Updated 100 Episodes

1
Bab1. Kabar mengejutkan
2
Bab 2. Mata melihat, hati terluka
3
Bab 3. Bertemu
4
Bab 4. Tidak sadarkan diri
5
Bab 5. Bulan madu
6
Bab.6 Datang
7
Bab 7. Pindah
8
Bab.8 Tidak ada kabar
9
Bab.9 Belanja
10
Bab 10. Makan malam
11
Bab 11. Bulan madu
12
Bab 12. Rasa bersalah Hilman
13
Bab 13. Kedatangan Anjas
14
Bab.14 Perlakuan yang masih sama
15
Bab.15 Memilih Bersabar
16
Bab.16 Bersabar tidak harus menderita
17
Bab.17 Pagi penuh cinta.
18
Bab.18 Acara empat bulanan
19
Bab.19 Kecelakaan
20
Bab.20 Bubur ayam
21
Bab.21 Detak jantung
22
Bab.22 Tempat singgah
23
Bab.23 Dokter Arya
24
Bab.24 Lelah
25
Bab.25 Menikmati senja
26
Bab.26 Kabar buruk
27
Bab.27 Duka yang tidak disangka
28
Bab.28 Kepergian orangtua
29
Bab.29 Ingin lepas
30
Bab.30 Yang terakhir?
31
Bab.31 Keputusan
32
Bab.32 Wanita di balik pintu
33
Bab.33 Kritis
34
Bab.34 Berbanding terbalik
35
Bab.35 Pertemuan kembali
36
Bab.36 Ego dan kenyataan
37
Bab.37 Penyewa
38
Bab.38 Calon suami
39
Bab.39 Kebahagiaan semu
40
Bab.40 Apakah Anak Anjas
41
Bab.41 Menghindar
42
Bab.42 Menerima
43
Bab.43 Bukti
44
Bab.44 Keluarga Arya
45
Bab.45 Dewasa karena keadaan
46
Bab.46 Pelakor
47
Bab.47 Dampak
48
Bab.48 Sebuah rencana
49
Bab.49 Musuh
50
Bab.50 Bertengkar
51
Bab.51 Bangga
52
Bab.52 Cemburu
53
Bab.53 Menagih janji
54
Bab.54 Numpang makan
55
Bab.55 Pengakuan Hilman
56
Bab.56 Takut salah kostum
57
Bab.57 Panti asuhan
58
Bab.58 Teman masa kecil
59
Bab.59 Mengamuk
60
Bab.60 Sebuah pilihan
61
Bab.61 Kisah
62
Bab.62 Masa lalu
63
Bab.63 Sebuah kebenaran
64
Bab.64 Restu?
65
Bab.65 Berjuang bersama
66
Bab.66 Semangat Untuk Mantan
67
Bab.67 Disangka Pelayan.
68
Bab.68 Adik kesayangan
69
Bab.69 Wanita berbahaya
70
Bab.70 Kejutan yang dinantikan
71
Bab.71 Kebohongan kecil
72
Bab.72 Menjadi teman
73
Bab.73 Kejadian sesungguhnya
74
Ban.74 Hilman meminta penjelasan
75
Bab.75 Celaka
76
Bab.76 Orang tua sok tahu
77
Bab.77 Perhatian Arya
78
Bab.78 Sadar
79
Bab.79 Hanya rekayasa
80
Bab.80 Ada kemajuan
81
Bab.81 Resah
82
Bab.82 Restu
83
Bab.83 Malu
84
Bab.84 Pamit
85
Bab.85 Anggapan yang salah
86
Bab.86 Tamu tak diundang
87
Bab.87 Hampir saja
88
Bab.88 Rencana Arya
89
Bab.89 Maukah kamu menikah denganku?
90
Bab.90 Ancaman
91
Bab.91 Sah
92
Bab.92 Mati bersama
93
Bab.93 Merebut
94
Bab.94 Rindu Bintang
95
Bab.95 Aku mau ikut Mama
96
Bab.96 Di mana Arya
97
Bab.97 Kembali
98
Bab.98 Tenggelam dalam lautan obsesi
99
Bab.99 Sebab akibat
100
Bab.100 TAMAT

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!